Re: OOT RE: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Kalau ketemu orang yang tetap memasalahkan Pribumi non pribumi, saya akan menjawab kebalikannya: Saya memang non Pribumi, sama seperti anda, karena yang namanya Pribumi asli di Indonesia sudah pada musnah semua, tinggal sedikit yang masih asli, seperti suku2 di Irian, itu profil Pribumi asli. sedangkan anda sekalian, adalah keturunan perantau yang datang dari utara. Sebelum ada yang menuding kita Cina, lebih baik kita dengan lantang mendahului memproklamirkan diri, kita memang Cina kok,-- meniru kiprahnya Gusdur---, memangnya kenapa? Hak kita sebagai Wara negara tidak kurang sedikit pun dibanding kalian. ZFy - Original Message - From: ulysee [EMAIL PROTECTED] Salam kenal juga, Iya yah kalau dijawab ngga percaya abis matanya sipit, kulitnya kuning bisa dijawab apa ya. Barangkali disitu baru gue jawab, gue pribumi kok, dari SUKU tionghua. Hihihi. Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org! http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: OOT RE: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Yg membikin cina orang asing adalah Suharto - politic. Dia orang yg kurang berpendidikan dan tiba2 mendapat harta karun posisi sebagai presiden. Anak buahnya juga semua pendidikannya kurang dan berpikiran sempit. Untuk menstabilkan kedudukannya dia memakai system if you are not with me you better move out or you die. Jadi dia masacre orang yg dimata dia adalah "communis'" Wong cina juga pro sosialis a'La RRC jadi dijadikan satu. Tetapi oleh karena tidak dpt dibunuh semua dn mungkin karena posisi suku ini sebagai suku "middlemen" massa - sama seperti suku yahudi di EU -Deutschland maka dia diskriminasi. Suharto polisi adalah polisi orang yg pendidikannya rendah. Lihat Timor dan Aceh dan Irian - ini kan disebabkan you're with me or you die. Dia kirim tentaranya yg korrupt karena under paid dan achirnya pasukan ini melakukan pelanggaran HAM dan extortion dan hasilnya kalian lihat. Seorang yg berpendidikan tidak memakai tentara utk oposisi - ini adalh mengundang civil war. Negara China hanya waktu TienAnMen - karena hampir civil war nbaru tentara dipakai - juga redguard waktu sudah keterlaluan baru tentara dipakai. Rupanya oleh prinsip hidup ini dan jealousy didlm pikiran Suharto cs. maka dia mengadakan peraturan diskriminatip ini. Sebetulnya yg dibilang peranakan cina - atau kalau orang Malaysia sebut suku babah - mereka adalah pribumi asli Indonesia. Mereka berbeda dgn pribumi lain hanya dalam soal bah melayu "Jakarta"[memakai melayu yg achirnya oleh Sukarno dijadikan bah. Indonesia] dan pakaian kebaya mereka yg berlainan sedikit dari kebaya Jawa atau Sunda. Wanita pakai bagian atas yg berlainan dan laki2 memakai celana dan baju suku Jawa yg sedikit berlainan. Mungkin agama juga tidak semua muslim ada yg kristen ada yg tridarma. Banyak diantara suku ini tidak memiliki tanah untuk pertanian - keadaan diskriminatip dari belanda - jadi harus hidup menjadi middlemen. Juga nama marga masih memakai nama marga bah hokkian [bukan cina] dan seolah2 berlainan dgn lain suku. Tetapi kalau melihat nama kan dari nama kita bisa lihat mereka itu asal daerah mana - Batak dan Timor namanya kan berlainan - jadi suku babah juga berlainan. Cara mereka makan tidak pakai sumpit tetapi pakai tangan dan sendok dan masakannya typical babah culture. Ini suku dalam enzyclopedia sudah dimasukkan sebagai suku. Karena itu waktu mereka keluar negeri kebudayaan ini keluar dan waktu mereka dipaksa kirim kechina mereka juga tidak assimilasi dgn cina sana dan tetap berdiri sendiri. Karena itu yg disebut cina diIndonesia sebetulnya adalah suku Babah - dgn babah culture mereka. Mereka mungkin ada darah cina tetapi 100% indonesia. Andreasskala selaras [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau ketemu orang yang tetap memasalahkan Pribumi non pribumi, saya akanmenjawab kebalikannya:Saya memang non Pribumi, sama seperti anda, karena yang namanya Pribumi aslidi Indonesia sudah pada musnah semua, tinggal sedikit yang masih asli,seperti suku2 di Irian, itu profil Pribumi asli. sedangkan anda sekalian,adalah keturunan perantau yang datang dari utara.Sebelum ada yang menuding kita Cina, lebih baik kita dengan lantangmendahului memproklamirkan diri, kita memang " Cina" kok,-- meniru kiprahnyaGusdur---, memangnya kenapa? Hak kita sebagai Wara negara tidak kurangsedikit pun dibanding kalian.ZFy- Original Message -From: "ulysee" [EMAIL PROTECTED] Salam kenal juga, Iya yah kalau dijawab "ngga percaya abis matanya sipit, kulitnya kuning" bisa dijawab apa ya. Barangkali disitu baru gue jawab, "gue pribumi kok, dari SUKU tionghua." Hihihi. .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Sahabat-sahabat netter yb, Makin dipikir, makin terasa jadinya kita terjerat dalam lingkaran-setan kata-kata Pribumi yang melilit. Begitu sulit dan alotnya untuk menyatukan pendapat, padahal seperti terasa gampang saja. Mengapa dan dimana masalahnya, ya? Benar seperti dinyatakan beberapa kawan, nampaknya pemerintah Orba suka bermain dengan kata-kata untuk mencapai tujuan politik tertentu. Diawal terbentuknya kekuasaan Orba, melancarkan gerakan ganti-nama bagi etnis Tionghoa, sebagai pernyataan kesetiaan pada RI, membuktikan loyalitasnya pada RI. Kesetiaan atau loyalitas seseorang jadi bagaikan jubah, cukup dengan mengganti nama, menyandang nama yang berbau Indonesia katanya! Sungguh luar biasa. Untuk membuang nama-nama orang yang berbau Tionghoa, untuk memusnahkan adat-istiadat budaya Tionghoa, mereka memulai dengan gerakan ganti-nama ini. Yang kemudian menjadi lebih tegas dengan melarang segala adat-istiadat Tionghoa, dari pelarangan segala tulisan Tulisan Tionghoa, sampai pada ibadah Tionghoa dilarang, inilah bentuk diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa dengan menekan harga-diri etnis Tionghoa. Kemudian lebih lanjut mereka mengganti penggunaan istilah Tionghoa-Tiongkok menjadi Cina, sebagai pernyataan anti-Tiongkok dan sekaligus bertujuan untuk menekan harga-diri etnis Tionghoa. Sekarang ini, lagi-lagi mengangkat kata Pribumi dan Non-pribumi untuk dihentikan penggunaannya, yang seolah-olah dengan demikian penguasa tampil sebagai pihak yang anti-diskriminasi rasial. Dan, kemudian kita dibawah jadi berdebat setuju dan menentang pencabutan penggunaan kata Pribumi. Yang menentang pencabutan dituduh rasialis, yang setuju dituduh sepihak dengan penguasa, merasa penguasa sudah tidak rasialis lagi. Padahal tidaklah demikian. Bagi bung Asahan yang menentang pencabutan penggunaan kata Pribumi tidak berdiri sebagai seorang yang rasialis anti-Tionghoa, sebaliknya yang setuju, termasuk saya, juga tidaklah berarti sepihak dengan penguasa, atau khususnya pemerintah Habibie dianggap sudah tidak rasialis lagi dan dengan demikian diskriminasi rasial di Indonesia selesai sudah, tidak ada lagi. Bagaimana mungkin! Saya menyetujui instruk Presiden Habibi untuk menghentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi, dalam pengertian tidak guna kita teruskan pengkotak-kotakan bangsa ini berdasarkan suku, etnis yang satu dengan yang lain. Sudahlah seharusnya kita semua, dari berbagai ras, berbagai suku, berbagai etnis yang ada di Nusantara ini bisa memberikan toleransi setinggi-tinggi untuk menerima segala perbedaan yang ada, hidup secara hormonis, bersama-sama membangun masyarakat adil dan makmur. Dengan tegas tidak memperkenankan penguasa meperlakukan sekelompok warga sebagai Pribumi yang harus didahulukan, atau yang dianak-emaskan, sedang sekelompok lain lalu menjadi di Non-Pribumikan dan diperlakukan sebagai anak-tiri. Hentikan pengkotak-kotakan bangsa Indonesia ini menjadi kelompok Pribumi dan kelompok yang lain Non-Pribumi! UUD-45 hanya mengenal satu macam warganegara Indonesia, perlakukanlah setiap warga sama hak dan kewajibannya deengan tidak mempedulikan ras, suku dan etnis yang berbeda-beda. Bukanlah dengan demikian kita semua bisa hidup lebih tentram, lebih bersahabat dan bersatu-padu untuk mengatasi segala kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi dan masyarakat dimana kita hidup?! Mewujudkan Bhineka Tunggal Ika dalam kenyataan hidup bermasyarakat. Salam, ChanCT - Original Message - From: BISAI To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA Sent: Sunday, September 18, 2005 2:06 AM Subject: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Bung Andri Yang bijaksana, Komentar bung selalu singkat tapi padat. Saya belajar dari bung. Semua kita sesungguhnya masih belajar, tapi ada yang lebih cepat majunya dan ada yang kurang cepat. Saya termasuk yang kurang cepat itu. Tapi sungguh-sungguh saya juga ingin belajar dari siapapun. Tapi disamping belajar kita juga berusaha berbuat sungguh-sungguh. Pribumi , Non Pribumi, Asli , Bukan asli Pendatang , Peranakan , Totok CINA, dsb, dsb-nya, CUMALAH sebuah kata atau nama. Dan apalah artinya sebuah nama. Tapi kita memang akan bersungguh-sungguh bila sebuah kata atau nama ditunggangi atau dimanipulasi seseorang atau penguasa, atau rezim atau siapa saja, untuk mengambil keuntungan tertentu dan merugikan orang banyak, apalagi merugikan seluruh rakyat. Tapi seperti juga pemikiran bung, kalau kata yang telah menjadi coreng moreng itu lalu rame-rame kita sikat dari muka bumi, dari kamus, disapu bersih, tapi bukan dibersihkan nodanya untuk kita miliki kembali sebagai kekayaan kita sendiri, perbuatan yang demikian bukanlah perbuataan yang produktif bahkan anti produktif. Secara berkelakar, bila umpamanya bung ditanya seseorang apakah pribumi atau non pribumi, lalu bung jawab: Saya pribumi!. Lalu bung sendiri, umpamanya merasa
Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Salam sebangsa dan setanah air. Tidak banyak yang bisa saya tambahkan karena saya merasa sudah cukup banyak atau mungkin telah kebanyakan ,semua argumen, semua alasan, semua pertimbangan serta pendapat dan pemikiran saya sekitar Pribumi danNon Pribumi. Saya bukannya lelah atau kehabisan tenaga, tapi benar-benar jenuh, ingin berbicara soal lain dan ingin berlari dari kepengapanan dari perdebatan yang sudah non produktif ini meskipun itu bukan berarti sudah jelas siapa yang menang siapa yang kalah karena tujuan saya adalah untuk menguji kebenaran bukan untuk bertarung dengan teman-teman sesaudara sendiri. Masaalah ideologi memang tidak mudah dan tidak bisa dipaksakan betapapun seseorang telah merasa begitu benar dan orang lain telah dianggap begitu keras kepala. Terkadang kita harus berhenti di tengah jalan untuk istirahat, duduk, melepaskan lelah dari perjalanan jauh untuk satu tujuan yang sama. Masaalah pikiran bukan sekedar yang satu mengkrubuti yang lain dan lalu merasa menang karena merasa berada di pihak yang terbanyak. Demokrasi, tidak berlaku dalam mengadili sebuah pikiran yang berbeda. Demokrasi adalah untuk kesatuan tindakan bersama dan bukan untuk menindas pikiran yang berbeda.Tapi berbicara tentang diri sendiri, saya sedikitpun tidak merasa dikrubutin meskipun seolah demikian. Saya hanya merasa mungkin pikiran-pikiran saya dipedulikan orang lain dengan berbagai tanggapan yang saling berbeda. Itu sangat wajar dan bahkan sangat menguntungkan untuk diri saya sendiri karena saya bisa belajar dalam praktek itu sendiri. Juga saya tidak merasa bahwa pikiran saya sebagai pikiran minoritas, aneh, meng-ada-ada. Sama sekali tidak. Kalau pikiran saya memang aneh, meng-ada-ada, dalam satu dua kali terjang saja, rubuh terguling dan lalu tidak diperdulikan orang lain. Semua tuduhan negatif telah saya tangkis dan saya merasa, arah ke saling pengertian melalui perdebatan, keterus terangan, adalah arah utama dan bukan ke arah perseteruan atau dendam serta kebencian. Saya tidak menghitung jumlah, berapa yang menyetujui pikiran saya dan berapa yang tidak. Saya tidak berani main gampangan-gampangan dalam masaalah ideologi. Pengalaman di masa lalu sungguh sangat patut dijadikan cermin dan selalu aktual (guru negatif). Soal permainan kata, gonta ganti kata, haram sekarang, besok dihalalkan lagi dan lalu dibegitukan lagi menurut kepentingan seketika, kepentingan oportunis, kepentingan pragmatis sempit sepihak atau pribadi-pribadi penguasa, semua kita telah sepakat. Itu permainan busuk ORBA. Kita menolak permainan ini, apalagi menurutkan apa yang mereka maui dan paksakan. Mereka telah memaksa semua etnis Cina mengganti namanya dengan nama Indonesia ( Abubakar, Mohammad, Simon, Firdaus bahkan hingga Abdullah Aidit, apakah itu nama Indonesia asli?). Tapi karena dipaksa dengan ancaman undang-undang, represi dan bahkan hingga terror sekalipun, maka dituruti saja karena etnis Cina memang tidak berdaya menghadapi paksaan sebuah rezim yang sedang galak-galaknya ketika itu. Sekarang kita sebut jaman reformasi, jaman demokrasi. Tapi untuk kewaspadaan, janganlah hendaknya kita terlalu percaya dengan hembusan angin demokrasi yang baru sepoi sepoi basah itu. Suatu saat, ingatlah, tsunami Orba yang entah jilid ke berapa, bisa saja bangkit dari dasar lautan demagogi dan kemuafikan mereka. Apakah tidak mungkin bila semua ini terjadi, lalu semua etnis Cina yang telah berganti nama Indonesia lalu dipaksa kembali memakai dan menggunakan nama Cina mereka dengan tujuan untuk lebih mudah mengawasi dan mengontrol mereka dengan maksud untuk pemisahan( apa ya bhs Inggrisnya, segregate, barangkali, maafkanlah si bodoh ini) ras. Apakah itu tidak mungkin? Semoga tidak mungkin, tapi siapa yang bisa menjamin tidak mungkin. Lalu kita (atau generasi mendatang) akan rame-rame lagi mengutuk penggunaan nama Indonesia bagi etnis Cina. Inilah yang saya maksudkan komidi putar yang adalah komidi putar oportunisme yang cuma merugikan etnis Cina itu sendiri. Salam persaudaraan. asahan aidit. 40 tahun dalam pengasingan. - Original Message - From: HKSIS [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com; HKSIS-Group [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, September 18, 2005 5:21 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Sahabat-sahabat netter yb, Makin dipikir, makin terasa jadinya kita terjerat dalam lingkaran-setan kata-kata Pribumi yang melilit. Begitu sulit dan alotnya untuk menyatukan pendapat, padahal seperti terasa gampang saja. Mengapa dan dimana masalahnya, ya? Benar seperti dinyatakan beberapa kawan, nampaknya pemerintah Orba suka bermain dengan kata-kata untuk mencapai tujuan politik tertentu. Diawal terbentuknya kekuasaan Orba, melancarkan gerakan ganti-nama bagi etnis Tionghoa, sebagai pernyataan kesetiaan pada RI, membuktikan loyalitasnya pada RI. Kesetiaan atau loyalitas seseorang jadi bagaikan jubah, cukup dengan mengganti nama, menyandang nama
OOT RE: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Salam kenal juga, Iya yah kalau dijawab ngga percaya abis matanya sipit, kulitnya kuning bisa dijawab apa ya. Barangkali disitu baru gue jawab, gue pribumi kok, dari SUKU tionghua. Hihihi. -Original Message- From: andri halim [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, September 17, 2005 12:09 PM To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? jangan mau kalau dibilang non-pri, kalau ada yang bilang kamu non-pri yah? langsung aja jawab, saya pribumi koq --- mana aku percaya, mata lo sipit begitu - heheheheheheee (kiding) salam kenal, ngejawabnya pake otak yang dingin bgt, jd nga ada panas2nya lagi Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org! http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Bung Asahan yang budiman, Penegasan bung untuk mempertahankan penggunaan istilah Pribumi cukup menarik, kita harus membuang segala pengertian kotor yang telah menodai istilah Pribumi itu. Kata bung: Kita bersihkan kata pribumi dari semua noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. Setuju! Saya juga sangat setuju dengan pengertian bung itu. Tapi, pernahkah bung pikirkan bagaimana cara menghilangkan noda dan begitu kotornya, jahatnya pengertian yang selama ini melekat keras pada istilah Pribumi itu? Bukankah salah satu cara yang dekat, adalah menghentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi itu, yang jelas selama ini digunakan untuk mengkotak-kotak warga negara Indonesia ini menjadi, Pribumi dan Non-Pribumi untuk sekelompok yang etnis Tionghoa. Mungkinkah tercapai seperti yang bung artikan, bahwa semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku? Tentu saja sulit, ya. Karena setelah kita gunakan sebutan istilah pribumi pada sekelompok warga, akan ada sekelompok lain yang harus disebut non-pribumi. Kalau kita sebut sekelompok warga dengan sebutan orang Indonesia asli, tentu ada sekelompok lain yang harus disebut menjadi non-asli. Lalu, kita harus memberi definisi siapa saja yang bisa dikategorikan Pribumi dan Asli-Indonesia dan yang lain menjadi Non-Pribumi dan Non-asli. Kalau kita semua mengakui, secara biologis penghuni di Nusantara ini adalah pendapatang dari daeerah Yunnan itu, jadi hanyalah berbeda waktu, sekelompok datang lebih dahulu dan yang lain lebih belakang, maka sebenarnya kita semua, sudah tidak lagi berhak menyandang Pribumi atau Asli-Indonesia, yang masih berhak disebut Pribumi hanyalah orang-orang Nusatenggara dan Irian-Papua yang berkulit kehitam-hitaman dan berambut kriting itu. Ini kalau kita melihat dari sudut biologis. Bukankah begitu? Lalu, untuk mengikuti sebagaimana pengertian Pribumi yang bung ajukan itu, dimana semua kita adalah sama-sama pribumi, mungkin hanya bisa dibenarkan kalau melihatnya dari segi hukum. Maaf, saya awam akan HUKUM, tapi kira-kira bisa diajukan dalam pengertian begini: Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 1946, yang menetapkan asas ius-soli, jadi setiap orang yang lahir di Indonesia sebagai orang Indonesia. Maka, secara hukum bisa dikatakan orang-orang yang lahir di Indonesia sejak diundangkannya pada tahun 1946 itulah orang-orang Indonesia asli, yang Pribumi. Tentu, dengan tidak mempedulikan seorang itu dari ras apa, suku apa dan etnis apa, asal dia lahir di Indonesia, maka bisa dikategorikan Pribumi, yang asli-Indonesia. Dan, ... ini hanya digunakan untuk membedakan orang-orang pendatang, yang tidak lahir di Indonesia, entah orang Belanda, orang Tionghoa, atau orang Arab dll. yang menjadi warganegara Indonesia setelah melepas warganegara asal. Jadi, orang-orang yang tidak lahir di Indonesia, kemudian menjadi Indonesia dengan naturalisasi inilah yang bisa disebut sebagai non-pribumi, non-asli Indonesia. Tapi sungguh, kenyataan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia selama ini tidak demikian adanya. Pribumi dan Non-Pribumi adalah sebutan yang dipakai untuk mengkotak-kotak kelompok yang ada didalam masyarakat, jelasnya untuk menyudutkan kelompok yang etnis Tionghoa itu. Menghadapi kenyataan begini, apa tidak lebih baik kita sambut instruksi Presiden itu, agar dihentikan penggunaan istilah Pribumi yang jelas merusak persatuan bangsa ini? Apa kiranya yang mau dan bisa dicapai dengan mempertahankan sebutan Pribumi dan Non-Pribumi itu? Saya pun setuju, melawan diskriminasi rasial tidaklah berarti meniadakan segala perbedaan yang ada pada setiap ras, setiap suku dan setiap etnis. Apalagi hanya ditujukan untuk meniadakan identitas etnis tertentu. Berpegang teguh pada semboyan Bhineka Tungal Ika, dimana kita bersatu-teguh dengan segala perbedaan yang ada, ya beda ras, ya beda suku, ya beda etnis, ya beda agama, ya beda ideologi. Sayang seribu sayang, sekalipun sudah lebih 60 tahun semboyan Bhineka Tunggal Ika diserukan dan berkumandang di Nusantara ini, tapi belum juga terwujud dalam kenyataan hidup yang sesunguhnya. Itulah tugas berat generasi muda untuk lebih keras berjuang mempercepat gerak-langkah melanjutkan cita-cita pejuang kemerdekaan yang belum selesai itu. Salam, ChanCT - Original Message - From: BISAI To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA Sent: Friday, September 16, 2005 6:15 AM Subject: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Saudara Andri Halim yang saya hormati, Komentar anda saya baca kata perkata, kalimat perkalimat. Saya merasakan kejernihan pikiran anda, langsung menangkap masaalah
Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
dibikin para ahli definisi, tukang-tukang kriterium, instrusksi Presiden, para pejuang anti diskriminasi rasial yang yang punya kesensitifan absolut. Semua yang gila-gilaan ini ahirnya akan kembali ke retorika yang sudah inflasi, suduh luar biasa inflasinya. Sudahlah, saya kira diskusi yang berputar-putar seperti komidi putar ini telah memang benar-benar sia-sia, menghabiskan waktu yang akan abadi tanpa menemukan titik temu yang bisa disepakati bersama. Tentang kembali ke Yunnan. Saya lebih suka kembali yang lebih jauh lagi, yaitu ke Afrika. Tapi oke deh, kalau memang suka menempuh jalan singkat, seperti menerima saja instruksi Habibi untuk menyetop diskriminasi rasial hinggga tuntas, hal antrian yang lebih belakangan ini, saya sendiri tidak keberatan kalau disebut asal usul saya ini Cina. Tapi apakah bangsa Indonesia akan menerima berita sejarah ini dan mengakui asal usulnya dari Cina.? Saya jadi teringat akan sebuah film yang saya lihat di TV (Discovery Channel) ,sebuah film dokumenter tentang penyelidikan seorang doktor Amerika (saya lupa namanya) yang menyelidiki asal usul nenek moyang manusia yang berdasarkan DNA, ia mengatakan asal usul nenek moyang manusia adalah dari Afrika. Dan ketika ia memeriksa DNA seorang bangsa Kirgistan yang rupa mukanya sangat Cina, tapi ternyata DNA-nya DNA orang Afrika berumur puluhan ribu tahun lalu yaitu DNA asal usul nenek moyang manusia yang berasal dari Afrika itu .Bagaimana kalau kita mengaku sebagai orang Afrika saja sehingga di Indonesia tidak ada orang Indonesia, tidak ada orang Jawa, tidak ada orang Cina , tidak ada semua etnis yang ada sekarang ini ada, dan yang ada hanyalah dari Afrika. Barangkali ini baik untuk menghilangkan diskriminasi rasial. Tapi bung tentu lebih suka dimulai dari Yunnan saja. Lebih dekat dan lebih menguntungkan. Tapi manusia bukan emas atau intan. Untuk manusia, asli dan tidak asli bernilai sama. Mengapa yang asli maupun yang tidak asli mesti dikutuk atau diharamkan.Barangkalai di sinilah kita bertemu atau tidak bertemu secara meyakinkan. Namun salam persaudaraan yang sehangat-hangatrnya dari saya. asahan aidit. definisi-difinisi dalam ilmu eksak - Original Message - From: ChanCT [EMAIL PROTECTED] To: HKSIS-Group [EMAIL PROTECTED]; budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Friday, September 16, 2005 10:21 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Bung Asahan yang budiman, Penegasan bung untuk mempertahankan penggunaan istilah Pribumi cukup menarik, kita harus membuang segala pengertian kotor yang telah menodai istilah Pribumi itu. Kata bung: Kita bersihkan kata pribumi dari semua noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. Setuju! Saya juga sangat setuju dengan pengertian bung itu. Tapi, pernahkah bung pikirkan bagaimana cara menghilangkan noda dan begitu kotornya, jahatnya pengertian yang selama ini melekat keras pada istilah Pribumi itu? Bukankah salah satu cara yang dekat, adalah menghentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi itu, yang jelas selama ini digunakan untuk mengkotak-kotak warga negara Indonesia ini menjadi, Pribumi dan Non-Pribumi untuk sekelompok yang etnis Tionghoa. Mungkinkah tercapai seperti yang bung artikan, bahwa semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku? Tentu saja sulit, ya. Karena setelah kita gunakan sebutan istilah pribumi pada sekelompok warga, akan ada sekelompok lain yang harus disebut non-pribumi. Kalau kita sebut sekelompok warga dengan sebutan orang Indonesia asli, tentu ada sekelompok lain yang harus disebut menjadi non-asli. Lalu, kita harus memberi definisi siapa saja yang bisa dikategorikan Pribumi dan Asli-Indonesia dan yang lain menjadi Non-Pribumi dan Non-asli. Kalau kita semua mengakui, secara biologis penghuni di Nusantara ini adalah pendapatang dari daeerah Yunnan itu, jadi hanyalah berbeda waktu, sekelompok datang lebih dahulu dan yang lain lebih belakang, maka sebenarnya kita semua, sudah tidak lagi berhak menyandang Pribumi atau Asli-Indonesia, yang masih berhak disebut Pribumi hanyalah orang-orang Nusatenggara dan Irian-Papua yang berkulit kehitam-hitaman dan berambut kriting itu. Ini kalau kita melihat dari sudut biologis. Bukankah begitu? Lalu, untuk mengikuti sebagaimana pengertian Pribumi yang bung ajukan itu, dimana semua kita adalah sama-sama pribumi, mungkin hanya bisa dibenarkan kalau melihatnya dari segi hukum. Maaf, saya awam akan HUKUM, tapi kira-kira bisa diajukan dalam pengertian begini: Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 1946, yang menetapkan asas ius-soli, jadi setiap orang yang lahir di Indonesia sebagai orang Indonesia. Maka, secara hukum bisa dikatakan orang
RE: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Pertanyaan Bung Chan CT untuk menghilangkan noda kotor pada istilah pribumi itu membuat saya kepingin nimbrung nih. Saya setuju sama Bung Asahan. Bahwa istilah itu sendiri yang arti harfiahnya tidak berkonotasi jelek, tidak perlu dihilangkan. Terlalu banyak buang tenaga untuk menghilangkan suatu istilah. Lebih gampang mengubah 'kesan' yang tersampaikan. Bahwa sebelumnya istilah itu digunakan untuk kepentingan politik / dipolitisir untuk memisahkan atau membedakan kita/kami dari mereka sepertinya bisa dilawan lagi dengan cara politisir KONTRADIKTIF (heheheh ini istilah beken dari perguruan sebelah) Usul 'gila' saya adalah : tionghua lawan dengan cara politisir lagi, jangan mau kalau dibilang non-pri, kalau ada yang bilang kamu non-pri yah? langsung aja jawab, saya pribumi koq dengan demikian label jelek pri- dan non-pri akan luntur sendiri. Dengan demikian tionghua sendiri yang mendobrak pengkotak-kotakkan itu. Jangan mau dikotak-kotakin lagi. (maap, saya bilang usul gila, abisnya waktu saya cetuskan diantara teman dan kerabat, mereka komentarnya gila luh sambil ketawa-ketiwi dan diskusi berhenti) catatan: pengertian pribumi menurut KBBI = penghuni asli, berasal dari tempat yang bersangkutan. {Dan tio-in berasal dari Indonesia, jadi berhak untuk menyandang sebutan pribumi juga toh?} Tapi kalau buka KBBI mencari pengertian asli.. kya! Hehehehe. -Original Message- From: ChanCT [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, September 16, 2005 3:22 PM To: HKSIS-Group; budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Bung Asahan yang budiman, Penegasan bung untuk mempertahankan penggunaan istilah Pribumi cukup menarik, kita harus membuang segala pengertian kotor yang telah menodai istilah Pribumi itu. Kata bung: Kita bersihkan kata pribumi dari semua noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. Setuju! Saya juga sangat setuju dengan pengertian bung itu. Tapi, pernahkah bung pikirkan bagaimana cara menghilangkan noda dan begitu kotornya, jahatnya pengertian yang selama ini melekat keras pada istilah Pribumi itu? Bukankah salah satu cara yang dekat, adalah menghentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi itu, yang jelas selama ini digunakan untuk mengkotak-kotak warga negara Indonesia ini menjadi, Pribumi dan Non-Pribumi untuk sekelompok yang etnis Tionghoa. Yahoo! Groups Sponsor ~-- Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org! http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Salam kenal Bung Dana, Menurutku yang menjadi akar permasalahan bukan di kata Pribumi dan Non-Pribumi, tetapi diskriminasi yang terjadi begitu hebatlah sehingga membuat seolah-olah kata-kata tersebut sebagai senjata yang mematikan, andaikata benar kata-kata tersebut dihilangkan dari kamus Indonesia, maka pasti juga akan timbul kata-kata atau masalah baru karena yang hanya dipikirkan/dipermasalahkan kata-kata tersebut saja, tetapi akar dari permasalahan tersebut hanya dibiarkan saja. Satu negara yang menurutku kejadiaannya hampir sama dengan dengan kejadiaan di Indonesia, yaitu negara Afrika selatan, yang ada orang kulit hitam sebagai Pribumi dan orang kulit putih sebagai Non-pribumi, tahun 1960'an dibuatlah Hukum Apartheid yang digunakan untuk mengatur sistem ekonomi dan sistem sosial masyarakat, seperti yang diketahui pahlawan Afika Nelson mandela yang akhirnya menang dalam memperjuangkan hak-hak mereka agar mereka tidak didiskriminasikan sebagai warga no.2. Apa yang mereka(pribumi) minta pada saat 1980an adalah agar mereka tidak dianggap sebagai manusia-manusia no. akhir dan hak-hak mereka dihormati, bukan meminta agar menghapuskan kata negro. Nah..., setelah diskriminasi kepada kulit hitam berhasil diredam, maka mereka baru mempersoalkan/memikirkan bagaimana dengan nasib orang-orang kulit hitam yang telah tinggal di USA, yang akhirnya disepakatilah agar digunakan nama : afro-american(non pribumi) kepada mereka, walaupun pada kenyataannya kata-kata negro masih kadang digunakan utk menghina orang-orang kulit hitam, tetapi setidaknya diskriminasi terhadap mereka telah dapat lebih diredam, cth : orang-orang kulit hitam telah dapat kerja dipemerintahan dengan jabatan tinggi. NB : Sampai sekarang kata Negro pun masih ada krn apa?, krn kata tersebut menunjukan bahwa orang tersebut adalah orang niger(non pribumi). Disetiap negara pasti terjadi yang saya namakan : permasalahan sosial, hanya bagaimana cara suatu negara menyelesaikannya itulah yang sangat berharga, bukan melihat bahwa negara ini nga rasialis, nga membeda-bedakan etnis, karena pasti dahulunya negara tersebut menghadapi permasalahan yang sama, Cth : di Singapura, banyak orang bilang bahwa negara itu aman sekali , tidak ada namanya rasial walaupun dinegara tersebut ada beberapa etnis, memang benar, tatapi tahukah kita bagaimana cara Lee Kuan Yeuw menyelesaikan masalah tersebut(krn itulah yang seharusnya bangsa ini pelajari, dari sejarah cara penyelesaian masalah sosial oleh suatu negara), krn nga mungkin Mr. Lee menyelesaikannya dengan hanya membuat undang2 agar diharamkannya kata melayu kepada orang2 melayu, dan juga mengharamkan kata Cina kepada orang2 pendatang tiong hua, karena kalo Mr. Lee hanya begitu gampangnya menyelesaikan masalah sosial/etnis pada tahun 1960an, nga mungkin singapura semaju ini, iya kan. Salam hangat kepada teman-teman yang nimbrung di diskusi ini, Andri --- RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebuah masyarakat yang madani (Civil Society) dan maju tak akan menggunakan istilah pri dan bukan pri, walau disetiap bahasa, ada istilah ini. Indigeneous dalam bahasa Inggris, Einheimische(r) dalam bahasa Jerman. Namun, di Jerman, Austria, kita tak pernah mendengar pemakaian bahasa ini dalam kehidupan se-hari hari. Tidak dikantor, tidak dijalan, atau dimanapun. Puluhan tahun saya hidup di Austria ini, dimana banyak kaum pendatang, namun tak dipakai istilah ini. Andaipun ada istilah yang setengah resmi seperti Zugereiste(r), yang berarti yang baru datang, ini hanya merujuk pada kelompok penduduk yang belum benar benar terintegrasikan, terutama dari sisi bahasa. Tetapi pemakaian resmi, seperti dinegeri kita. Ini harus ditolak tegas. Orang Jawa bagi saya, adalah orang Jawa yang turun temurun, maupun mereka keturunan Arab, India, Tionghoa, Indo atau manapun, yang telah membudaya di Jawa. Hal yang sama terlihat di Minahasa. Mereka hanya membedakan Kawanua yakni warga Minahasa, ataupun bukan. Yang bukan adalah yang belum membudaya. Pengunjung. Otherwise mereka tak bedakan agama, ataupun etnis. Kawanua ya Kawanua. Kalau kita belum juga mampu menyingkirkan hal ini, maka kita tak akan mampu menyongsong haridepan kita. Pembedaan ini selain tak ada faedahnya dari sisi apapun, malah hanya memperrsulit nation building yang benar yang kita butuhkan. Atau, kalau kita memang mau mendirikan negara kecil kecil berdasarkan ethnis. Maka jangan heran, kalau kelak di Bagan Si Api Api atau Pontianak ada negara kecil yang warganya adalah Tionghoa. Mirip Singapura. Tetapi, jangan bicara Bhineka Tunggal Ika, lalu memakai istilah pri dan non pri. Salam RM Danardono HADINOTO Yahoo! Groups Sponsor ~-- 1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery. http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
RE: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
jangan mau kalau dibilang non-pri, kalau ada yang bilang kamu non-pri yah? langsung aja jawab, saya pribumi koq --- mana aku percaya, mata lo sipit begitu - heheheheheheee (kiding) salam kenal, ngejawabnya pake otak yang dingin bgt, jd nga ada panas2nya lagi --- ulysee [EMAIL PROTECTED] wrote: Pertanyaan Bung Chan CT untuk menghilangkan noda kotor pada istilah pribumi itu membuat saya kepingin nimbrung nih. Saya setuju sama Bung Asahan. Bahwa istilah itu sendiri yang arti harfiahnya tidak berkonotasi jelek, tidak perlu dihilangkan. Terlalu banyak buang tenaga untuk menghilangkan suatu istilah. Lebih gampang mengubah 'kesan' yang tersampaikan. Bahwa sebelumnya istilah itu digunakan untuk kepentingan politik / dipolitisir untuk memisahkan atau membedakan kita/kami dari mereka sepertinya bisa dilawan lagi dengan cara politisir KONTRADIKTIF (heheheh ini istilah beken dari perguruan sebelah) Usul 'gila' saya adalah : tionghua lawan dengan cara politisir lagi, jangan mau kalau dibilang non-pri, kalau ada yang bilang kamu non-pri yah? langsung aja jawab, saya pribumi koq dengan demikian label jelek pri- dan non-pri akan luntur sendiri. Dengan demikian tionghua sendiri yang mendobrak pengkotak-kotakkan itu. Jangan mau dikotak-kotakin lagi. (maap, saya bilang usul gila, abisnya waktu saya cetuskan diantara teman dan kerabat, mereka komentarnya gila luh sambil ketawa-ketiwi dan diskusi berhenti) catatan: pengertian pribumi menurut KBBI = penghuni asli, berasal dari tempat yang bersangkutan. {Dan tio-in berasal dari Indonesia, jadi berhak untuk menyandang sebutan pribumi juga toh?} Tapi kalau buka KBBI mencari pengertian asli.. kya! Hehehehe. -Original Message- From: ChanCT [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, September 16, 2005 3:22 PM To: HKSIS-Group; budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Bung Asahan yang budiman, Penegasan bung untuk mempertahankan penggunaan istilah Pribumi cukup menarik, kita harus membuang segala pengertian kotor yang telah menodai istilah Pribumi itu. Kata bung: Kita bersihkan kata pribumi dari semua noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. Setuju! Saya juga sangat setuju dengan pengertian bung itu. Tapi, pernahkah bung pikirkan bagaimana cara menghilangkan noda dan begitu kotornya, jahatnya pengertian yang selama ini melekat keras pada istilah Pribumi itu? Bukankah salah satu cara yang dekat, adalah menghentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi itu, yang jelas selama ini digunakan untuk mengkotak-kotak warga negara Indonesia ini menjadi, Pribumi dan Non-Pribumi untuk sekelompok yang etnis Tionghoa. __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com Yahoo! Groups Sponsor ~-- Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/V8WM1C/EbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Kawan-kawan sekalian yang budiman, Jadi makin menarik diskusi kita mengenai istilah Pribumi dan Non-Pribumi ini. Tapi, saya tidak melihat adanya perbedaann hakiki diantara kita. Ini perasaan saya dari yang tersirat dalam kata-kata yang ada, ya. Kalau boleh saya katakan, bung Asahan yang menentang diharamkannya penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi tidak dengan demikian berarti menyetujui diskriminasi rasial, yang anti Tionghoa. Juga sebaliknya, kawan-kawan lain (termasuk saya) yang menyetujui dihentikan penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi ini tidak berarti berdiri dipihak mantan Presiden Habvibie, kelanjutan pemerintah Orba Soeharto itu. Cobalah kita fokuskan kembali pada istilah Pribumi itu lebih dahulu. Tidak ada diantara kita yang menentang pengertian secara bahasa, Pribumi adalah netral, tidak sedikitpun ada pengertian negatif. Istilah Pribumi menjadi masalah justru karena dipolitisir untuk menyudutkan sekelompok warga, khususnya kelompok etnis Tionghoa. Dan sampai disini, semua pihak yang berdebat sama-sama mengakui kebenaran ini. Saya sejak awal, dalam tulisan pertama Pribumi Non-Pribumi sudah menyatakan: Dan jelas, istilah Pribumi dan Non Pribumi adalah istilah politis yang dipergunakan Pemerintah Kolonial Belanda dan Pemerintah Orde baru dengan maksud untuk memecah belah golongan penduduk di negara Indonesia dan melanggengkan kekuasaanya. Coba, lebih lanjut kita perhatikan betul istilah Pribumi dan sebutan Non-Pribumi yang ditujukan pada etnis Tionghoa ini, bagaimanapun juga tidak bisa dibenarkan. Siapa yang berhak menyandang Pribumi di Nusantara ini? Karena kenyataan mayoritas mutlak penghuni Nusantara ini adalah juga pendatang dari daerah Yunan sana, penghuni yang masih bisa dikatakan Pribumi, yang masih asli adalah kelompok Negroid dan Wedoid yang berkulit kehitam-hitaman dan berambut keriting dan sekarang menetap di Nusatenggara dan Irian itu. Jadi, dalam pengertian dimana kita semua sama-sama pendatang, yang berbeda hanya waktu, sebagian lebih dahulu dan yang belakangan, pengkategorian Pribumi dan Non-Pribumi selama ini jelas adalah salah! Dan kalau kita sudah tahu salah, kenapa harus diteruskan? Apalagi jelas, penggunaan istilah Pribumi dan Non-Pribumi ini sebagai salah satu alasan untuk mendiskriminasi sekelompok warga yang etnis Tionghoa, dengan puncak kerusuhan yang meletus Mei '98 itu. Lalu, kalau kita tarik lebih lanjut penggunaan istilah Pribumi dan Non Pribumi dengan selalu mempertentangkan yang Pribumi dan Non-Pribumi, maka jelas akan menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia karena : - Orang-orang Aceh akan mengatakan bahwa Aceh mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Aceh seperti suku Batak, Minang, Jawa, dan lain-lain adalah Non Pribumi. - Orang-orang Betawi akan mengaatakan bahwa di Jakarta mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Jakarta seperti suku Aceh, Batak, Minang, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya adalah Non Pribumi. - Orang-orang Papua akan mengatakan bahwa di Papua mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Papua seperti suku Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain adalah Non Pribumi. - Orang-orang Dayak di Kalimantan akan mengatakan di Kalimantan Barat mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Kal-Bar seperti suku Jawa, Madura, dan lain-lain adalah non Pribumi. Untuk apa kita membuat masyarakat yang kenyataan plural dan majemuk di Nusantara ini terpecah-pecah dengan selalu mengkotak-kotakan menjadi Pribumi dan Non-Pribumi? Siapa sesungguhnya yang Pribumi, siapa yang Non-Pribumi? Bukankah jauh lebih baik dan akan lebih sehat, seandainya kita semua yang berbeda-beda itu, baik beda warna kulit, beda suku, beda etnis dan beda agama, semua bisa hidup rukun ber-damai-damai, bersama-sama membangun masyarakat ini lebih baik lagi, bersama-sama memusatkan segenap energi dan perhatian mendorong maju ekonomi yang nyaris bangkrut ini. Dan hendaknya janganlah kita trapkan semboyan yang pernah diteriakkan jaman RBKP (Revolusi Besar Kebudayaan Proletar) di Tiongkok dahulu: Apa yang ditentang musuh, kita sokong. Apa yang yang disokong musuh, kita tentang. Saya yakin semboyan itu hanya berlaku pada masalah pendirian, dan tidak berlaku secara umum dalam soal-soal praktis. Jadi, jangan kita menentang mengharamkan penggunaan istilah Pribumi hanya karena itu instruksi Mantan Presiden Habibie yang kelanjutan pemerintah Orba. Juga jangan karena masih menyetujui pengunaan istilah Pribumi lalu dikatakan rasis anti-Cina. Tidak mesti begitu. Salam, ChanCT - Original Message - From: BISAI To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA Sent: Thursday, September 15, 2005 7:59 AM Subject: Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Saudara Zhou Fy dan Saudara Mayat yang terhormat. Bila seseorang mengatakan kepada saya:dasar pribumi!! meskipun yang dimaksudkan seseorang
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Dirgahayu waduh, terima kasih banyak atas ceramah bung Asahan Aidit yang cukup panjang lebar membahas mentalitas saya, etnis tionghoa, orde baru, segala jenis cat dsb. tetapi agak aneh pada saat bung Asahan Aidit menuduh saya berbicara atas nama etnis tionghoa dan mempersempit masalah pola segregatif istilah pribumi dan non-pribumi hanya sebagai masalah etnis tionghoa. bung Asahan Aidit semakin menjadi aneh pada saat mengidentifikasi penolakan saya terhadap istilah rasist pribumi dan non-pribumi karena saya beretnis tionghoa. padahal di tulisan saya kemarin itu, saya tidak menyebut secara spesifik bahwa istilah ini menjadi masalah hanya untuk etnis tionghoa. dengan kata lain, bung Asahan Aidit telah menghukum saya untuk berhenti menggugat sesuatu yang pekat dengan nuansa rasialisme hanya dikarenakan saya beretnis tionghoa. dapat dipastikan pada saat saya mendukung kawan-kawan dari agama marginal spt sunda wiwitan, hindu kahuripan, ahmadiyah dsb, anda juga akan terburu-buru mengatakan bahwa seorang cina spt saya cuma bisa merengek-rengek. padahal masalah segregasi dan marginalisasi 'agama' amat berbeda dengan diskriminasi terhadap etnis tionghoa. hendaknya bung Asahan Aidit tidak memindahkan fokus pembahasan menjadi pembahasan terhadap diri pribadi saya. dalam frame demokrasi, setiap orang memiliki kebebasan untuk berbicara. mungkin jenis kebebasan ini tidak pernah bung Asahan Aidit sadari sebagai jenis kebebasan hakiki yang melekat pada seorang manusia, terlebih lagi pada saat masyarakat sipil berhadap-hadapan dengan negara dan alat negara spt tentara. selain itu, bung Asahan Aidit juga mesti menghargai Indonesia yang merupakan NEGARA HUKUM dengan mendukung upaya memberantas tindak kriminal terhadap kemanusiaan sampai ke akar-akarnya. atau setidak-tidaknya, marilah kita berpartisipasi untuk mencegah bibit-bibit segregatif atau konflik horisontal spt yang hendak diwariskan dengan istilah pribumi dan non-pribumi. dan aku kira, dalam mengisi dan hendak mendorong maju era demokrasi inilah saya hendak mengajukan pendapat masalah istilah pribumi dan non-pribumi bukan spt yang anda katakan spt Sedikit sedikit, belum apa-apa asal terasa etnis Cina disinggung, mesin otomatisnya langsung bunyi: anti Cina! rasialist! etnis tionghoa BUKANLAH SUPER ETNIS atau segolongan mahluk adi-kodrati. tetapi tampaknya begitu banyak kalangan yang mengistimewakan etnis tionghoa ini di samping terdapat elemen-elemen yang memandang etnis tionghoa sebagai etnis paling berbahaya bagi kemapanan dan maksud dominasi mereka sehingga etnis tionghoa perlu dibonsai, dipangkas atau kalau perlu di etnik-cleansing-kan. saya tidak pernah tau di mana bung Asahan Aidit berdiri. saya cuma tau kalao kakak kita, bang Amat, bersifat sangat bersahabat terhadap golongan tionghoa. tetapi di mana pun posisi bung Asahan Aidit berdiri, masalah perjuangan hak-hak sipil dan demokrasi tidak akan berhenti dengan penolakan bung Asahan Aidit terhadap konsepsi bernegara modern dan demokrasi egaliterianism. tampaknya, ledakan Bom di vietnam mempengaruhi kestabilan cairan otak anda bung Asahan Aidit shg anda menjadi agak rancuh dalam mengamati fokus perbincangan dengan berkomentar bahwa Kata pribumi adalah milik bangsa Indonesia yang berada dalam perbendaharaan kata-katanya, dan bukan milik Habibi, bukan milik kaum kolonialis lama maupun baru dan juga bukan milik orang Cina. seingat saya, kita tidak sedang membahas istilah pribumi dan non-pribumi dari sudut kajian semantik atau pelajaran bahasa indonesia. tetapi kita berbicara mengenai taburan politisasi yang diwariskan oleh orde baru atas kedua istilah tersebut. kata pribumi adalah perbendaharaan bahasa indonesia tetapi TIDAK TEPAT apabila kata pribumi ini dipakai untuk menggolong-golongkan warga-negara yang pada akhirnya menciptakan dinding-dinding segregatif antar anak bangsa. saya sebagai bangsa Indonesia menolak kata pribumi dan non-pribumi dengan definisi tidak jelas untuk dijadikan referensi pengkotak-kotakan golongan warga-negara spt yang pernah dilakukan oleh Belanda untuk menjerat bangsa indonesia dalam kolonialisme selama 300 thn. agaknya bung Asahan Aidit harus mulai belajar sebuah pola diskusi kajian daripada terlalu mempergunakan perasaan. saya menyakini bahwa bung Asahan Aidit pun tidak mampu mendefinisikan arti kata 'pribumi' yang kita maksudkan. tetapi karena sikap anti-tionghoa anda, semerta-merta anda mengarang cerita bahwa golongan tionghoa suka sekali menuding-nuding orang lain sebagai kelompok rasist anti-tionghoa. padahal,terdapat kehendak dari intern komunitas tionghoa untuk ikut berpartisipasi secara aktif membangun bangsa dan negara Indonesia. dan sikap-sikap aneh yang ditampilkan bung Asahan Aidit seringkali membuat hati segelintir tionghoa menjadi kecil dan keder. orang-orang spt Asahan Aidit ini cenderung berusaha menjegal partisipasi positif golongan tionghoa dgn bersikekeh meneruskan warisan politik segregatif orde-baru. Mayat --- In
Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Saudara Zhou Fy dan Saudara Mayat yang terhormat. Bila seseorang mengatakan kepada saya:dasar pribumi!! meskipun yang dimaksudkan seseorang( umpamanya seorang asing yang suka menghina kita secara historis) adalah barbar, maka saya tidak akan marah, saya tidak tersinggung. Mengapa saya harus marah dan tersinggung. Pribumi adalah identitas Antroplogis saya. Memang saya seorang pribumi meskipun saya tidak bangga sedikitpun menerima takdir yang tidak bisa saya tolak itu. Tapi siapa saja yang mengatai saya:dasar barbar!! meskipun dengan maksud baik, saya pasti akan bertindak lain. Saya setuju sekali dengan anda bahwa kata pribumi telah di distorsi oleh Orba secara sangat serius seperti juga sama halnya dengan kata Cina. Pendistorsian inilah yang saya tentang . Tapi bukan dengan cara mengharamkan kata yang telah dicemari itu. Pada hakekatnya sangat banyak orang menentang pengharaman kata pribumi , secara sadar atau tidak sadar, spontan maupun nuchter. Yang melakukan pengharaman itu adalah Orba, mesin politiknya Suharto dan bukan rakyat Indonesia. Mengapa Suharto dan Orbanya berbuat demikian?. Sejak pembantaian Suharto terhadap PKI dan rakyat Indonesia yang tidak bersalah yang mulai di tahun 1965 itu, Suharto ingin menyaring etnis Cina dengan tangguk rapat yang hampir-hampir tak tembus air untuk membedakan antara etnis Cina yang dia sangka ikut PKI, simpatisan komunis, simpatisan negeri dan Partai Komunis Cina, dengan Cina yang masih bisa dia pakai yang tentu saja pertama-tama yang kaya-kaya atau yang super kaya, yang bukan Komunis, yang tidak ber-orientasi ke Cina Daratan atau PKC. Hasil penyaringan itu, saya sebut saja satu nama untuk sementara, seperti yang kita kenal yang telah bernama Bob Hasan dan tentu saja masih banyak yang lainnya yang yang sekelas kakap seperti Bob Hasan untuk dijadikan Suharto menjadi para bendahara pribadinya. Suharto itu tidak bodoh seperti yang disangka sebagian orang, dia tahu dia tidak mungkin bicara soal atau mengelola ekonomi Indonesia tanpa para kapitalis Besar Cina yang kaya pengalaman, sukses dan lebih mudah dikendalikan karena bukan pribumi. Sedangkan waktu itu boleh dikatakan, Indonesia tidak punya kapitalis kakap yang sesunguhnya dan hanya memproduksi kapitalis birokrat yang bodoh berdagang tapi lihai mengeruk uang tanpa kerja dan susah payah. Tapi tentu saja Suharto tidak mau menggunakan terlalu banyak dan memberikan kesempatan kepada para kapitalis Cina saja. Itu akan menimbulkan kecemburuan di kalangan kroni-kroninya sendiri dan juga para pengusaha pribumi yang ingin berhasil tapi mendapatkan saingan yang maha berat bila harus bersaing dengan para kapitalis kakap dari etnis Cina. Dengan kata lain Suharto telah membikin kontradiksinya sendiri yang mana yang harus diistimewakan( baca: didiskriminasi).Sekali lagi dia seorang licik, lihai, cerdik dan juga tidak bodoh. Sambil memelihara dan menggunakan Bob Hasan dan sebangsanya, sambil juga mendiskriminir antara pengusaha pribumi dan pengusaha Cina. Cina yang mulai dari yang miskin hingga agak kaya dia babat, yang miskin dia tuduh komunis untuk dibabat dan ahirnya sebagian terbesar dari etnis Cina menderita diskriminasi. Dia (Orba) lalu menyebarkan kata yang telah dia beri racun: PRIBUMI DIPERAS, DIJAJAH, OLEH NON PRIBUMI dan dijadikannya sebagai psikologi massa yang bermakna: Cina musuh orang Indonesia melalui penjajahan ekonomi. Akibat dari penyebaran psikologi massa yang beracun itu dengan sendirinya telah menyuluh kerusuhan atau teror rasial anti Cina sebagaimana yang antara lain, kita kenal ngerinya di bulan Mei 1998. Sesudah kejatuhannya(Suharto), dia menunjuk Habibi sebagai penggantinya. Kita tahu Habibi seorang cendekiawan yang betul-betul pintar, tapi juga tidak semata cuma pintar, ia juga lihai dan licik. Akibat dari kerusuhan terror rasial 98, banyak kapitalis dan pengusaha besar Cina kelas kakap lari ker luar negeri, seperti yang kita kenal ,dan tahulah dia, apa itu artinya bagi ekonomi Indonesia yang telah dihancurkan Suharto hingga mendekati angka nihil. Untuk memperbaiki sedikit muka Indonesia yang sudah coreng moreng itu di mata dunia dan juga muka dirinya , maka keluarlah dia punya instruksi untuk mengharamkan kata pribumi dan sebagai analogi tentu saja kata Non pribumi. Indah kedengarannya bukan?. Habibi bisa diangkat jadi pahlawan anti rasialist yang ingin menghapus rasialisme anti Cina di Indonesia hanya dengan dua buah kata pribumi dan non pribumi harus menghilang dari kamus perbendaharaan kata bahasa Indonesia karena menurut dia berbau rasialis dan dengan maksud agar kembali menanamkan psikologi massa bahwa timbulnya rasiais atau pun penyebab rasialisme di Indonesia adalah karena kata pribumi dan non pribumi dan bukan karena watak rasialis yang sesungguhnya dari Suharto dan Orbanya. Cerdik bukan? Dan bukan hanya cerdik, pandai dan lihai, tapi juga ada orang yang mempercayainya, seperti sebagian dari golongan anda hingga sekarang
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Dirgahayu jawaban kawan Asahan Aidit untuk bung Chan CT sangat menarik. saya banyak mendapat pelajaran dan informasi dari uraian bung Asahan Aidit ini. sehingga perkenankan saya untuk menambahkan diskusi baik antara kawan Asahan Aidit vs bung Chan CT. masalah istilah untuk menamakan diri suatu etnis adalah sepenuhnya HAK ETNIS BERSANGKUTAN. pemaksaan penamaan untuk seseorang, sekelompok etnis, sebuah bangsa adalah sebuah bentuk represif yang sangat vulgar. kolonial belanda pernah menamakan rakyat indonesia dgn istilah 'inlander'. tetapi harian SIN PO akhirnya menolak penggunaan kata 'inlander' dan menggantinya dengan istilah INDONESIA. harian SIN PO ini adalah harian pertama yang menggunakan kata INDONESIA dalam tajuk beritanya. SIN PO tidak memaksakan kata INDONESIA. tetapi karena terdapat konsensus di antara para pejuang kemerdekaan saat itu yang memilih kata INDONESIA maka SIN PO telah bertindak benar dengan menolak kata 'inlander' dan menggantinya dengan kata INDONESIA. sekalipun SIN PO adalah terbitan golongan etnis tionghoa tetapi ternyata kalangan SIN PO sangat menghormati, kooperatif dan menunjukkan solidaritasnya terhadap perjuangan kemerdekaan INDONESIA. bung Asahan Aidit perlu mengetahui bahwa selain penindasan fisik terdapat juga penjajahan psikologis dan represif bahasa/istilah. Lenin memberi perhatian yang sangat besar untuk masalah POLITIK ISTILAH. kawan DN. Aidit mengetahui hal ini. sehingga setau saya, hanya PKI saja yang paling baik menggeluarkan begitu banyak slogan perjuangan. golongan tionghoa telah membuktikan diri sebagai golongan yang sangat toleran, sekalipun belum tentu bersimpati dan mendukung, terhadap rezim orde baru dengan tidak terlalu memaksakan kehendak ketika dirinya diberi-nama CINA, demi semata-mata menghindari konflik horisontal dan memperparah jalannya kehidupan berbangsa pasca tragedi 65 yang begitu berdarah dan keji. tetapi saat ini masanya sudah agak berbeda. diktator suharto telah mundur sekalipun tak tersentuh, dan sudah saatnya kita kembali pada proses nation-building yang pernah diintervensi oleh soehato dan orde baru. salah satu usaha itu adalah dengan menghormati pilihan penamaan diri untuk etnis tionghoa. saatnya, kita menegaskan bahwa bukan hanya golongan etnis tionghoa saja yang perlu berkontemplasi spt yang selalu bung Asahan Aidit serukan. tetapi proses kontemplasi ini harus dilakukan oleh seluruh golongan rakyat Indonesia. agar kerukunan, saling menghormati sesama saudara sebangsa dll dapat mulai dipraktekan oleh seluruh golongan dan latar belakang. dan sebagai orang yang telah berpihak untuk menentang segala bentuk penjajahan, saya mengira, kawan Asahan Aidit pun akan menentang jenis penjajahan 'bahasa'. sebagai orang muda, saya hendak belajar banyak dari sikap anti-penjajahan dari para senior saya spt bung Asahan Aidit ini. sehingga saya pun berusaha dengan objektif dan terbuka menentang usaha-usaha segregatif sebuah rezim mulai dari pola-pola represif sampai pada kebijakan penggunaan istilah yang tampaknya remeh. sebagai seorang nasionalis kebangsaan indonesia, bung Asahan Aidit seharusnya tidak mudah terjebak masuk jerat parochialisme segregatif yang mengutamakan politik etnisitas. nasionalisme kebangsaan tentu saja memiliki bobot lebih tinggi dari politik etnis sehingga yang perlu diutamakan adalah nasionalisme kebangsaan dan pola identifikasi diri sebagai BANGSA sehingga maksud-maksud dan usaha-usaha untuk merenggangkan harmonisasi antar golongan etnis dan usaha membagi rakyat ke dalam golongan etnis dengan sistem berlapis spt terlihat dalam proyek penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi harus DITOLAK, DIHARAMKAN, DILAWAN Mayat --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, BISAI [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung ChanCT yang sangat baik. Saya dapat menangkap makna yang terpositif dari uraian bung: memblokir rasialisme di semua sudut dan pintu-pintunya yang terkecil sekalipun. Tapi yang tersisa, juga masih memerlukan peneropongan lebih lanjut. Di luar karantina, masih ada faktor-faktor terselubung lainnya yang selalu siap menyebarkan virus gelap dengan berbagai cara yang salah satunya adalah elitisme, dengan kata atau phraselogisme, terminologi, yang itu biasanya dilakukan oleh penguasa dan pejabat tinggi. Kata pribumi sebagai kata biasa di antra puluhan ribu kata lainnya di dalam bahasa Indonesia sebenarnya lebih banyak dikaitkan dengan istilah Antropologi yang bersinonim dengan penduduk asli atau bumiputera. Itu juga yang saya maksudkan dengan arti netral atau arti sesungguhnya dari kata pribumi. Tapi lalu kata itu diberi warna politik oleh para elit bangunan atas yang tentu saja untuk tujuan politik atau keuntungan politik. Melalui instrusksi, atau mungkin Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden atau rencana Undang-Undang dan sebagainya, sebuah kata netral direnggut dari kamus umum bahasa Indonesia dan dipindahkan ke kamus Politik. Kamus umum bahasa Indonesia bertambah menipis
Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
i maupun di Vietnam. Pikiran ketua Mao adalah baik dan tidak ada yang jelek. Tapi tidak mungkin Pikiran ketua Mao dijadikan pedoman revolusi untuk Indonesia karena Indonesia punya kehususan sendiri sebagai negeri, bangsa dan adat istiadat.Lain dengan negeri Cina. Begitu pula apa yang sedang dilakukan di Cina sekarang ini, menurut saya tidak bisa diterapkan di Indonesia meskipun orang Indonesiabisa menarik pelajaran dan belajar dariCina meskipun itu bukan berarti harus menurut jalan Cina, karenabila demikian ,Indonesia akan sesat jalan seperti di waktu yang lalu lalu itu. Belajar bukan berarti menurutitanpa pikir dan fanatik pada sang gurutapi selalu mencari solusi yang sesuai dengan keadaan obyektif dan subyektifdiri sendiri. Jalan Cina tidak bisa menjadi jalan Indonesia. Ini bukan soal diskriminasi rasial atau anti Cina. Saya sangat setuju antara Indonesia dan Cina membina dan memelihara hubungan yang baik dan sungguh-sungguh, saling menguntungkan, saling menghormati dan sama derajat dan juga memajukan perdagangan di antara kedua bangsa. Tapi tidak main jiplak betapapun hebatnya Cina yang akan datang. Bung ChanCT yang saya hormati, inilah beberapa pikiran saya yang juga sebagai tanggapan atas uraian bung. Saya berpendapat bahwa keterus terangan di antara kita lebih penting daripada perbedaan pendapat. Saya berani berterus terang kepada bung karena saya tidak memasang jarak antara pribumi dan non pribumi melainkan sebagai orang sebangsa dan setanah air dan mungkin juga senasib. Salam yang sehangat hangatnya dari saya. asahan aidit. - Original Message - From: ChanCT To: HKSIS-Group ; budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Monday, September 12, 2005 5:48 AM Subject: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? Bung Asahan yb, Terimakasih atas respon yang begitu cepat. Saya jadi tertarik dengan uraian bung mengenai istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi" dari titik pandang lain, hanyalah ulah pemerintah untuk mengalihkan masalah berat, krisis-ekonomi, krisis-politikyang dihadapi. Setuju juga. Tapi, juga tidak dapat diingkari bahwa adanya penggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi" ini dalam sejarah yang cukup panjang, sejak jaman penjajahan Belanda sampai Orde Baru berkuasa itu, digunakan untuk membedakan secara ras, mendiskriminasi etnis Tionghoa. Penggunaan istilah "Pribumi" ini hanyalah salah satusebabtimbulnya diskriminasi ras, khususnya terhadap etnis Tionghoa, yang menimbulkan sentimen dan kebencian terhadap etnis Tionghoa. Sebagaimana juga bung tegaskan, "Tapi memangharus diakui, bahwa istilah (maksudnya "Pribumi" dan "Non-Pribumi", ChanCT)yang sudah dilaburi warna politik dengan inti reklame menarik itu, memang lebih banyak ditujukan pada etnis Cina dan memang lalu etnis Cina yang lebih banyak menjadi korban yang juga sekaligus adalah juga korban reklame Pemerintah yang berjubah antidiskriminasi rasial." Kutipan selesai. Mengapa? Begitu sebutan "Pribumi" digunakan pada sekelompok warga, maka ada sekelompok lain yang harus disebut sebagai "Non-Pribumi", dengan pengertian lainadalah "pendatang" yang seharusnya "tidak berhak" menikmati kemakmuran dari jerih-payah yang diperolehnya, atau menjadi yang dikatakan sebagai hasil "penghisapan", "Pemerasan kejam" terhadap yang "Pribumi" itu! Singkat kata, dalam banyak kasus kita bisa melihat sebagai satu gejala umum ( tentu tidak mutlak),ternyata kelompok "perantau", "pendatang" yang bertekad ingin merubah nasib hidupnya itu, didalam dadanya terkandung semangat juang yang luar-biasa, sehingga didalam persaingan bebas dengan yang dinamakan "Pribumi"dimanamereka hidup,bisa lebihunggul dan menang. Belum kita bicara siapakah sesungguhnya di Nusantara ini orang yang berhak menyandang "Pribumi"? Bukankah kalau melihat sejarah yang lebih jauh kebelakang, umumnya penghuni di Nusantara ini adalah pendatang dari daerah Yunan, yang dikatakan "Melayu-tua", dan yang dinamakan "Pribumi" Negroid dan Wedoid berkulit kehitam-hitaman dan berambut kriting itu, yang tinggal di Nusatenggara dan Irian itu? Mari kita perhatikan kelanjutan dari pengunaan istilah "Pribumi" di Indonesia yang semula hanya ditujukan pada etnis Tionghoa itu. Pernahkah bung memperhatikan adanya organisasi "Pembela Pribumi" yang berbau rasis ditahun-tahun 97, menjelang meletusnya Tragedi Mei '98, yang bertujuan merebut kembali hak-hak Pribumiyang katanya telah "dirampas" secara keji olehetnis Tionghoa itu? Dankalau kita perhatikan, pertikaian di Poso yang sedikit banyak juga ada masalah tersingkirkannya suku Maluku yang "Pribumi" oleh pendatang Bugis itu, dan lebih jelas lagi bisa kita lihat pertikaian suku Dayak dan Madura di Kalimantan
[budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Bung Asahan yb, Terimakasih atas respon yang begitu cepat. Saya jadi tertarik dengan uraian bung mengenai istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi" dari titik pandang lain, hanyalah ulah pemerintah untuk mengalihkan masalah berat, krisis-ekonomi, krisis-politikyang dihadapi. Setuju juga. Tapi, juga tidak dapat diingkari bahwa adanya penggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi" ini dalam sejarah yang cukup panjang, sejak jaman penjajahan Belanda sampai Orde Baru berkuasa itu, digunakan untuk membedakan secara ras, mendiskriminasi etnis Tionghoa. Penggunaan istilah "Pribumi" ini hanyalah salah satusebabtimbulnya diskriminasi ras, khususnya terhadap etnis Tionghoa, yang menimbulkan sentimen dan kebencian terhadap etnis Tionghoa. Sebagaimana juga bung tegaskan, "Tapi memangharus diakui, bahwa istilah (maksudnya "Pribumi" dan "Non-Pribumi", ChanCT)yang sudah dilaburi warna politik dengan inti reklame menarik itu, memang lebih banyak ditujukan pada etnis Cina dan memang lalu etnis Cina yang lebih banyak menjadi korban yang juga sekaligus adalah juga korban reklame Pemerintah yang berjubah antidiskriminasi rasial." Kutipan selesai. Mengapa? Begitu sebutan "Pribumi" digunakan pada sekelompok warga, maka ada sekelompok lain yang harus disebut sebagai "Non-Pribumi", dengan pengertian lainadalah "pendatang" yang seharusnya "tidak berhak" menikmati kemakmuran dari jerih-payah yang diperolehnya, atau menjadi yang dikatakan sebagai hasil "penghisapan", "Pemerasan kejam" terhadap yang "Pribumi" itu! Singkat kata, dalam banyak kasus kita bisa melihat sebagai satu gejala umum ( tentu tidak mutlak),ternyata kelompok "perantau", "pendatang" yang bertekad ingin merubah nasib hidupnya itu, didalam dadanya terkandung semangat juang yang luar-biasa, sehingga didalam persaingan bebas dengan yang dinamakan "Pribumi"dimanamereka hidup,bisa lebihunggul dan menang. Belum kita bicara siapakah sesungguhnya di Nusantara ini orang yang berhak menyandang "Pribumi"? Bukankah kalau melihat sejarah yang lebih jauh kebelakang, umumnya penghuni di Nusantara ini adalah pendatang dari daerah Yunan, yang dikatakan "Melayu-tua", dan yang dinamakan "Pribumi" Negroid dan Wedoid berkulit kehitam-hitaman dan berambut kriting itu, yang tinggal di Nusatenggara dan Irian itu? Mari kita perhatikan kelanjutan dari pengunaan istilah "Pribumi" di Indonesia yang semula hanya ditujukan pada etnis Tionghoa itu. Pernahkah bung memperhatikan adanya organisasi "Pembela Pribumi" yang berbau rasis ditahun-tahun 97, menjelang meletusnya Tragedi Mei '98, yang bertujuan merebut kembali hak-hak Pribumiyang katanya telah "dirampas" secara keji olehetnis Tionghoa itu? Dankalau kita perhatikan, pertikaian di Poso yang sedikit banyak juga ada masalah tersingkirkannya suku Maluku yang "Pribumi" oleh pendatang Bugis itu, dan lebih jelas lagi bisa kita lihat pertikaian suku Dayak dan Madura di Kalimantan yang sampai bunuh-membunuh itu. Dan, ... kalau pengertian "Pribumi" dan "Non-Pribumi" ini diteruskan, bukankah terjadi desintegrasi NKRI? Barulah pemerintah cepat-cepat menstop, dengan tegas menghentikanpenggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-pribumi" yang dalam kenyataan telah membuat perpecahan bangsa Indonesia ini menjadi lebih parah.Karena yang merasa "Pribumi" terdesak oleh "Non-Pribumi", kelompok pendatang itu. Jadi, saya sepenuhnya setuju dengan instruksi Presiden Habibie itu, untuk menghentikan penggunaan istilah "Pribumi" pada sebutan kelompok warga RI. Mengapa harus mempertentangkan warganya dengan sebutan "Pribumi" dan "Non-Pribumi"? Seharusnyalah kita hanya mengenal satu macam warganegara dengan hak dan kewajiban yang sama! Tidak ada lagi pembagian klas, pribumi lebih tinggi dari yang dikatakan non-pribumi, atau suku Jawa yang mayoritas lebih tinggi kedudukannnya dari suku lain, atau khususnya etnis Tionghoa sebagai "Non-Pribumi" yang boleh dianak-tirikan. Tidak seharusnya ada pengertian anak emas dan anak tiri dalam memperlakukan warganegaranya. Setiap orang, setiap warga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan sederajat dihadapan HUKUM. Betul, kan! Lalu, bagaimana seharusnya memperlakukan persaingan bebas yang terjadi, dan kenyataan etnis Tionghoa, suku Bugis, suku Madurayang dikategorikan "Non-Pribumi", sebagai "Pendatang" justru menunjukkan keungulannya dibidang usaha-ekonomi itu? Haruskan mereka disingkirkan dengan pernyataan telah "merampas" hak "Pribumi"? Benarkan mereka-mereka yang berhasil usahanya itu merupakan "penghisapan" dan "pemerasan-kejam" terhadap "Pribumi" dan oleh karenanya boleh direbut kembali secara semena-mena? Bagi negeri kaya yang sangat miskin, dimana ekonomi sedang terpuruk parah seperti Indonesia ini, tidaklah mungkin sekaligus mengangkat rakyatnya menjadi makmur sekaligus. Tidak mungkin itu, kecuali dalam mimpi indah saja. Yang mungkin dilakukan adalah sebagaimana dikatakan Deng Siao-ping, "Perkenankan sementara orang kaya lebih dahulu. Dan kita gunakan