At 04:32 PM 10/6/2009, you wrote: > > >Sorry mungkin saya yang kurang nyambung, karena Anda tidak >menyertakan 'thread' sebelumnya, Anda menanggapi komentar yg mana. >Saya kira sejauh diskusi kita, tidak ada yang mengatakan bahwa >kapitalis tidak bisa beramal. Justru AS hidup dari charity, dan >tradisi ini sangat tua dan panjang. Lalu dlm konteks ini, pertanyaan >saya dibandingkan dengan siapa, zaman ini sesama kapitalis yg >jor-joran? ya tidak ada masalah. Karena setahu saya, mengatakan >'kapitalis' kan sama artinya menyebut siapa itu 'non-kapitalis'. >Kalau contohnya buruh/pekerja, sudah pernah saya sampaikan bagaimana >ketimpangan yg makin lebar, ditunjukkan dg rasio.
Mas Prastowo, 1. Orang bisa memberi semata-mata karena ia punya sesuatu yang lebih. Kalau buat dirinya saja kurang, lantas gimana mau memberi? 2. Tidak selalu bahwa orang menjadi kaya hanya dengan cara mencuri milik/hak orang lain. Apa yang ditulis oleh Karl Marx sebagai "excess of labor" sebagai semata-mata pencurian hak dalam Das Kapital adalah salah besar. Karena ekonomi ternyata sebuah positive sum game - dan bukan zero sum game. Belum lagi aspek inovasi dan teknologi. Semakin kita bergeser ke sektor jasa - hal ini semakin kentara. 3. Jawaban komunisme untuk hal tadi adalah penghapusan pasar tenaga kerja. Konsekuensinya ternyata adalah pasar barang dan jasa yang tidak berkembang, serta absennya pasar modal. Yang terjadi adalah distorsi ekonomi lebih lanjut -- termasuk tugas alokasi sumber daya yang sebelumnya diserahkan pada pasar. Tugas alokasi sumber daya ini akhirnya diserahkan pada birokrasi dan dilakukan secara manual/mekanik. Apakah selesai? Ternyata tidak. Kompleksitas pasar barang dan jasa gagal dialokasikan secara sempurna -- sehingga efisiensi malah turun lebih lanjut. Pembuat sepatu cuma taunya bikin sepatu. Di negara seperti itu akan terjadi keadaan di mana di satu sisi terdapat sepatu bertumpuk-tumpuk sampai membusuk -- padahal pada saat yang sama di tempat lain banyak orang yang tidak punya sepatu. Itu yang terjadi di Uni Soviet dan membuat negara itu punah. > Yg sering dikritik dari kapitalisme sebenarnya keyakinan akan 'the > endless of accumulation', lalu pekerja yg ikut menciptakan nilai > barang itu dihargai berapa sebaiknya? Penghargaan dilakukan sesuai dengan mekanisme pasar. Jadi bersifat dinamis. Bodohlah seorang pemilik pabrik kalau menggaji seorang pegawai terlalu murah - sementara pabrik lain membayar pegawai dengan kualitas serupa dengan gaji lebih mahal. Mengapa? Karena pegawai itu akan pindah ke pabrik lain. Dan akhirnya si pemilik pabrik hanya akan kebagian pegawai-pegawai yang kualitasnya lebih rendah daripada gaji yang dibayarkan. Resiko bisnis pun meningkat - sehingga produk yang dihasilkan tidak lagi kompetitif. Bisnis pun mati. Apakah penghargaan harus bersifat statis? Tentu saja tidak. Pasar tenaga kerja itu dinamis. Bisa saja orang mulai dari pekerja pabrik sepatu -- tetapi kemudian ia belajar keahlian lain -- sehingga suatu saat bisa bekerja sebagai programmer komputer, misalnya. Anda bisa baca tulisan Joseph Schumpeter tentang "creative destruction" mengenai hal ini.