----- Original Message ----- From: "Ari Condro" <masar...@gmail.com> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> Sent: Sunday, March 14, 2010 00:02 Subject: Re: [wanita-muslimah] Misteri Sungai di Dalam Laut Mexico
jadi kesimpulannya : abah hmna setuju dengan luxenberg ? kalo pak samsudin arief gimana ? setuju sama luxenberg dibagian 72 bidadari diganti anggur putih itu ? ############################################################# WDS: dan bukan Luxenberg yang salah mengutip bahwa orang muslim akan mendapatkan 72 bidadari karena keliru memaknai penomoran ayat, karena Luxenberg merujuk pada QS 44:54 ********************************************* HMNA: 72 bidadari memang bukan tafsiran Luxenberg, cuma dia tulis 'not to count on 72 virgins but grapes' . Dan bukan pula Luxenberg yang keliru memberikan nomor ayat. Luxemberg cuma "meniru" apa yang ia dapat baca ttg 72 bidadari dari literatur lain. Saya sudah tulis dalam postingan sebelum ini bahwa salah nomor itu hasil analisa cucu saya: Ini saya ulangi: Jadi cucu saya Muammar Qaddhafi tidak salah kalau dia menulis: situs Answering Islam ngeyel ttg setiap satu penghuni surga dikelilingi 72 bidadari. Mengapa tidak salah? Dalam situs Answering Islam ada tulisannya Luxenberg, dan dalam tulisan Luxenberg ada 72 bidadari. Jadi Answering Islam ngeyel ttg 72 bidadari. Dan karena dalam tulisan Luxenberg tidak satupun yang membicarakan ttg Hadits, maka cucu saya itu bikin analisa sendiri dalam debatnya melawan Gabriela K. Rantau yang mengutip 72 bidadari dari Answering Islam, seperti berikut: Oh, oh, tidak ada itu 72 bidadari, karena angka 72 itu nomor ayat. Oh, oh, itu hanya kebodohannya salibis dalam menyalin terjemahan. Oh, oh, kalau dalam teks aslinya no. ayat itu di taruh di ujung ayat: Maka ni'mat Maha Pemeliharamu yang manakah engkau dustakan 71 Perempuan putih yang tertutup dalam kemah 72 Oh, oh, dalam terjemahan: 71. Maka ni'mat Maha Pemeliharamu yang manakah engkau dustakan 72. Perempuan putih yang tertutup dalam kemah Oh, oh, setelah titik sesudah angka 72 hilang, maka menjadilah: 72 Bidadari ################################################################## WDS: Virgins or grapes? The by now world-famous story about 'virgins or grapes' also works like this. ***************************************** HMNA: Bahwa Luxenberg menulis bukan virgins melainkan grapes, telah saya posting, ini cukilannya:: A review of Ch. Luxenberg, Die Syro-Aramäische Lesart des Qur'an.[1] article Richard Kroes The statement 'not to count on 72 virgins but grapes' is only a small side step in a book that argues a theory that reaches much further, this theory has hardly enjoyed any attention in the press. According to Luxenberg, the Qur'an was not written in classical Arabic but in a mixed Arabic-Syriac language, the traders' language of Mecca and it was based on Christian liturgical texts. ##################################################################### WDS:: Luxenberg starts with Q 44:54 ?? ????????????? ??????? ????? wa zawwajnahum bi hur 'in, 'We shall wed them to maidens with large, dark eyes'. For ??????? zawwajnahum, 'we shall wed them' he has a different, and purely Arabic, alternative: ??????? rawwahnahum 'we shall let them rest'. It's a difference of only two diacritical dots and in rasm it's identical. ***************************************************************** HMNA: It's a difference of only two diacritical dots and in rasm it's identical. Luxenberg pakai prinsip bacaan mengacu pada teks/tulisan/rasm Inilah yang dibantah Syamsudin Arief: Ini cuplikan dari tulisannya: Pada prinsipnya Al-Qur'an bukanlah 'tulisan' (rasm atau writing) tetapi merupakan 'bacaan' (qira'ah atau recitation) dalam arti ucapan dan sebutan. Baik proses turun-(pewahyuan)-nya maupun penyampaian, pengajaran dan periwayatan-(transmisi)-nya dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Dari dahulu, yang dimaksud dengan 'membaca' Al-Qur'an adalah "membaca dari ingatan (qara'a 'an zhahri qalbin; to recite from memory)." Adapun tulisan berfungsi sebagai penunjang semata. Sebab ayat-ayat Al-Qur'an dicatat-yakni, dituangkan menjadi tulisan diatas tulang, kayu, kertas, daun, dan lain sebagainya-berdasarkan hafalan, bersandarkan apa yang sebelumnya telah tertera dalam ingatan sang qari'muqri'. Proses transmisi semacam ini, dilakukan dengan isnaad secara mutawaatir dari generasi ke generasi, terbukti berhasil menjamin keutuhan dan keaslian Al-Qur'an sebagaimana diwahyukan oleh Malaikat Jibrial a.s kepada Nabi sallallaahu 'alaihi wa-sallam dan diteruskan kepada para Sahabat, demikian hingga hari ini. Ini berbeda dengan kasus Bibel, di mana tulisan-manuscript evidence dalam bentuk papyrus, scroll, dan sebagainya-memegang peran utama dan berfungsi sebagai acuan dan landasan bagi Testamentum alias Gospel. Jadi seluruh kekeliruan dan kengawuran orientalis bersumber dari sini. Orang-orang seperti Jeffery, Wansbrough dan Puin (dan Luxenberg -HMNA-), misalnya, berangkat dari sebuah asumsi keliru, menganggap Al-Qur'an sebagai 'dokumen tertulis' atau teks, bukan sebagai 'hafalan yang dibaca' atau recitatio. Dengan asumsi keliru ini (taking "the Qur'an as Text") mereka lantas mau menerapkan metode-metode filologi yang lazim digunakan dalam penelitian Bibel, seperti historical criticism, source criticism, form criticism, dan textual criticism. ################################################################################ salam, Ari [Non-text portions of this message have been removed]