Pertama, aku harus meluruskan dulu. Tukang rokok yg aku sebutkan punya pegawai 1, mbok penjual makanan punya tiga pelayan. Paling kurang kalau definisi kapitalis Marx, baik tukang rokok maupun mbok sudah kapitalis.
Adam Smith di Wealth of Nation berhasil membuktikan bhw self interest individual dapat membawa kebaikan bagi masyarakat banyak, lwt mekanisme pasar. Tapi di bukunya yg lain (Moral Sentiments), ia bilang "How selfish soever man may be supposed, there are evidently some principles in his nature, which interest him in the fortune of others". Bukti2 baru, membuktikan bhw Smith ternyata benar. Manusia ngak sepenuhnya mengejar self interestnya. bhkan secara ilmiah, biochemical ternyata memperlihatkan bhw ada hormon dalam otak, yg namanya oxytocin, yg punya peran menghasilkan perasaan saling percaya, dan kerjasama. paradoxnya, pembenaran thesis Smith, punya konsekuensi ialah self interest individual ngak akan pernah membawa kebaikan, karena individu ngak benar2 berjuang untuk self interestnya. Namun disisi rain asumsi sosialis jg ngak tepat jg. Terlalu naif. Ini bawa kita pada masalah berikutnya (konsekuensinya), yaitu peran pasar dan pemerintah. Tapi segitu aja dulu ah. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo <sesaw...@...> wrote: > > Mencoba ikut memberi pandangan. > Hemat saya, baik kapitalisme dan sosialisme keliru jika hanya mengasumsikan > bahwa: > 1. Manusia itu hanya self-interested, karena benar bahwa self-interest adalah > salah satu watak kodrati manusia, tetapi pastilah self-interest itu bukan > keseluruhan watak manusia. > 2. Mula-mula manusia itu sebuah kolektivitas, karena dengan demikian > individualitas direduksi dan hanya menjadi sarana bagi sebuah tujuan bersama. > > Baik kapitalisme dan sosialisme seringkali terjebak dalam dua ekstrem itu, > dan ini kadang lebih dikarenakan tegangan ideologi. Kita di sini sebenarnya > tak terlalu terwarisi tegangan ideologi ini, tetapi kadang sosialisme > (termasuk komunisme ) lalu relevan dlm kritik thd praktik kolonialisme, yang > kebetulan para kapitalis. > > Individualitas dan sosialitas adalah dua aspek kodrati dari sebuah > kemanusiaan. Jatuh pada salah satu hanyalah sebuah kekeliruan. Saya pribadi > merefleksikan bahwa tugas kita adalah: > 1. Bagaimana merawat kebebasan individual tanpa jatuh dalam individualisme ( > termasuk individualisme metodologis ). > 2. Bagaimana "menyuntikkan' ( imposing ) sosialitas dalam praktik bisnis, > termasuk sosialitas laba, sosialitas hubungan majikan-buruh, dlsb.Bahwa tak > semua ranah bisa dijadikan pasar dan mekanismenya tansaksional. > > Melihat betapa besar dan kuatnya pertarungan ideologi ini di Barat, akibat > globalisasi, kadang kita ( dan khususnya saya pribadi ) sering jatuh dalam > salah satu ekstrem. Tapi saya kira definisi bahwa tukang rokok dan mbok di > warung itu kapitalis kurang tepat , per definisi karena di sana tidak ada > akumulasi modal dan kontrol atas alat2 produksi secara privat. > > Saya kira pemikiran Smith mewakili keresahan Anda. Ia bertolak dari fakta > empirik ( commercial society ), merefleksikannya dan memikirkan "apa yang > mungkin" dari yg faktual ini. Ibaratnya, ia mengkritik faktualitas dg > keterlibatan. > Saya pernah elaborasi pemikiran Smith itu di sini > http://indoprogress.blogspot.com/2009/09/teka-teki-das-adam-smith-problem.html > > demikian pendapat saya. terima kasih. > salam, > > > pras