Mencoba ikut memberi pandangan. Hemat saya, baik kapitalisme dan sosialisme keliru jika hanya mengasumsikan bahwa: 1. Manusia itu hanya self-interested, karena benar bahwa self-interest adalah salah satu watak kodrati manusia, tetapi pastilah self-interest itu bukan keseluruhan watak manusia. 2. Mula-mula manusia itu sebuah kolektivitas, karena dengan demikian individualitas direduksi dan hanya menjadi sarana bagi sebuah tujuan bersama.
Baik kapitalisme dan sosialisme seringkali terjebak dalam dua ekstrem itu, dan ini kadang lebih dikarenakan tegangan ideologi. Kita di sini sebenarnya tak terlalu terwarisi tegangan ideologi ini, tetapi kadang sosialisme (termasuk komunisme ) lalu relevan dlm kritik thd praktik kolonialisme, yang kebetulan para kapitalis. Individualitas dan sosialitas adalah dua aspek kodrati dari sebuah kemanusiaan. Jatuh pada salah satu hanyalah sebuah kekeliruan. Saya pribadi merefleksikan bahwa tugas kita adalah: 1. Bagaimana merawat kebebasan individual tanpa jatuh dalam individualisme ( termasuk individualisme metodologis ). 2. Bagaimana "menyuntikkan' ( imposing ) sosialitas dalam praktik bisnis, termasuk sosialitas laba, sosialitas hubungan majikan-buruh, dlsb.Bahwa tak semua ranah bisa dijadikan pasar dan mekanismenya tansaksional. Melihat betapa besar dan kuatnya pertarungan ideologi ini di Barat, akibat globalisasi, kadang kita ( dan khususnya saya pribadi ) sering jatuh dalam salah satu ekstrem. Tapi saya kira definisi bahwa tukang rokok dan mbok di warung itu kapitalis kurang tepat , per definisi karena di sana tidak ada akumulasi modal dan kontrol atas alat2 produksi secara privat. Saya kira pemikiran Smith mewakili keresahan Anda. Ia bertolak dari fakta empirik ( commercial society ), merefleksikannya dan memikirkan "apa yang mungkin" dari yg faktual ini. Ibaratnya, ia mengkritik faktualitas dg keterlibatan. Saya pernah elaborasi pemikiran Smith itu di sini http://indoprogress.blogspot.com/2009/09/teka-teki-das-adam-smith-problem.html demikian pendapat saya. terima kasih. salam, pras ________________________________ Dari: irmec <ir...@usa.com> Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 6 Oktober, 2009 22:05:00 Judul: Re: [Keuangan] PANCASILA Baca perdebatan ekonomi kadang seperti perdebatan agama, sering berangkat dari induksisasi fakta2 (dan fakta yg muncul), tapi lebih sering deductive dari konsep (dan asumsi). Misalnya, kalau bicara ttg. kapitalis, yg kebayang ialah millioner seperti Bakri, trus org yg teriak "greed is good". Padahal tiap hari kita ketemu sama kapitalis, seperti tukang rokok, mbok diwarung. Sementara itu kalau bicara sosialisme, yg kebayang ialah dunia yg penuh persaudaraan, saling berbagi (tentu ini bagi para pendukungnya) . Tapi bisa jg kebayang, dunia yg males, karena negara terus menyantun. Malah kadang ekstrem, malah kebayang Gulag, kamp kerja paksa. Namun, baik kapitalis maupun sosialis, dua2 ingin individu dan dunia yg lebih sejahtera. Namun, dua2nya berangkat dari asumsi yg beda. Misalnya masalah "human nature" dari manusia. Kapitalis pikir bhw alamiahnya manusia pd hakekatnya adalah mahluk yg mikirin dirinya sendiri (ini yg bikin liberal deket dgn kapitalis). Sementara sosialis berpendapat bhw manusia pada hakekatnya adalah suci dan bersih (ok lah istilah ekonomi dipakai alturistic) - ini bikin sosialis dekat dgn agama -, yg masalah ialah masyakaratlah yg bejat. Turunan dari asumsi ini sudah bisa ditebak kemana. Tapi pertanyaan (kalau emang ada yg mau construct ekonomi pancasila) ialah seberapa benar kedua asumsi tsb? Cheers ENda --- In Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer [Non-text portions of this message have been removed]