Hehehe. digabung juga bisa koq. Lagi pula tidak banyak yang punya pendapat soal 
ini.

1. Tidak benar juga bokek. Kalau cuma nyumbang 100-200 rebu mah masih bisa. 
Pengalaman dengan Koin Prita saja bisa mencapai ratusan juta, apalagi kalau 
memang duitnya kertas, apalagi pake cek. Masalahnya, bagaimana kalau memang 
kita TIDAK BERSEDIA NYUMBANG (bukan karena pelit) dikarenakan tidak setuju 
dengan konsepnya? (saya punya ceritaan mengenai seorang kawan saya yang 
ditampar oleh sang brigjen karena berbeda pendapat dengannya. Coba, hal kecil 
saja sudah main otoriter, apalagi soal yang menyangkut budaya sekelompok besar 
orang?)

2. Ketika saya menilik rancangan awalnya, sebenarnya ada rencana dibuatkan 
museum. Masalahnya, konsepnya jadi rancu dan karenanya sulit dikatakan akan 
mewakili budaya Tionghoa di Indonesia (tambang, kuli, kelontong, tani, keraton, 
wijk, dsb). Lagipula kalau Singapura pake nama Chinese Heritage, ngapain juga 
kita Nginggris. Kita ini seakan selalu minder kalau punya istilah sendiri yang 
lebih sesuai dengan kita, Budaya Tionghoa. Kalau kita punya pemahaman mengenai 
batang langit dan cabang bumi, yaaa, kita tidak perlu takut punya shio babi 
atau naga. Kita tidak usah takut punya kelenteng dengan berbagai shen yang ada 
di dalamnya. Masalahnya, kalau konsepnya seperti saya utarakan tadi, jangan 
harap istilah yang bagus ini akan nyambung dengan roh desain arsitektur dan 
interiornya. Jiwanya kurang nyatu.

3. Sebaiknya dirombak ulang saja. Sediakan aja dananya, serahkan sama yang 
benar-benar memahami kedalaman budaya Tionghoa di Indonesia ini yang juga 
sangat khas, unik dan bahkan warna-warni. Prinsip saya, adalah bahwa Tionghoa 
itu sebenarnya Bhinneka Tunggal Ika juga, ciri-ciri luarnya banyak yang sangat 
berbeda dan kontras, namun pada titik tertentu, filosofinya tetap disatukan 
oleh apa yang dinamakan orang luar sebagai Ketionghoaan (dari banyak sisi 
komponen budaya).

4. Siapa bilang mereka yang menolak TBT itu tukang unek-unek dan marah-marah? 
Justru pengalaman hidup tersebut harusnya menjadi pelecut agar tidak terjadi 
kesalahan serupa. Kalau TBT tidak ada yang kritisi (atau dibilang marah-marah), 
maka orang-orang yang tidak paham konteks sejarah berdirinya TBT akan terpesona 
dan kemudian lupa atas jerih susahnya berjuang untuk menghubungkan antara 
pengalaman generasi masa lalu dengan generasi yang akan datang. Mumpung 
kami-kami ini tahu, mengalami dan bahkan juga berinteraksi di dalamnya, 
pengalaman sakitnya harus juga diketahui. Kan lucu kalau masa lalunya tidak 
nyambung dengan masa yang akan datang karena ada orang-orang yang sengaja 
menghapus masa kekiniannya. Kalau semua jejak masa lalu terhapus dengan adanya 
TBT yang sangat berbeda dengan pengalaman masa lalu dan masa kekinian kita, 
generasi masa datang akan bilang apa? "Waaah, generasinya Engkong Suma itu ciri 
arsiteknya adalah yang kayak di TBT." Celaka kalau udah begini. Makanya kritisi 
saya adalah kritisi yang saya coba senyata mungkin dengan pengalaman kehidupan 
saya sendiri. Agar orang belajar dari kesulitan, kemarahan, kesedihan, sakit, 
senang, gembira yang saya alami dalam perjuangan untuk mewujudkan Indonesia 
yang benar-benar dirasakan dimiliki oleh segenap komponen penghuninya. Dalam 
hal ini saya sebenarnya bukan berjuang bagi kalangan Tionghoa semata, hampir 
semua komponen terlibat dan berinteraksi dengans aya. Hanya karena kebetulan 
saya menulis di milis BT ini, saya batasi topiknya di sekitar budaya Tionghoa 
dan penegasan bahwa Budaya Tionghoa itu tidaklah hidup di ruang hampa. DIa 
butuh ruang untuk dijalankan, butuh apresiasi dalam menjalankannya dan karena 
itu maka Budaya Tionghoa itu hidup, bukan hanya karena kita lihat fotonya atau 
baca bukunya atau dengar filmnya, tapi budaya yang nyata, ada dan berguna. 
Bukan sebuah budaya usang, tapi budaya yang luwes, menyerap dan sekaligus 
memberi, menghimpun dan sekaligus membagi.



Tiap hari aku memeriksa diri dalam tiga hal: Sebagai manusia adakah aku berlaku 
tidak setia? Bergaul dengan kawan adakah aku berlaku tidak dapat dipercaya? 
Adakah ajaran kebenaran dari para guru yang tidak kulatih?

Suma Mihardja









--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon" <ibcin...@...> wrote:
>
> Rekan milis yang bersemangat semuanya,
> 
>  
> 
> Agaknya  diskusi kita cenderung melebar bidang cakupannya.
> 
>  
> 
> Baiknya kita bagi menurut  minatnya   agar ada kejelasan yang dibicarakan
> dan apa yang didinginkan, siapa bisa ditindak lanjuti bersam... J)
> 
>  
> 
> 1./ Sumbangan untuk TBT-TMII.  Agaknya untuk ini sudah ada jawaban :   semua
> anggota milis BT kantongnya bokek.. hehehehe,  maaf jangan ada yang
> tersinggung yah kita semua senasib.
> 
>  
> 
> 2./ Chinese  Heritage buildings, kalau masih dianggap terlalu luas , gedung
> heritage SIN MING HUI, CANDRA  NAYA  Jakarta , harus  apa sekarang ??
> 
>  
> 
> 3./ Apa sebaiknya yang ada di TBT -TMII.  Bagaimana cara mencapainya ????
> 
>  
> 
> 4./ Kalu ada yang minat bicara sejarah masa lalu yang penuh unek-unek,
> marah-marah   terus.   Ya  silahkan saja  bikin topic subjek diskusi  yang
> baru.  Tidak terlarang kok..
> 
>  
> 
>  
> 
> Harap saja dengan menganti subject topic diatas  diskusi bisa jalan
> baik-baik, kenapa tidak...
> 
>  
> 
> Kalau di campur-campur terus  jadi  enga jelas tujuannya.. Maaf saya turut
> sedikit  urun rembuk...
> 
>  
> 
>  
> 
> Salam,
> 
>  
> 
> Sugiri.
> 
>  
> 
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:budaya_tiong...@yahoogroups.com] On Behalf Of sumamihardja
> Sent: Wednesday, February 03, 2010 3:16 AM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: AYO SUMBANG ANJUNGAN BUDAYA TIONGHOA. Boen
> Bio & Li Thang GUS DUR
>


Kirim email ke