Bang Poltak,
Benarlah bahwa para pendiri bangsa kita tidak menciptakan itu, tetapi 
merumuskannya. Saya kira masalahnya bukan pada apakah pemikiran ini orisinil 
atau tidak. Ini tak pernah dipermasalahkan. Muhammad Yamin sendiri pernah 
hendak mengasalkan bangsa Indonesia merdeka ke kejayaan Majapahit dan 
Sriwijaya, dengan konsep Nusantara-nya. Baik Sukarno-Hatta-Sjahrir dan Yamin 
sama-sama mengasalkan dari masa lalu, apa bedanya?

Hemat saya, Sukarno-Hatta-Sjahrir yg tumbuh dlm pendidikan Barat ( nanti bisa 
sy posting pemikiran Sjahrir yg luar biasa itu, bagaimana ia mengatasi tegangan 
sosialisme vs liberalisme ) itu memahami dg baik apa itu historisitas. Bahwa 
gagasan itu mewaktu, karenanya ia berubah, terkait situasi dan kondisi, 
kontekstual. Implikasinya kekuasaan dan kebenaran (politik) pun hasil sebuah 
rekonstruksi. Ini bedanya dg Yamin, ia melihat gagasan itu ahistoris, seolah 
rentang waktu antara zaman Majapahit dan RI baru bukanlah konteks historis yg 
nyata.

Kalau dalam tafsir Kitab Suci, pendekatan Sukarno-Hatta-Sjahrir ini bisa 
disebut 'diakronik' ( melalui waktu, biasanya memakai metode hermeneutika, asal 
kata 'hermeneuin' artinya menafsir ). Sebaliknya, pendekatan Yamin itu 
'sinkronik', karena waktu tidak menjadi masalah.

Implikasinya, Sukarno-Hatta-Sjahrir ingin mengambil apa yang baik, lalu 
dikontekstualisasikan dg kenyataan Indonesia. Pasal2 UUD 1945 itu kan semacam 
sintesis, hasil dari membaca dan memikirkan sana sini. Tapi apakah itu plagiat? 
tidak, justru ini adalah upaya brilian, bagaimana membingkai negara Indonesia 
menjadi negara modern tanpa mengabaikan kenyataan kultural. Beda dg Yamin. Atau 
kalau mau ditarik, beda dg konsepsi negara integralistik Supomo yang 
dipengaruhi Hegel dan Adam Muller ( konsep keluarga ini nanti akan saya 
jelaskan lebih rinci, bahwa konsep ini di Barat pun berkembang, khususnya dlm 
paham integralistik Muller yg dipengaruhi Hegel ).

Lalu apakah kita boleh menyebut ini warisan pendiri bangsa? boleh saja. Namun 
tentu tak usah diklaim sebagai 'sakti", otentik, atau penemuan sendiri. Apakah 
Pancasila lalu tak penting lagi? ya, sejauh kita bisa menggantinya dg dasar 
berdiri negara ini, yang notabene berarti RI sudah tamat.

Kita mewarisi RI, tentu harus komit, meski tak usah taken for granted. Ideologi 
ini terbuka, artinya ia siap dikritik dan disesuaikan dg zeitgeist. tergantung 
bagaimana memaknai. Tapi saya menghargai pendapat dan sikap Anda, krn tegangan 
ini dari awal sudah ada, pernah ada, dan akan tetap ada, dan karena perbedaan2 
dan diskursus inilah Indonesia akan maju.

salam



________________________________
Dari: Poltak Hotradero <hotrad...@gmail.com>
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 05:31:12
Judul: Re: [Keuangan] PANCASILA

  
At 07:02 PM 10/5/2009, you wrote:

>Kalau Pancasila aja gak paham, terus gimana nerapinnya.. ..
>
>Agak menggelitik ketika isu demokrasi Pancasila dan Ekonomi 
>Pancasila di naikkan... Lalu seberapa penting hal itu buat kehidupan kita??
>
>Menurut hemat saya, Pancasila adalah sebuah ide warisan pendiri 
>bangsa. Yang membedakan jati diri kita dengan bangsa dan negara 
>lain... Pancasila nyambung dan nempel dengan Indonesia dan UUD 45. 
>Kebesaran Indonesia adalah kebesaran Pancasila dan UUD 45.

Anda mungkin akan terkejut - kalau Pancasila (setidaknya dari 
versi-nya Sukarno) ternyata kalau ditelusuri, sebagian adalah berasal 
dari...Abraham Lincoln. (kaget?)

Jadi, kalau dikatakan ide warisan pendiri bangsa... berarti sudah 
sangat kental kita semua adalah generasi hasil indoktrinasi. Hasil 
penjejalan PMP dan P-4 selama ribuan jam yang membuat kita gagal 
berpikir kritis. Dan itu sebabnya masalah kita nggak selesai-selesai. ..

Nanti akan saya tulis bagaimana 3/5 bagian Pancasila bila ditelusuri 
ternyata berasal dari Abraham Lincoln.





      Menambah banyak teman sangatlah mudah dan cepat. Undang teman dari 
Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang! 
http://id.messenger.yahoo.com/invite/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke