Kenyataan yang saya lihat saat ini adalah anda tidak mengerti Islam. Mohon maaf 
kalau saya salah, tapi tidak ada pernyataan yang tulis yang menunjukkan anda 
mengerti sedikitpun tentang Islam. Mengetahui sedikit hal mungkin, tapi 
mengerti dalam artian memahami sama sekali tidak.

Jika anda segan untuk membaca link yang saya berikan, baiknya saya copy paste 
supaya anda sedikit mengerti mengenai pernikahan dalam Islam.

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk 
dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri 
sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh 
kehendak istri. Bisa saja mahar itu berbentuk uang, benda atau pun jasa, 
tergantung permintaan pihak istri.
Mahar dan Nilai Nominal
Mahar ini pada hakikatnya dinilai dengan nilai uang, sebab mahar adalah harta, 
bukan sekedar simbol belaka. Itulah sebabnya seorang dibolehkan menikahi budak 
bila tidak mampu memberi mahar yang diminta oleh wanita merdeka. Kata ''tidak 
mampu'' ini menunjukkan bahwa mahar di masa lalu memang benar-benar harta yang 
punya nilai nominal tinggi. Bukan semata-mata simbol seperti mushaf Al-Quran 
atau benda-benda yang secara nominal tidak ada harganya.
Hal seperti ini yang di masa sekarang kurang dipahami dengan cermat oleh 
kebanyakan wanita muslimah. Padahal mahar itu adalah nafkah awal, sebelum 
nafkah rutin berikutnya diberikan suami kepada istri. Jadi sangat wajar bila 
seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal 
tertentu. Misalnya uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, deposito syariah, 
saham, kontrakan, perusahaanatau benda berharga lainnya.
Adapun mushaf Al-Quran dan seperangkat alat shalat, tentu saja nilai nominalnya 
sangat rendah, sebab bisa didapat hanya dengan beberapa puluh ribu rupiah saja. 
Sangat tidak wajar bila calon suamiyang punya penghasilan menengah, tetapi 
hanya memberi mahar semurah itu kepada calon istrinya.
Akhirnya dengan dalih agar tidak dibilang ''mata duitan'', banyak wanita 
muslimah yang lebih memilih mahar semurah itu. Lalu diembel-embeli dengan 
permintaan agar suaminya itu mengamalkan Al-Quran. Padahal pengamalan Al-Quran 
itu justru tidak terukur, bukan sesuatu yang eksak. Sedangkan ayat dan hadits 
yang bicara tentang mahar justru sangat eksak dan bicara tentang nilai nominal. 
Bukan sesuatu yang bersifat abstrak dan nilai-nilai moral.
Justru embel-embel inilah yang nantinya akan merepotkan diri sendiri. Sebab 
bila seorang suami berjanji untuk mengamalkan isi Al-Quran sebagai mahar, maka 
mahar itu menjadi tidak terbayar manakala dia tidak mengamalkannya. Kalau mahar 
tidak terbayar, tentu saja akan mengganggu status perkawinannya.
Mahar Dengan Mengajar Al-Quran
Demikian juga bila maharnya adalah mengajarkan Al-Quran kepada istri, tentu 
harus dibuat batasan bentuk pengajaran yang bagaimana, kurikulumnya apa, berapa 
kali pertemuan, berapa ayat, pada kitab rujukan apa dan seterusnya. Sebab 
ketika mahar itu berbentuk emas, selalu disebutkan jumlah nilainya atau 
beratny, maka ketika mahar itu berbentuk pengajaran Al-Quran, juga harus 
ditetapkan batasannya.
Kejadian di masa Rasulullah SAW di mana seorang shahabat memberi mahar berupa 
hafalan Al-Quran, harus dipahami sebagai jasa mengajarkan Al-Quran. Dan 
mengajarkan Al-Quran itu memang jasa yang lumayan mahal secara nominal. Apalagi 
kita tahu bahwaistilah ''mengajarkan Al-Quran'' di masa lalu bukan sebatas agar 
istri bisa hafal bacaannya belaka, melainkan juga sekaligus dengan makna, 
tafsir, pemahaman fiqih dan ilmu-ilmu yang terkait dengan masing-masing ayat 
tersebut.
Dari Sahal bin Sa''ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya 
Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah 
seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika 
kamu tidak ingin menikahinya." Rasulullah berkata," Punyakah kamu sesuatu untuk 
dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" Nabi 
menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, 
carilah sesuatu." Dia berkata," aku tidak mendapatkan sesuatupun." Rasulullah 
berkata, " Carilah walau cincin dari besi." Dia mencarinya lagi dan tidak juga 
mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal qur''an?" 
Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. 
Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan 
qur''anmu" (HR Bukhori Muslim).
Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa beliau bersabda," Ajarilah 
dia al-qur''an." Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang 
diajarkannya itu adalah 20 ayat.
Permintaan mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal ini pada 
gilirannya harus dipandang wajar, sebab kebanyakan wanita sekarang seolah tidak 
terlalu mempedulikan lagi nilai nominal mahar yang akan diterimanya.
Nominal Mahar Dalam Kajian Para Ulama
Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar itu 
adalah 10 dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 
dirham. Meskipun demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal 
dengan mahar.
Bila Laki-laki Tidak Mampu Boleh Mencicil
Kenyataan bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sangat dipahami 
oleh syariah Islam. Bahwa sebagian dari manusia ada yangkaya dan sebagian besar 
miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan sebaliknya 
ada juga yang tidak mampu memenuhinya.
Karena itu, syariah Islam memberikan keringanan kepada laki-laki yang tidak 
mampu memberikan mahar bernilai nominal yang tinggi sesuai permintaan calon 
istri, untuk mencicilnya atau mengangsurnya. Kebijakan angsuran mahar ini 
sebagai jalan tengah agar terjadi win-win solution antara kemampuan suami dan 
hak istri. Agar tidak ada yang dirugikan.
Istri tetap mendapatkan haknya berupa mahar yang punya nilai nominal, sedagkan 
suami tidak diberatkan untuk membayarkannya secara tunai. Inilah yang selama 
ini sudah berjalan di dalam hukum Islam. Ingatkah anda, setiap kali ada ijab 
kabul diucapkan, selalu suami mengatakan,"Saya terima nikahnya dengan maskawin 
tersebut di atas TUNAI!!." Mengapa ditambahi dengan kata ''TUNAI''?, sebab 
suami menyatakan sanggup untuk memberikan mahar secara tunai.
Namun bila dia tidak punya kemampuan untuk membayar tunai, dia boleh 
mengangsurnya dalam jangka waktu tertentu. Jadi bisa saja bunyi ucapan 
lafadznya begini: "Saya terima nikahnya dengan maskawin uang senilai 100 juta 
yang dibayarkan secara cicilan selama 10 tahun."
Bila Terlalu Miskin Dan Sangat Tidak Mampu
Namun ada juga kelas masyarakat yang sangat tidak mampu, miskin dan juga fakir. 
Di mana untuk sekedar makan sehari-hari pun tidak punya kepastian. Namun dia 
ingin menikah dan punya istri.
Solusinya adalah dia boleh memilih istri yang sekiranya sudah mengerti keadaan 
ekonominya. Kalau membayar maharnya saja tidak mampu, apalagi bayar nafkah. 
Logika seperti itu harus sudah dipahami dengan baik oleh siapapun wanita yang 
akan menjadi istrinya.
Maka Islam membolehkan dia memberi mahar dalam bentuk apapun, dengan nilai 
serendah mungkin. Misalnya cincin dari besi, sebutir korma, jasa 
mengajarkanatau yang sejenisnya. Yang penting kedua belah pihak ridho dan rela 
atas mahar itu.
a. Sepasang Sendal Di masa Rasulullah SAW, kejadian mengenaskan seperti itu 
pernah terjadi. Di mana seorang laki-laki yang sangat miskin ingin menikah dan 
tidak punya harta apapun. Maka dibolehkan mahar itu meski berupa sendal.
Dari Amir bin Rabi''ah bahwa seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan 
mas kawin sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Relakah kau dinikahi 
jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal ini?" Dia menjawab," Rela." Maka 
Rasulullahpun membolehkannya(HR. Ahmad 3/445, Tirmidzi 113, Ibnu madjah 1888).
b. Hafalan Quran: 
Ada juga orang yang sangat miskin, tidak punya harta apapun, namun di kepalanya 
ada ilmu-ilmu keIslaman, dia banyak hafal Al-Quran dan mengerti dengan baik 
tiap ayat yang pernah dipelajarinya.
Maka atas ilmunya yang sangat berharga itu, dia boleh menjadikannya sebagai 
sebuah ''harta'' yang punya nilai nominal tinggi. Meski tidak berbentuk logam 
emas. Kejadian itu benar-benar ada di masa Rasulullah SAW.
Dari Sahal bin Sa''ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya 
Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah 
seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika 
kamu tidak ingin menikahinya." Rasulullah berkata," Punyakah kamu sesuatu untuk 
dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" Nabi 
menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, 
carilah sesuatu." Dia berkata," aku tidak mendapatkan sesuatupun." Rasulullah 
berkata, " Carilah walau cincin dari besi." Dia mencarinya lagi dan tidak juga 
mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal qur''an?" 
Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. 
Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan 
qur''anmu" (HR Bukhori Muslim).
Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa beliau bersabda," Ajarilah 
dia al-qur''an." Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang 
diajarkannya itu adalah 20 ayat.
c. Tidak Dalam Bentuk Apa-apa: 
Bahkan bila seorang laki-laki tidak punya harta, juga tidak punya ilmu, tapi 
tetap ingin menikah agar tidak jatuh ke dalam lembah zina, boleh saja seorang 
wanita emngikhlaskan semua haknya untuk menerima harta mahar.
Sebab mahar itu memang hak sepenuhnya calon istri, maka bila dia merelakan sama 
sekali tidak menerima apa pun dari suaminya, tentu tidak mengapa. Dan kejadian 
itu pun pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. Cukup baginya suaminya yang 
tadinya masih non muslim itu untuk masuk Islam, lalu wanita itu rela dinikahi 
tanpa pemberian apa-apa. Atau dengan kata lain, keIslamanannya itu menjadi 
mahar untuknya.
Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata, " 
Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu 
kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi 
kalau kamu masuk Islam, keIslamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan 
menuntut lainnya." Maka jadilah keIslaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam 
pernikahannya itu. (HR Nasa''i 6/ 114).
Semua hadist tadi menunjukkan kasus kasus yang terjadi di masa lalu, di mana 
seorang laki-laki yang punya kewajiban memberi mahar dengan nilai tertentu, 
tidak mampu membayarkannya. Hadits-hadits di atas tidak menunjukkan standar 
nilai nominal mahar di masa itu, melainkan sebuah pengecualian.
Hal itu terbukti ketika Umar Bin Khattab Ra berinisiatif memberikan batas 
maksimal untuk masalah mahar saat beliau bicara di atas mimbar. Beliau 
menyebutkan maksimal mahar itu adalah 400 dirham. Namun segera saja dia 
menerima protes dari para wanita dan memperingatkannya dengan sebuah ayat 
qur''an. Sehingga Umar pun tersentak kaget dan berkata,"Allahumma afwan, 
ternyata orang -orang lebih faqih dari Umar." Kemudian Umar kembali naik 
mimbar,"Sebelumnya aku melarang kalian untuk menerima mahar lebih dari 400 
dirham, sekarang silahkan lakukan sekehendak anda."
Dalam konteks kebiasaan mahalnya mahar wanita di zaman itulah kira-kira 
tepatnya hadits Rasulullah SAW berikut.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda," Nikah yang paling besar 
barakahnya itu adalah yang murah maharnya" (HR Ahmad 6/145)
Namun hadits ini perlu dipahami dalam konteks wanita di masa itu yang sama 
sekali tidak mau bergeming dari tarif mahar yang diajukannya. Sedangkan untuk 
konteks kita di Indonesia, di mana kebiasaan kita memberi mahar berupa mushaf 
Al-Quran dan seperangkat alat shalat yang sangat murah, tentu perlu dipahami 
secara lebih luas.
Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
(http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1141350054)

Silahkan.

Salam,
Stephanus Iqbal






________________________________
From: item abu <item...@yahoo.com>
To: zamanku@yahoogroups.com
Sent: Sun, December 20, 2009 9:08:10 AM
Subject: Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?

  
Hehe... mau putar lidah spt apapun, faktanya tetap adalah dgn mahar, maka si 
cewek jadi halal diembat. Lalu setelah talak 3 yg cukup dg ngucapin 3 kata 
doang, si cewek udah dicerai dan ga dpt apa2 lagi selain maharnya dan sedikit 
kompensasi. 

Apa bedanya dgn pergi ke PSK? Ga ada bo, mahar = tarif PSK, kompensasi = tip. 

Ga heran kalo Arab2 yg soleh datang ke Puncak, atau India dll buat nikah, resmi 
pake penghulu, bayar mahar, ngucapin ijab qabul di depan saksi, lalu beberapa 
hari kemudian talak 3. Resmi tuh, sesuai dgn ajaran Islam 100%.

Quran aje bilang halal koq make harta buat nikmatin cewek, asal bayar aja. Cuma 
biasa tuh, orang Islam suka nipu, makanya terjemahannya diubah.

Hehehe... Islam itu emang nganggep cewek sbg komoditi sex, makanya ada kawin 
mutah atau kawin misyar selain kawin resmi yg sebetulnya ga banyak beda dgn 
pelacuran. Cuma orang Islam aja yg suka putar lidah ngebual ga ngajarin Islam 
yg benr.

Tanya tuh ama si tawangalun, gue ini ngarti Islam apa kagak. Sekalian aja lu 
konfirmasi ke si tawangalun soal dia nganjurin buat merkosa cino2.



--- On Sat, 12/19/09, stephanus iqbal <krag...@yahoo. com> wrote:


>From: stephanus iqbal <krag...@yahoo. com>
>Subject: Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?
>To: zama...@yahoogroups .com
>Date: Saturday, December 19, 2009, 6:28 AM
>
>
>>
>
>
>
>  >
>
> 
>>      
> 
>Pernyataan bodoh dari seseorang yang tidak mengerti. Sangat disayangkan di 
>jaman yang serba maju ini masih ada kebodohan yang sedemikian dalam. Hanya 
>karena ada praktik keagamaan yang menyimpang bukan berarti agama tersebut 
>mengajarkan seperti itu.
>
>
>Kenyataan dalam ajaran Islam, pemberian mahar itu bukan untuk membeli wanita. 
>kalau seandainya diperbolehkan berpikir semacam itu, maka Islam akan 
>menghalalkan pelacuran. Alasan karena pelacuran diharamkan karena pelacuran 
>mematerialkan martabat seorang manusia, selain daripada sebuah perilaku zinah.
>http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1141350054
>
>
>Untuk lebih kelasnya mengenai mahar, silahkan baca link tersebut.\
>
>
>Salam,
>
>Stephanus Iqbal
>
>
>
>
>
________________________________
From: item abu <item...@yahoo. com>
>To: zama...@yahoogroups .com
>Sent: Sat, December 19, 2009 4:17:50 PM
>Subject: Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?
>
>  >
>
> 
>>      
> 
>Yg paling tepat adalah nikah di Islam itu adalah pelacuran legal yg disuruh 
>ame auloh.
>
>Asal udah bayar mahar, maka si cewek halal diembat kapan aje dimana aje, dan 
>si cewek ga berhak nolak krn udah terima bayaran. Kalo udah bosen, talak 3 
>aje, si cewek paling2 dpt tips sekedarnya. 
>
>Hebatnya, Islam ngakunya udah ngangkat harkat cewek dgn bilang bhw dgn si 
>cewek udah diembat, maka maharnya ga boleh diminta kembali. Itu sih ga pake 
>ajaran auloh jg udah dipraktekin di lapangan, cuma Islam aje yg terus ngesahin 
>sambil ngebanggain keberhasilannya ini.
>
>
>
>
>> "Tawangalun" <tawangalun@ ...> wrote:
>
>>>> Genduk Mus selalu mendengung dengungkan
>>>>> katanya Polygami itu tak ubahnya pelacuran,
>>>>> kalau saya kok ngatain berbeda sama sekali
>>
>>>>Jangan memfitnah, tak pernah saya men-dengung2kan poligamy tak ubahnya 
>>>>pelacuran.
>>
>>>>Saya selalu menekankan bahwa pernyataan bahwa Poligamy merupakan variasi 
>>>>dari praktek pelacuran itu sudah merupakan hasil study ilmiah yang kemudian 
>>>>diadopsi kedalam HAM untuk melindungi harkat persamaan hak wanita.
>>
>>>>Jadi itu bukan pendapat saya, melainkan sudah menjadi pemahaman universal 
>>>>diseluruh dunia yang tak perlu diperdebatkan lagi.
>>
>>>>Oleh karena itu, kalo anda tidak setuju, silahkan debatnya ke United Nation 
>>>>jangan complain kepada saya.
>>
>>>>Saya pribadi hanya menyatakan setuju dengan pernyataan UN ini apalagi saya 
>>>>juga melakukan study yang mendalam dengan hasil yang sama.
>>
>>>>Jangan buang2 waktu me-nyalah2kan saya, salahkan saja UN, debat kesana kalo 
>>>>anda bisa berhasil??? Biar gimana kalo anda ingin pendapat anda diterima 
>>>>seluruh dunia, buktikanlah dengan study yang jelas bukan dengan keimanan 
>>>>yang tidak mungkin diterima semua orang.
>>
>>>>Sekali lagi ya....  janganlah cari2 untuk membenarkan poligamy, karena 
>>>>kemanapun rujukannya, poligamy dilarang diseluruh dunia meskipun anda tetap 
>>>>ngotot mau mempertahankan poligamy dengan alasan keimanan Islam.  Apakah 
>>>>anda pikir dunia bisa berubah pendapat hanya karena Islam membolehkan 
>>>>Poligamy ????  Jelas mustahil, karena Kristen, Hindu, Buddha dan semua 
>>>>agama juga mulanya mendukung poligami, bahkan agama itu memang semua 
>>>>membolehkan poligami tidak ada agama yang melarang poligamy.
>>
>>>>Dan yang melarang poligamy itu sekarang dunia modern bukan dunia agama.  
>>>>Semua agama sudah bersedia mematuhi larangan poligamy meskipun tetap masih 
>>>>mempraktekkannya seperti agama Kristen aliran Mormon.  Secara general, 
>>>>semua pendeta2 Mormon setuju dilarangnya poligamy dalam agama mereka.
>>
>>>>Yang masih ngotot mempertahankan poligamy sekarang ini hanyalah Islam 
>>>>meskipun umat Islam sendiri seperti saya ini secara mayoritas juga menolak 
>>>>poligamy.  Mayoritas Islam di Indonesia menolak poligamy meskipun agama 
>>>>Islam tidak melarangnya.
>>
>>>>Ny. Muslim binti Muskitawati.
>>
>> 
>
> 

 


      

Kirim email ke