Mahar itu cuma sekali aja koq, kalo udah dikasih isteri itu ga dpt apa2 lagi. 
Cuma suami itu mesti ngasih makan isterinya SELAMA isterinya patuh. Kalo 
isterinya ga patuh, ga wajib dikasih makan. Ya maklum aja kalo isteri mesti 
dikasih makan, kan harus terus ngelayani suaminya tiap kali suaminya horny.

Kalo udah cerai, kan si isteri cuma dpt maharnya doang. Ga ada beda dgn 
pelacur, kalo udah dipake ya jelas hrs bayar.

Nikah Islami itu emang lebih murah dr pergi ke PSK, Islam jelas2 nekan harga 
mahar biar murah, udah bosen, tinggal ngucapin talak 3x. Uenaknya jadi orang 
Islam.

Mau puter lidah kayak apa jg faktanya kan tetap spt yg gua bilang, kalo asal 
bayar mahar, maka si cewek halal dipake. Kalo dicerai, si cewek cuma dpt mahar 
doang. Jadi mahar itu ga beda dgn bayaran buat make si cewek.





--- On Sat, 12/19/09, stephanus iqbal <krag...@yahoo.com> wrote:

From: stephanus iqbal <krag...@yahoo.com>
Subject: Mahar - Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?
To: zamanku@yahoogroups.com
Date: Saturday, December 19, 2009, 9:23 PM







 



  


    
      
      
      Kenyataan yang saya lihat saat ini adalah anda tidak mengerti Islam. 
Mohon maaf kalau saya salah, tapi tidak ada pernyataan yang tulis yang 
menunjukkan anda mengerti sedikitpun tentang Islam. Mengetahui sedikit hal 
mungkin, tapi mengerti dalam artian memahami sama sekali tidak.
Jika anda segan untuk membaca link yang saya berikan, baiknya saya copy paste 
supaya anda sedikit mengerti mengenai pernikahan dalam Islam.
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Mahar adalah harta yang diberikan 
pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal
 hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya, sehingga bentuk dan 
nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak istri. Bisa saja mahar itu 
berbentuk uang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak istri.Mahar 
dan Nilai NominalMahar ini pada hakikatnya dinilai dengan nilai uang, sebab 
mahar adalah harta, bukan sekedar simbol belaka. Itulah sebabnya seorang 
dibolehkan menikahi budak bila tidak mampu memberi mahar yang diminta oleh 
wanita merdeka. Kata ''tidak mampu'' ini menunjukkan bahwa mahar di masa lalu 
memang benar-benar harta yang punya nilai nominal tinggi. Bukan semata-mata 
simbol seperti mushaf Al-Quran atau benda-benda yang secara nominal tidak ada 
harganya.Hal seperti ini yang di masa sekarang kurang dipahami dengan cermat 
oleh kebanyakan wanita muslimah. Padahal mahar itu adalah nafkah awal, sebelum 
nafkah rutin berikutnya diberikan suami kepada istri. Jadi sangat wajar bila 
seorang wanita
 meminta mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal tertentu. Misalnya 
uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, deposito syariah, saham, kontrakan, 
perusahaanatau benda berharga lainnya.Adapun mushaf Al-Quran dan seperangkat 
alat shalat, tentu saja nilai nominalnya sangat rendah, sebab bisa didapat 
hanya dengan beberapa puluh ribu rupiah saja. Sangat tidak wajar bila calon 
suamiyang punya penghasilan menengah, tetapi hanya memberi mahar semurah itu 
kepada calon istrinya.Akhirnya dengan dalih agar tidak dibilang ''mata 
duitan'', banyak wanita muslimah yang lebih memilih mahar semurah itu. Lalu 
diembel-embeli dengan permintaan agar suaminya itu mengamalkan Al-Quran. 
Padahal pengamalan Al-Quran itu justru tidak terukur, bukan sesuatu yang eksak. 
Sedangkan ayat dan hadits yang bicara tentang mahar justru sangat eksak dan 
bicara tentang nilai nominal. Bukan sesuatu yang bersifat abstrak dan 
nilai-nilai moral.Justru embel-embel
 inilah yang nantinya akan merepotkan diri sendiri. Sebab bila seorang suami 
berjanji untuk mengamalkan isi Al-Quran sebagai mahar, maka mahar itu menjadi 
tidak terbayar manakala dia tidak mengamalkannya. Kalau mahar tidak terbayar, 
tentu saja akan mengganggu status perkawinannya.Mahar Dengan Mengajar 
Al-QuranDemikian juga bila maharnya adalah mengajarkan Al-Quran kepada istri, 
tentu harus dibuat batasan bentuk pengajaran yang bagaimana, kurikulumnya apa, 
berapa kali pertemuan, berapa ayat, pada kitab rujukan apa dan seterusnya. 
Sebab ketika mahar itu berbentuk emas, selalu disebutkan jumlah nilainya atau 
beratny, maka ketika mahar itu berbentuk pengajaran Al-Quran, juga harus 
ditetapkan batasannya.Kejadian di masa Rasulullah SAW di mana seorang shahabat 
memberi mahar berupa hafalan Al-Quran, harus dipahami sebagai jasa mengajarkan 
Al-Quran. Dan mengajarkan Al-Quran itu memang jasa yang lumayan mahal secara 
nominal. Apalagi
 kita tahu bahwaistilah ''mengajarkan Al-Quran'' di masa lalu bukan sebatas 
agar istri bisa hafal bacaannya belaka, melainkan juga sekaligus dengan makna, 
tafsir, pemahaman fiqih dan ilmu-ilmu yang terkait dengan masing-masing ayat 
tersebut.Dari Sahal bin Sa''ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang 
berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu 
berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku 
saja jika kamu tidak ingin menikahinya. " Rasulullah berkata," Punyakah kamu 
sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" 
Nabi menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung 
lagi, carilah sesuatu." Dia berkata," aku tidak mendapatkan sesuatupun." 
Rasulullah berkata, " Carilah walau cincin dari besi." Dia mencarinya lagi dan 
tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kamu menghafal 
qur''an?" Dia menjawab,"Ya
 surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah 
Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan qur''anmu" (HR 
Bukhori Muslim).Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa beliau 
bersabda," Ajarilah dia al-qur''an." Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan 
bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu adalah 20 ayat.Permintaan mahar dalam 
bentuk harta yang punya nilai nominal ini pada gilirannya harus dipandang 
wajar, sebab kebanyakan wanita sekarang seolah tidak terlalu mempedulikan lagi 
nilai nominal mahar yang akan diterimanya.Nominal Mahar Dalam Kajian Para 
UlamaSecara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar 
itu adalah 10 dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 
3 dirham. Meskipun demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal 
dengan mahar.Bila Laki-laki Tidak Mampu Boleh
 MencicilKenyataan bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sangat 
dipahami oleh syariah Islam. Bahwa sebagian dari manusia ada yangkaya dan 
sebagian besar miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya 
dan sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya.Karena itu, syariah Islam 
memberikan keringanan kepada laki-laki yang tidak mampu memberikan mahar 
bernilai nominal yang tinggi sesuai permintaan calon istri, untuk mencicilnya 
atau mengangsurnya. Kebijakan angsuran mahar ini sebagai jalan tengah agar 
terjadi win-win solution antara kemampuan suami dan hak istri. Agar tidak ada 
yang dirugikan.Istri tetap mendapatkan haknya berupa mahar yang punya nilai 
nominal, sedagkan suami tidak diberatkan untuk membayarkannya secara tunai. 
Inilah yang selama ini sudah berjalan di dalam hukum Islam. Ingatkah anda, 
setiap kali ada ijab kabul diucapkan, selalu suami mengatakan," Saya terima 
nikahnya dengan
 maskawin tersebut di atas TUNAI!!." Mengapa ditambahi dengan kata ''TUNAI''?, 
sebab suami menyatakan sanggup untuk memberikan mahar secara tunai.Namun bila 
dia tidak punya kemampuan untuk membayar tunai, dia boleh mengangsurnya dalam 
jangka waktu tertentu. Jadi bisa saja bunyi ucapan lafadznya begini: "Saya 
terima nikahnya dengan maskawin uang senilai 100 juta yang dibayarkan secara 
cicilan selama 10 tahun."Bila Terlalu Miskin Dan Sangat Tidak MampuNamun ada 
juga kelas masyarakat yang sangat tidak mampu, miskin dan juga fakir. Di mana 
untuk sekedar makan sehari-hari pun tidak punya kepastian. Namun dia ingin 
menikah dan punya istri.Solusinya adalah dia boleh memilih istri yang sekiranya 
sudah mengerti keadaan ekonominya. Kalau membayar maharnya saja tidak mampu, 
apalagi bayar nafkah. Logika seperti itu harus sudah dipahami dengan baik oleh 
siapapun wanita yang akan menjadi istrinya.Maka Islam membolehkan
 dia memberi mahar dalam bentuk apapun, dengan nilai serendah mungkin. Misalnya 
cincin dari besi, sebutir korma, jasa mengajarkanatau yang sejenisnya. Yang 
penting kedua belah pihak ridho dan rela atas mahar itu.a. Sepasang Sendal Di 
masa Rasulullah SAW, kejadian mengenaskan seperti itu pernah terjadi. Di mana 
seorang laki-laki yang sangat miskin ingin menikah dan tidak punya harta 
apapun. Maka dibolehkan mahar itu meski berupa sendal.Dari Amir bin Rabi''ah 
bahwa seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mas kawin sepasang 
sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu 
dengan sepasang sendal ini?" Dia menjawab," Rela." Maka Rasulullahpun 
membolehkannya(HR. Ahmad 3/445, Tirmidzi 113, Ibnu madjah 1888).b. Hafalan 
Quran: 
Ada juga orang yang sangat miskin, tidak punya harta apapun, namun di kepalanya 
ada ilmu-ilmu keIslaman, dia banyak hafal Al-Quran dan mengerti
 dengan baik tiap ayat yang pernah dipelajarinya.Maka atas ilmunya yang sangat 
berharga itu, dia boleh menjadikannya sebagai sebuah ''harta'' yang punya nilai 
nominal tinggi. Meski tidak berbentuk logam emas. Kejadian itu benar-benar ada 
di masa Rasulullah SAW.Dari Sahal bin Sa''ad bahwa nabi SAW didatangi seorang 
wanita yang berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu 
berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah 
kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya. " Rasulullah 
berkata," Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak 
kecuali hanya sarungku ini" Nabi menjawab,"bila kau berikan sarungmu itu maka 
kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu." Dia berkata," aku tidak 
mendapatkan sesuatupun." Rasulullah berkata, " Carilah walau cincin dari besi." 
Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata 
lagi," Apakah kamu menghafal
 qur''an?" Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang 
dihafalnya. Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar 
hafalan qur''anmu" (HR Bukhori Muslim).Dalam beberapa riwayat yang shahih 
disebutkan bahwa beliau bersabda," Ajarilah dia al-qur''an." Dalam riwayat Abu 
Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu adalah 20 ayat.c. 
Tidak Dalam Bentuk Apa-apa: 
Bahkan bila seorang laki-laki tidak punya harta, juga tidak punya ilmu, tapi 
tetap ingin menikah agar tidak jatuh ke dalam lembah zina, boleh saja seorang 
wanita emngikhlaskan semua haknya untuk menerima harta mahar.Sebab mahar itu 
memang hak sepenuhnya calon istri, maka bila dia merelakan sama sekali tidak 
menerima apa pun dari suaminya, tentu tidak mengapa. Dan kejadian itu pun 
pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. Cukup baginya suaminya yang tadinya 
masih non muslim itu untuk masuk Islam, lalu wanita
 itu rela dinikahi tanpa pemberian apa-apa. Atau dengan kata lain, 
keIslamanannya itu menjadi mahar untuknya.Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang 
Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata, " Demi Allah, lelaki sepertimu tidak 
mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak 
halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keIslamanmu 
bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya." Maka jadilah 
keIslaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR Nasa''i 6/ 
114).Semua hadist tadi menunjukkan kasus kasus yang terjadi di masa lalu, di 
mana seorang laki-laki yang punya kewajiban memberi mahar dengan nilai 
tertentu, tidak mampu membayarkannya. Hadits-hadits di atas tidak menunjukkan 
standar nilai nominal mahar di masa itu, melainkan sebuah pengecualian.Hal itu 
terbukti ketika Umar Bin Khattab Ra berinisiatif memberikan batas maksimal 
untuk masalah mahar saat
 beliau bicara di atas mimbar. Beliau menyebutkan maksimal mahar itu adalah 400 
dirham. Namun segera saja dia menerima protes dari para wanita dan 
memperingatkannya dengan sebuah ayat qur''an. Sehingga Umar pun tersentak kaget 
dan berkata,"Allahumma afwan, ternyata orang -orang lebih faqih dari Umar." 
Kemudian Umar kembali naik mimbar,"Sebelumnya aku melarang kalian untuk 
menerima mahar lebih dari 400 dirham, sekarang silahkan lakukan sekehendak 
anda."Dalam konteks kebiasaan mahalnya mahar wanita di zaman itulah kira-kira 
tepatnya hadits Rasulullah SAW berikut.Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW 
bersabda," Nikah yang paling besar barakahnya itu adalah yang murah 
maharnya" (HR Ahmad 6/145)Namun hadits ini perlu dipahami dalam konteks wanita 
di masa itu yang sama sekali tidak mau bergeming dari tarif mahar yang 
diajukannya. Sedangkan untuk konteks kita di Indonesia, di mana kebiasaan kita 
memberi mahar berupa mushaf
 Al-Quran dan seperangkat alat shalat yang sangat murah, tentu perlu dipahami 
secara lebih luas.Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi 
wabarakatuh,Ahmad Sarwat, Lc.(http://www.ustsarwa t.com/web/ ust.php?id= 
1141350054)
Silahkan.

Salam,
Stephanus Iqbal


From: item abu <item...@yahoo. com>
To: zama...@yahoogroups .com
Sent: Sun, December 20, 2009 9:08:10 AM
Subject: Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?

















 



    
      
      
      Hehe... mau putar lidah spt apapun, faktanya tetap adalah dgn mahar, maka 
si cewek jadi halal diembat. Lalu setelah talak 3 yg cukup dg ngucapin 3 kata 
doang, si cewek udah dicerai dan ga dpt apa2 lagi selain maharnya dan sedikit 
kompensasi. 

Apa bedanya dgn pergi ke PSK? Ga ada bo, mahar = tarif PSK, kompensasi = tip. 

Ga heran kalo Arab2 yg soleh datang ke Puncak, atau India dll buat nikah, resmi 
pake penghulu, bayar mahar, ngucapin ijab qabul di depan saksi, lalu beberapa 
hari kemudian talak 3. Resmi tuh, sesuai dgn ajaran Islam 100%.

Quran aje bilang halal koq make harta buat nikmatin cewek, asal bayar aja. Cuma 
biasa tuh, orang Islam suka nipu, makanya terjemahannya diubah.

Hehehe... Islam itu emang nganggep cewek sbg komoditi sex, makanya ada kawin 
mutah atau kawin misyar selain kawin resmi yg sebetulnya ga banyak
 beda dgn
 pelacuran. Cuma orang Islam aja yg suka putar lidah ngebual ga ngajarin Islam 
yg benr.

Tanya tuh ama si tawangalun, gue ini ngarti Islam apa kagak. Sekalian aja lu 
konfirmasi ke si tawangalun soal dia nganjurin buat merkosa cino2.



--- On Sat, 12/19/09, stephanus iqbal <krag...@yahoo. com> wrote:

From: stephanus iqbal <krag...@yahoo. com>
Subject: Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?
To: zama...@yahoogroups .com
Date: Saturday, December 19, 2009, 6:28 AM







 



    
      
      
      Pernyataan bodoh dari seseorang yang tidak mengerti. Sangat disayangkan 
di jaman yang serba maju ini masih ada kebodohan yang sedemikian dalam. Hanya 
karena ada praktik keagamaan yang menyimpang bukan berarti agama tersebut 
mengajarkan seperti itu.
Kenyataan dalam ajaran Islam, pemberian mahar itu bukan untuk membeli wanita. 
kalau seandainya diperbolehkan berpikir semacam itu, maka Islam akan 
menghalalkan pelacuran. Alasan karena pelacuran diharamkan karena pelacuran 
mematerialkan martabat seorang manusia, selain daripada sebuah perilaku zinah.
http://www.ustsarwa t.com/web/ ust.php?id= 1141350054
Untuk lebih kelasnya mengenai mahar, silahkan baca link tersebut.\
Salam,
Stephanus Iqbal

From: item abu <item...@yahoo. com>
To: zama...@yahoogroups .com
Sent: Sat, December 19, 2009 4:17:50 PM
Subject: Re: [zamanku] Re: Opo Polygami podo dg Pelacuran?

















 



    
      
      
      Yg paling tepat adalah nikah di Islam itu adalah pelacuran legal yg 
disuruh ame auloh.

Asal udah bayar mahar, maka si cewek halal diembat kapan aje dimana aje, dan si 
cewek ga berhak nolak krn udah terima bayaran. Kalo udah bosen, talak 3 aje, si 
cewek paling2 dpt tips sekedarnya. 

Hebatnya, Islam ngakunya udah ngangkat harkat cewek dgn bilang bhw dgn si cewek 
udah diembat, maka maharnya ga boleh diminta kembali. Itu sih ga pake ajaran 
auloh jg udah dipraktekin di lapangan, cuma Islam aje yg terus ngesahin sambil 
ngebanggain keberhasilannya ini.




> "Tawangalun" <tawangalun@ ...> wrote:

> Genduk Mus selalu mendengung dengungkan

> katanya Polygami itu tak ubahnya pelacuran,

> kalau saya kok ngatain berbeda sama sekali



Jangan memfitnah, tak pernah saya men-dengung2kan poligamy tak ubahnya 
pelacuran.



Saya selalu menekankan bahwa pernyataan bahwa Poligamy merupakan variasi dari 
praktek pelacuran itu sudah merupakan hasil study ilmiah yang kemudian diadopsi 
kedalam HAM untuk melindungi harkat persamaan hak wanita.



Jadi itu bukan pendapat saya, melainkan sudah menjadi pemahaman universal 
diseluruh dunia yang tak perlu diperdebatkan lagi.



Oleh karena itu, kalo anda tidak setuju, silahkan debatnya ke United Nation 
jangan complain kepada saya.



Saya pribadi hanya menyatakan setuju dengan pernyataan UN ini apalagi saya juga 
melakukan study yang mendalam dengan hasil yang sama.



Jangan buang2 waktu me-nyalah2kan saya, salahkan saja UN, debat kesana kalo 
anda bisa berhasil??? Biar gimana kalo anda ingin pendapat anda diterima 
seluruh dunia, buktikanlah dengan study yang jelas bukan dengan keimanan yang 
tidak mungkin diterima semua orang.



Sekali lagi ya....  janganlah cari2 untuk membenarkan poligamy, karena 
kemanapun rujukannya, poligamy dilarang diseluruh dunia meskipun anda tetap 
ngotot mau mempertahankan poligamy dengan alasan keimanan Islam.  Apakah anda 
pikir dunia bisa berubah pendapat hanya karena Islam membolehkan Poligamy ????  
Jelas mustahil, karena Kristen, Hindu, Buddha dan semua agama juga mulanya 
mendukung poligami, bahkan agama itu memang semua membolehkan poligami tidak 
ada agama yang melarang poligamy.



Dan yang melarang poligamy itu sekarang dunia modern bukan dunia agama.  Semua 
agama sudah bersedia mematuhi larangan poligamy meskipun tetap masih 
mempraktekkannya seperti agama Kristen aliran Mormon.  Secara general, semua 
pendeta2 Mormon setuju dilarangnya poligamy dalam agama mereka.



Yang masih ngotot mempertahankan poligamy sekarang ini hanyalah Islam meskipun 
umat Islam sendiri seperti saya ini secara mayoritas juga menolak poligamy.  
Mayoritas Islam di Indonesia menolak poligamy meskipun agama Islam tidak 
melarangnya.



Ny. Muslim binti Muskitawati.





    
     

    










    
     



 





      

    
     


















      

    
     



 





      

    
     


















      

    
     

    
    


 



  






      

Kirim email ke