Hehe...Cina ini liberalnya dari mana Bung? Apa kalo anak-anak kita akan 
bilang.." dari Hongkong....."
Kalo mereka liberal, tentu tak akan memperlakukan Dalai Lama atau Falun Gong 
seperti itu.
Kapitalisme dan liberalisme itu tidak musti satu paket. Kalau Fareed Zakaria 
pernah memetakan, setidaknya ada yg "liberal" dan "iliberal".
Singapura, AS, Hongkong, Swedia, Prancis, itu semua negara kapitalis, tapi 
ideologi politiknya beda.
Giovanni Arrighi, pengarang "Adam Smith in Beijing" malah mengatakan, Cina itu 
'non-capitalist market-economy'.
tapi soal mau mengisi dg apa, itu hak dan monggo2 saja, krn prinsip saya 
Pancasila itu metanorma.

salam




________________________________
Dari: lubeckym <lubec...@indosat.net.id>
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sel, 6 Oktober, 2009 21:10:57
Judul: Re: [Keuangan] PANCASILA

  
Terimakasih bung Oka. Sebagai moderator, usaha anda merampung diskusi Pancasila 
ini sangat dihargai.
Saya mengamati sampai dimana diskusi Pancasila ini berujung dan saya baru sadar 
bhw Founding Fathers kita memang kreatif dan jenius 
dlm menciptakan "wadah yang kosong" itu dan mewariskan kepada seluruh rakyat 
Indonesia untuk "diisi" bersama-sama.
Sangat visioner.

Sekarang saya tdk skeptis lagi. 
Secara pribadi saya akan isi "wadah yg kosong " tersebut dengan nilai-nilai 
kapitalisme kompetitif dan prinsip-prisip liberal yg menjunjung tinggi 
individualisme.

[mirip kan dengan China yg punya wadah "Sosialisme dengan ciri Tiongkok" tapi 
isi wadahnya kapitalisme liberal]

peace,
lubeck.

----- Original Message ----- 
From: Oka Widana 
To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com 
Sent: Wednesday, October 07, 2009 10:20 AM
Subject: RE: [Keuangan] PANCASILA

Saya kok merasa sepakat dengan yg ditulis rekan Hok An (Btw, kapan Anda ke
Jakarta, lagi?). Pancasila itu, adalah konsensus para pendiri Negara, yang
merupakan visi akan menjadi apa yang namanya negara dan bangsa Indonesia
itu. Pendiri Negara, tidak memberikan petunjuk, bagaimana atau akan diapakan
pancasila dalam hal implementasi dan aplikasinya dalam berbangsa dan
bernegara. Artinya, Pancasila itu, kalau diibaratkan suatu wadah, masihlah
wadah yang kosong, yang hanya diberi merek Pancasila.

Jika persepsinya seperti itu, maka tak heran jika pak Harto dan
pemerintahannya pada saat itu berusaha menciptakan wadah yg dinamakan P4.
Kalopun saat ini banyak yang bilang bahwa pendekatan itu salah, karena
bersifat indoktrinatif dan mengikis sikap kritis Warga Negara, saya kira itu
adalah tahapan belajar yang harus kita lalui. Setelah era P4, seolah-olah
Pancasila seperti tertelan bumi, antara ada dan tiada. Apakah P4,
menghasilkan efek traumatis terhadap Pancasila? Saya kira, walau belum ada
penelitiannya, kok ngak sampai kesitu ya...

Bung Poltak benar mempertanyakan Pancasila itu seperti apa? Wong dia baru
melihat wadahnya doang.. mas Pras juga benar, karena beliau melihat, didalam
wadah itu sudah ada isinya, yaitu kebijakan hasil pengalaman bangsa ini
selama 64 tahun merdeka, bahkan sebelumnya. Bung Enda, dan rekena2 lain saya
kira benar juga karena melihat angle yang berbeda, pada wadah ini.

Pancasila seperti halnya Merah Putih adalah kartu mati bagi Negara
Indonesia. Dulu Merah Putih, kita artikan berani (merah) karena suci
(putih), mungkin sekarang Merah Putih harus diintepretasikan lain.. (wong
Nurdin Top dkk, aja bisa mengklaim semua aktivitas gilanya adalah berani
karena suci, apa bedanya dg Merah Putih Indonesia?) ditengah kapitalisme
modern, globalisasi, nasionalisme baru. Pancasila saya kira harus
diperlakukan sama, Pancasila adalah wadah yang dinamis, yang tak akan pernah
penuh. 

Siapa yang harus mengisi, bukan Pemerintah tapi seluruh Warga Negara. Jangan
Pemerintah yang bertugas mengisi, apalagi memonopoli intepretasi, entar
balik lagi jaman Orba dong. Suatu Badan atau lembaga yang diatas Pemerintah,
yang merupakan representasi seluruh rakyat..apalagi kalo bukan MPR, disitu
ada wakil Parpol dan Daerah, bukan? UUD 45 yang dulu dianggap sakral saja
bisa diamend, walau kesakralannya ingin tetap dipertahankan dengan cara
tetap menamakannya UUD 45...artinya MPR bisa merumuskan guidance yg lebih
jelas bagaimana mengaktualisasikan (saya tak ingin menggunakan kata
mengamalkan) Pancasila. Dari sanalah barulah bangsa ini bisa melangkah lebih
jauh...

Sebagai Moderator, saya tak ingin menutup diskusi mengenai Pancasila ini,
tapi memang kesimpulannya ngak akan jauh dari yang saya tuliskan diatas.
Kalo mau dilanjutkan silahkan sajalah...untuk membedakan dengan topik yang
terkait ekonomi, maka dibawah thread Pancasila, kita hanya akan membahas
hal2 diluar ekonomi. Hal-hal mengenai Ekonomi Pancasila, saya sarankan
dibawah traead Ekonomi Pancasila.

Salam,

From: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
[mailto:AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com] On Behalf Of Hok An
Sent: Wednesday, October 07, 2009 12:38 AM
To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
Subject: Re: [Keuangan] PANCASILA

Bung Poltak,

bagi saya Pancasila tadinya adalah janji bentuk dari negara (waktu itu 
cuma RI).
Isinya adalah kompromi dari kelompok2 yang mendukung lingkaran kecil 
sekitar BPKNIP.
Pada awalnya cuma ada 4 sila. Akhirnya jadi 5 sebab kelompok2 minoritas 
menuntut masuknya perikemanusian.
Azas perikemanusian diaktualisasi sesudah UUD 45 diganti dengan 
UUDSementara dimana seluruh konvensi PBB yaitu apa yang namanya Hak2 
Azasi Manusia (HAM) diadopsi dalam UUD ini.
Jadi Indonesia adalah satu negara yang pertama mengakui HAM.
Tetapi mengakui kita sekarang tahu semua ternyata bukan melaksanakan.

Yang terjadi malah degradasi sistem negara hukum sampai nyaris hilang.
Yang hilang bukan hanya sistem hukum, tetapi juga norma dan etika.
Singkat kata sesungguhnya konsensus nasional tentang baik dan buruk, 
benar dan salah sudah dalam keadaan lumpuh.

Perlu dikaji ada atau tidak lembaga negara yang bertugas mengawasi dan 
menerapkan sistem hukum, norma dan etika dalam negara kita.
Sesungguhnya badan tertinggi adalah MPR. Tetapi badan ini sudah maya, 
sebab fungsi yang nyata tidak jelas lagi. Sebetulnya MPR adalah badan 
yang bertugas menyusun sistem nilai apakah UU yang ada sesuai dengan 
Pancasila atau tidak. Berdasarkan sistem nilai ini harusnya setiap 
undang2 bisa dinilai oleh Makamah konstitusi apakah masih berlaku.

Dalam praktek se-hari2 harusnya ada menteri UUD yang bertugas mendidik 
dan mengawasi semua unit2 kenegaraan supaya bekerja dalam kerangka UUD. 
Di Indonesia fungsi ini tidak jelas ada di departemen apa. Harusnya 
jabatan ini dipegang oleh Menteri Dalam Negeri yang 10 tahun terakhir 
ini se-olah2 kehilangan perannya sebagai juru pimpin tata negara kita.

Jadi Pancasila dan aparatnya yaitu seluruh sistem perundangan kita ini 
belum bisa atau tidak selalu bisa ditagih, mirip obat placebo. Merek 
sudah ada tapi isinya masih kosong.
Mengatasi masalah ini tidak mudah, sebab visi politik untuk itu belum ada.
Sebab itu perlu ditanamkan idealisme supaya visi negara modern dengan 
tata negara yang jelas bisa jadi infrastruktur politik kita dikemudian hari.

Salam

Hok An

Poltak Hotradero schrieb:
> 
>
> At 11:40 AM 10/6/2009, you wrote:
> >Aku jd tertarik jg comment. Menurutku semua pemikiran/konsep selalu
> >merupakan respond terhadap tantangan jaman dan waktu. Jd, ada
> >assumsi yg melandasi konsep tsb.
> >
> >Asumsi2 dasar ekonomi kapitalis, sosialis rasanya sudah jelas. Yg
> >rasanya belum jelas ialah ekebenarnya apa sih asumsi2 ekonomi Pancasila?
>
> Bung Enda,
>
> Itu dia bagian dari pertanyaan saya sejak berhari-hari yang lewat.
> Pancasila itu konkritnya apa? (dan sama dengan itu - ekonomi
> Pancasila itu konkritnya apa?)
>
> Kayaknya masih belum terjawab.
> Dan kalau memang belum terjawab -- bagaimana kita bisa tahu ekonomi
> pancasila (apapun itu) adalah penyelesaian atas masalah ekonomi kita?
>
> Bila ternyata Pancasila tidak mendorong penegakan hukum atau
> meritocracy -- maka semakin berkuranglah poin untuk menyatakan bahwa
> ekonomi pancasila adalah resep yang tepat...
>
> Sekadar jadi gerakan moral ya silahkan saja -- tetapi sebagai "agama"
> atau doktrin ekonomi -- Pancasila rasanya sudah terlalu jauh.
>
> >Pertanyaan berikutnya tentu, seberapa penting sebenarnya asumsi tsb
> >dibawa dalam tahap operasional. [Aku sendiri pernah schock baca
> >paper lama dari Milton Friedman "The Methodology of Positive
> >Economics", yg kurang lebih bilang bhw unrealistics assumsi dalam
> >teori ekonomi tidaklah penting, selama teori tsb menghasilkan

.

Image removed by sender.

[Non-text portions of this message have been removed]

__________ Information from ESET Smart Security, version of virus signature 
database 4485 (20091006) __________

The message was checked by ESET Smart Security.

http://www.eset. com

[Non-text portions of this message have been removed]





      Jatuh cinta itu seperti apa ya rasanya? Temukan jawabannya di Yahoo! 
Answers! http://id.answers.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke