Saudara Andri Halim yang saya hormati,
Komentar anda saya baca kata perkata, kalimat perkalimat. Saya merasakan
kejernihan pikiran anda, langsung menangkap masaalah yang sedang dibicarakan
dan menangkap hakekat atau inti masaalah tanpa berpanjang panjang atau
berprasangka buruk. Tepat sungguh seperti yang anda bilang: ..."bagaimana
cara menghilangkan"DISKRIMINASI" dengan tidak adanya diskriminasi lagi maka
secara langsung efek dari Pribumi dan non Pribumi akan pupus dengan
sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari Pribumi dan non pribumi".
Menurut saya inilah kesimpulan terbaik  dari seluruh diskusi yang anda
temukan dengan kepala dingin dan pikiran yang terang. Memang kita tidak
melawan kata tapi melawan setiap pikiran, tindakan maupun naluri
diskriminasi. Hanya dengan pikiran demikian kita bisa mendekati atau
manangkap hakekat melawan diskriminasi secara benar dan terfokus.
Mem-phoby-kan kata <pribumi> yang hanya karena adanya instruksi  seorang
Presiden yang kelanjutan dari seorang Presiden  diktator yang terguling
sebelumnya, cumalah perbuatan sia-sia dan juga terlalu sentris untuk semata
disangkutkan kepada satu etnis, sedangkan sebagian terbesar etnis lainnya
harus manut begitu saja, seolah mereka tidak setetespun menderita racun
diskriminasi. Pandangan sentris yang begini patut kita tentang justru karena
kita menghendaki bangunan masyarakat yang pluralis seperti yang juga anda 
dan saya
menghendakinya.
Melawan diskriminasi ataupum diskriminasi rasial bukan berarti semua etnis
harus dihilangkan identitas etnis-nya, tidak ada lagi Jawa, tidak ada lagi
Sunda, tidak ada lagi Melayu, Batak dsb, dan yang ada hanya Indonesia,
Indonesia dan Indonesia. Itu tentu sangat indah kedengarannya. Dan ketika
dua orang Indonesia yang baru berkenalan di Jakarta umpamanya, yang satu
tanya : "Saudara berasal dari mana?".Lalu yang ditanya menjawab: "Saya
berasal dari Indonesia". Dan lalu terjadilah dialog dan tanya jawab sbb:

"Di mana kampung halaman saudara?

"Kampung halaman saya  di Indonesia"
"Dan saudara tinggal di mana?"
"Saya tinggal di Indonesia".
"Saudara berasal dari suku mana"
"Saya berasal dari suku Indonesia"
"Bisakah saya mengetahui alamat Saudara?"
"Alamat saya di Indonesia"
"Di manakah saudara bekerja?"
"Saya bekerja di Indonesia"
"Apakah pekerjaan Saudara?
"Pekerjaan saya Indonesia".
"Apakah saudara Bangsa Indonesia?"
"Bukan, saya peranakan Cina".
"Jadi saudara bukan pribumi???"
"Ah, jangan sebut kata itu, najis! , haramejadah!
Nah beginilah kalau kita ingin menghilangkan identitas etnis orang lain
tapi cuma menjaga identitas etnis sendiri dengan maksud berjuang melawan
diskriminasi hanya melalui kata-kata, perang kata dan pemalsuan kata. Dalam
kehidupan, tidak semua benda bisa dijadikan benda politik, demikian pula
bahasa. Tidak semua kata bisa bisa dimanipulasi untuk kepentingan politik.
Dan bila sudah begini, orang(bila dia adalah penguasa) mulai dengan
memperbudak kata dan lalu menjadi budak kata (yang dikuasai). Saya sendiri
tidak gandrung apalagi fanatik dengan kata <pribumi>, tapi saya
mempertanyakan, mengapa kata itu harus diharamkan dan hingga ini hanya anda
yang bisa menjawab dan meyakinkan saya bahwa pengharaman kata <pribumi> sama
sekali bukan hakekat terjadinya diskriminasi tapi justru politik
diskriminasi Orba-lah yang telah mendiskriminasi semua etnis, termasuk
etnis Cina dan bukan kata <pribumi> yang dijadikan kambing hitam.Tapi
pertanyaan saya dalam bentuk tulisan yang juga menjadi pemikiran saya telah
dipertajam dan dijerumuskan ke jurang fitnah besar, bahwa saya seorang
rasialist, anti Cina, preyektor politik rasialis Orba dsb, dsb-nya ,hanya 
karena ada perbedaan pendapat.Semua
pemikiran saya tidak dijawab dengan pemikiran kembali untuk mengembangkan 
diskusi
yang sehat dan berguna bagi banyak pihak, tapi pada saya diberi cap-cap atau 
stempel
yang bukan saja bermaksud untuk membunuh karakter pribadi saya tapi juga
menghina dan memfitnah orang-orang yang mungkin sefikiran dengan  saya,
senasib dengan saya yang juga menderita diskriminasi seperti saya. Tapi
semua itu telah saya jawab dengan pemikiran, dengan kemampuan yang sesuai 
dengan
yang saya punyai, dengan argumentasi yang tapi juga tentu saja dengan sambil
membela diri dan memberikan reaksi yang adil terhadap serangan dan
fitnah-fitnah yang saya terima. Sebagai ahir kata, saudara Andri, saya
merasakan penderitaan saudara sebagai etnis Cina yang yang sungguh-sungguh
ingin menjadi orang Indonesia yang sejajar dan sederajat dengan semua orang
Indonesia lainnya tidak pandang etnis apapun, tapi toh tetap saja menderita
diskriminasi. Saudara tidak sendiri tapi saudara berada di antara puluhan
bahkan ratusan juta manusia Indonesia yang di-pariakan lainnya yang
didiskiriminir oleh penguasa bangsanya sendiri, dan bahkan kadang-kadang
oleh saudara-saudara se-etnisnya sendiri yang adalah juga sebagai akibat 
politk diskriminasi penguasa diktator di masa lalu. Kita tetap berjuang 
melawan semua
bentuk diskriminasi dan kediktatoran dan bukan hanya melawan kata yang telah
dilumuri tujuan politik gelap. Kita bersihkan kata <pribumi> dari  semua
noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa
lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama
derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan
melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras.
Kecuali memang ada yang berkeinginan lain. Itu adalah urusan mereka.
Salam perkenalan dan persahabatan yang sehangat hangatnya dari saya.
asahan aidit.





----- Original Message ----- 
From: "andri halim" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "Andy Winata" <[EMAIL PROTECTED]>;
<budaya_tionghua@yahoogroups.com>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, September 15, 2005 6:51 AM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi
dan Non Pribumi?


> Salam saudara sekalian,
>
> Ingin rasanya mengungkapkan rasa di hati ini,
> Seperti yg  diketahui telah beberapa ratus tahun Chung
> hua tinggal di Indonesia, sebelum kedatangan VOC
> pertama kali tahun 1600an pun orang-orang chung hua
> telah tinggal bersama orang-orang asli di indonesia
> untuk berdagang, pada saat pertama kali yang datang
> hanya mereka yg berkelamin lelaki, karena pada sekitar
> jaman dinasti Ming (kira2 1300an) ada larangan
> perempuan tidak boleh ke luar negri, sehingga lelaki
> chung hua perantauan menikah dengan penduduk asli
> sekitar, dan ini berjalan dengan baik sampai akhir
> diterbitkannya devide et empera oleh pihak Belanda,
> semua mulai berjalan dengan tidak nyaman
>
>
> Nah yang jadi permasalahan yang dihadapi sekarang
> lebih berat lagi, karena masyarakat Indonesia tidak
> lagi menerima pluralisme, negara terdiri dari beberapa
> macam suku, agama, ras, dll. dan seharusnya pemerintah
> menggalakkan pluralisme agar masyarakatnya dapat
> menerima semua apa yang disebut sebagai "Perbedaan",
> tetapi yang terjadi dilapangan adalah Pemerintah tidak
> mempunyai kekuatan untuk mengatur negara ini, jadi
> begitu gampangnya dipermainkan oleh pihak2 yang
> bertujuan, dan satu hal yang sangat-sangat membuatku
> prihatin adalah :
> OOT :
> Negara ini adalah negara mayoritas Islam terbanyak,
> bahkan masjid terbanyak juga berada di Indonesia, jauh
> lebih banyak dari asal agama itu sendiri, tetapi, yang
> menjadi masalah adalah, islam ada yang Fund dan
> Liberal, dan pemerintah terkesan sangat tidak berkutik
> menghadapi masalah ini, karena sangat terlihat apabila
> ada Is-Fund yang mengerakkan massa, maka pemerintah
> hanya bisa bengong melihat, ini sudah terlalu sering,
> yang akhirnya membuatku berpikir bahwa peranan yang
> paling penting di Negara ini adalah agama mayoritasnya
> nya dari pada pemerintah itu sendiri, yang akhirnya
> membuat masyarakat tidak bisa menerima apa yang
> namanya pluralisme, dan mengakibatkan diskriminasi
> terus berjalan sampai sekarang, (dalam hati aku
> berterima kasih kepada Gus dur, yg sangat Pluralisme
> dan Liberal, masih mau melihat minoritas2 dan menahan
> gerakan Fund)
> ---> bukankan seharusnya pemerintah yang melihat
> kejadian seperti ini dapat membuat ancang2 untuk
> membatasi ruang gerak organisasi2 yang terlalu fund
> seperti ini, agar terciptanya pluralisme
>
> Hah..., kadang aku sedih melihat yang terjadi di
> negara ini, aku seorang Chung hua generasi ketiga dari
> kakek aku yang tinggal di Indonesia, darah aku darah
> China, tetapi aku lahir di negara Indonesia ini,
> sehingga membuat aku sayang kepada tanah air ini,
> dengan lantang aku bisa berteriak aku Orang Indonesia,
> aku Nasionalis, tetapi di dalam hati kecil aku
> menangis, apakah benar aku orang Indonesia, kalau iya
> kenapa terasa telak diskriminasi yang terjadi di
> negara ini seolah-olah aku bukan orang Indonesia,
> ataukah aku hanya menumpang tinggal disini, mencari
> makan disini, apakah hanya sekedar itu?,
>
> Back on topic,
> What is in a name, pernah juga diucapkan oleh Sukarno
> pada saat rapat Baperki kedua, beliau mengatakan bahwa
> apa lah arti sebuah nama, aceng kek, acong kek,
> terserah kamu, suka-suka kamu, nah yang aku ingin
> ungkapkan adalah kenapa mau repot-repot mempersoalkan
> masalah pribumi dan Non-pribumi, wong kita sama saja
> kok sebagai warga negara Indonesia, negara ini sedang
> banyak2nya menghadapi masalah yg lebih penting,
> masalah pribumi ataupun bukan pribumi itu masalah
> belakang, tetapi yg harus dipersoalkan adalah
> bagaimana cara menghilangkan "DISKRIMINASI", dengan
> tidak adanya diskriminasi lagi maka secara langsung
> efek dari Pribumi dan Non-pribumi akan pupus dengan
> sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari Pribumi
> dan Non-pribumi.
>
> Negara ini terdiri dari berbagai suku, agama, ras,
> maka itu marilah kita berpikir ulang, sebenarnya apa
> yang salah, kenapa suku tiong hua saja yang selalu
> bermasalah, bukan maksud aku membela2 native, karena
> menurutku native juga ada yang baik dan yang tidak,
> sama seperti orang2 tiong hua dan orang2 suku lainnya,
> pasti ada yang baik dan tidak, nah yang seharusnya
> dilakukan adalah bagaimana cara mengedukasi orang2
> yang rasialis/yang suka mendiskriminasikan dapat
> menerima "perbedaan", sehingga kita yang dari berbagai
> macam itu dapat bekerjasama dalam membangun negara ini
> jauh lebih baik
>
>
> NB : emai ini benar2 dari yang aku pikirkan selama
> ini, memang dalam hati aku secara jujur banyak setuju
> dengan apa yang diungkapan Bung Asahan, jadi aku nga
> mau panjang2 cerita lagi, karena inti yang aku
> pikirkan rata2 sama, dan walau aku bukan jago politik
> ttp mohon intelektual pribadi aku jgn dihina ya :->,
> kalo aku salah mohon tolong dikoreksi
>
> Rgds,
> Andri
>
>
>
>> __________________________________________________
>> Do You Yahoo!?
>> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam
>> protection around
>> http://mail.yahoo.com > To: "BUDAYA TIONGHUA"
>> <budaya_tionghua@yahoogroups.com>,
>>         "WAHANA" <[EMAIL PROTECTED]>
>> From: "BISAI" <[EMAIL PROTECTED]>
>> Date: Tue, 13 Sep 2005 21:18:15 +0200
>> Subject: [budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa]
>> Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan
>> Non Pribumi?
>>
>> Saudara Mayat Yt.hormat.
>> Ah, nama persembunyian saudara sungguh menakutkan.
>> Tapi apalah arti sebuah nama.
>> Saya akan menanggapi komentar saudara sambil
>> berkelakar saja menyesuaikan diri dengan gaya
>> saudara yang sebelumnya sudah sedikit saya kenal di
>> mulis BT. Rupanya saudara termasuk penganut budaya
>> stempel. Saudara mempunyai dua buah stempel: yang
>> satu dengan tinta
>> Cina dan satunya lagi dengan cat putih. Saudara
>> memulai dengan basa-basi dengan stempel putih
>> saudara yang seakan mengangkat uraian saya dan lalu
>> dengan cepat saudara mengayunkan tangan kuat-kuat
>> dan...Plok!  "bung Asahah Aidit ternyata
>> melaksanakan project rasialist anti tionghoa" tentu
>> saja dengan stempel tinta Cina. Tidak secuil
>> argumentasi ataupun petikan kata-kata dari saya yang
>> saudara gunakan  sebagai alasan saudara, mengapa
>> saya dianggap melaksanakan ""project rasialist anti
>> tionghoa". Tentu dengan stempel hitam yang saudara
>> gunakan itu, saudara bayangkan bahwa saudara telah
>> menjatuhkan bom di atas kepala saya yang sebelum bom
>> itu meledak saudara tulisi dengan huruf-huruf besar
>> "pembunuhan karakter" agar saya runtuh. Ya, saudara
>> Mayat, bukan saya berlagak hebat, tapi selama
>> sepuluh tahun perang Vietnam, hampir setiap hari
>> saya mendengar jatuhan bom yang kadang-kadang cuma
>> puluhan meter jaraknya dari lubang perlindungan.
>> Alhamdulillah saya masih dilindungi Tuhah dan diberi
>> hidup hingga kini.Tapi bom yang saudara jatuhkan
>> meskipun bunyinya seperti suara pistol beneran,tapi
>> pelurunya cuma dari kertas yang dikunyah kunyah
>> duluan lalu dimasukkan ke tabung bambu atau sumpitan
>> anak-anak, lalu disodok...bum!. Peluru kertasnya
>> bertaburan yang semula saudara maksudkan, untuk
>> membunuh karakter saya. Tipikal cara yang sering
>> digunakan oleh orang-orang yang menjadi panik
>> kehilangan argumentasi dan lalu main kasar sambil
>> memberikan cap-cap (tapi saudara menggunakan stempel
>> kuno) secara membabi buta dan itu saudara anggap
>> hebat dan akan mempengaruhi banyak orang.
>> Cara demikian sudah sangat klassik dan saya anjurkan
>> pada saudara janganlah berpikir bahwa pembaca itu
>> bodoh semuanya hingga mudah saudara bawa kemana saja
>> menuruti gertakan saudara. Dunia sudah sangat
>> berubah, demikian pula manusianya, generasinya.
>> Sentimen, emosi, gertak, tidak ada lagi tempatnya
>> dalam perbincangan serius untuk mencari kebenaran.
>> Biasakanlah menggunakan argumen yang baik, analisa
>> yang jernih dan jangan cepat main maki, main cap,
>> main hitam putih hanya oleh karena tidak sependapat
>> dengan orang lain.Tapi rupanya modal terbesar
>> satu-satunya yang saudara miliki adalah kepekaan
>> yang berlebih lebihan. Sedikit sedikit, belum
>> apa-apa asal terasa etnis Cina disinggung, mesin
>> otomatisnya langsung bunyi: anti Cina!
>> rasialist!.... hayyaaaa, bikin orang takut saja.
>> Saya sudah pernah bilang, untuk memerangi
>> rasialist, anti Cina ,tidak bisa dengan cara menakut
>> nakuti orang agar takut dituduh rasialist. Dan juga
>> saya pernah bilang apakah Cina itu sejenis super
>> etnis, tidak boleh dikritik, tidak boleh dicela dan
>> hanya harus dipuja dan dikagumi saja. Untuk menjadi
>> teman Cina yang bersih anti Cina, seseorang harus
>> diawasi dan diteliti kata-katanya,diperiksa
>> sikapnya, dihitung puji-pujiannya, seolah bersahabat
>> dengan Cina seperti bersahabat  dengan Nabi atau
>> anak Tuhan. Wah, capek sekali kalo gitu betemen ame
>> Cina. Tapi dalam kenyataan, di Indonesia selalu
>> terdapat dua macam Cina: Cina yang merakyat yang
>> secara wajar dan alamiah ingin menjadi orang
>> Indonesia, merasa orang Indonesia, rendah hati dan
>> tidak angkuh dan sungguh aneh, kadang-kadang Cina
>> yang begini sering-sering asalnya adalah Cina totok,
>> nggak bisa bahasa Indonesia sepatahpun tapi
>> berasedia menjadi orang Indonesia secara
>> sungguh-sungguh dan nggak pernah merasa dirinya di
>> diskriminasi. Pengalaman demikian, temasuk yang
>> keluarga kami alami sendiri.
>> Sedangkan Cina jenis kedua dengan ciri-ciri arogan
>> bukan kepalang, biasanya yang kaya-kaya(tentu tidak
>> semuanya) dan dari pagi hingga petang cuma curiga
>> dan merasa didiskriminasi dan mem-phoby-kan semua
>> orang yang tidak mengaguminya, kurang
>> memperhatikannya, merasa dirinya selalu diabaikan
>> dan seperti yang saya katakan tadi, pekanya bukan
>> alang kepalang  dan selalu dihantui merasa
>> didiskriminasi selama 24 jam. Memang jenis ini
>> merasa hidupnya tidak aman, penuh curiga, tidak bisa
>> bersahabat dengan tulus dengan pribumi.
>> Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat
>> terpaksa bicara soal kata <pribumi>. Saudara punya
>> dalil, bahwa bila tidak mau mengharamkan kata
>> <pribumi> adalah rasialist.
>> Saya berpendirian, tidak seorang manusiapun yang
>> berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah
>> kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia,
>> milik orang Indonesia, lalu demi kepentingan politik
>> tiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan satu
>> etnis lain.
>> Pun, Habibi tidak punya hak demikian meskipun dia
>> seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus
>> produk terbesar dari Orde Baru itu. Saudara Mayat,
>> seperti juga orang-orang yang sepikiran dengan
>> saudara, saudara ingin mempertahankan peninggalan
>> murtad Orde Baru itu yang saudara anggap anti
>> rasialist. Dari sudut pandang sempit bertolak dari
>> kepentingan satu etnis semata-mata, tentu saudara
>> akan menghalalkan dan mengharamkan semua saja
>> menurut cita rasa golongan saudara sendiri,
>> kepentingan dan keuntungan golongan saudara sendiri.
>> Tapi Indonesia tidak cuma mengurusi satu etnis saja,
>> memanjakan satu etnis saja, memperhatikan keluhan
>> satu etnis saja.
>> Dengan mentalitas yang demikian, etnis yang saudara
>> wakili, setiap hari akan menambah musuh dan bukan
>> memperbanyak kawan dan kalau begitu alangkah
>> kasihannya dengan golongan etnis Cina yang lainnya
>> yang dengan sepenuh hati dan jujur, rendah hati dan
>> tulus untuk menyatukan diri dengan etnis-etnis
>> Indonesia yang lainnya, dengan bangsa Indonesia,
>> akan jadi sasaran kerusuhan rasial sepanjang masa
>> akibat ulah golongan etnis yang punya mentalitas
>> seperti saudara. Percayalah, semua orang yang masih
>> waras,masih normal, tidak akan memperdulikan budaya
>> stempel saudara yang main hitam putih, main  cap
>> asal tidak sependapat dengan pikiran saudara atau
>> etnis Cina. Betapa naif-nya kesimpulan saudara yang
>> mengatakan, bila tidak mengharamkan atau
>> menghilangkan kata <pribumi> akan memberi peluang
>> bagi rasisme. Kata< pribumi> adalah milik bangsa
>> Indonesia yang berada dalam perbendaharaan
>> kata-katanya, dan bukan milik Habibi, bukan milik
>> kaum kolonialis lama maupun baru dan juga bukan
>> milik orang Cina. Tapi kalau saudara ingin setia
>> pada Habibi yang dedengkot Orba itu, silahkan saja
>> dan bagi saya perdebatan ini tidaklah sia-sia,
>> karena saya menjadi lebih tahu di mana saudara
>> berdiri meskipun dalam omongan sepertinya juga
>> mengumpat Orba dan saya saudara tuduh sebagai yang
>> "menjalankan project rasialis anti tionghoa".
>> Orang-orang sebangsa saya bila ingin berhianapun
>> tidak mungkin dan akan mati. Kami tidak punya jalan
>> lain kecuali tetap setia
>> hingga ahir kepada cita-cita luhur kami meskipun
>> dalam perjalanan sejarah banyak melakukan kesalahan,
>> kekeliruan, ketidak tahuan bahkan kedunguan seperti
>> umpamanya ingin menjiplak revolusi Cina untuk
>> membebaskan rakyat Indonesia yang ahirnya menjadi
>> drama dan tragedi berdarah yang tak tertebus
>> sepanjang masa. Tapi kami tetap belajar dan mau
>> mengoreksi kesalahan sambil tetap setia kepada
>> keadilan, melawan kediktatoran dalam bentuk apapun.
>> Tapi mentalitas saudara yang  hantam kromo dan
>> gampang-gampangan, suka dimanja dan minta selalu
>> diperhatikan secara istimewa, cumalah mentalitas <
>> ke mana angin bertiup, ke  sana pokok condong>.
>> Kalau perlu ke Habibi, ya ke Habibi, kalau perlu ke
>> Suharto, ya ke Suharto yang juga bapak angkat
>> Habibi, asal menguntungkan diri sendiri dan golongan
>> sendiri. Timbanglah masak-masak dengan kepala
>> dingin,dengan mentalitas demikian, etnis
>> Cina bukan semakin dapat dukungan dan simpati tapi
>> akan semakin terpencil dan menambah musuh setiap
>> hari.
>> asahan aidit.
>>
>> ----- Original Message ----- 
>> From: ChanCT
>> To: Asahan Aidit
>> Sent: Tuesday, September 13, 2005 4:20 AM
>> Subject: Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus
>> mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
>>
>>
>
>
>
>
>
> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
>
> .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.
>
> .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
>
> .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery.
http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke