Dear pak Poltak,
Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau pun majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya, pahlawan kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk . Malah win-win solution. Salam JV _____ From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak Hotradero Sent: 22 Maret 2010 6:53 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote: Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat. Coba kita analisa satu persatu: PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut adalah Air untuk Minum. Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter. Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 - 12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263 hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak ribut soal harga air minum galonan. Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? atau siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat diminum. Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah -- maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita pakai untuk mandi, mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram kebun. Sedemikian borosnya, sampai kalau pipa / keran bocor saja kita malas memperbaikinya. Dibiarkan saja bocor. Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang. Diboroskan. Air memang gratis - ada di mana-mana, tapi air bersih tidak pernah bisa gratis. Mengapa? Karena selalu ada biaya ekonomi yang diperlukan untuk membersihkan air. Menampungnya, Mengalirkannya. Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku, menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa berpuluh atau beratus kilometer. Alhasil, yang dari satu kota - yang bisa dilayani cuman 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani. Dan yang tidak terlayani ini terpaksa membeli air bersih pikulan. Atau menampung air hujan. Atau menyedot air tanah (sehingga permukaan air tanah jadi turun - air asin merembes masuk dan akhirnya merusak lingkungan). Air pikulan harganya berkali-kali lebih mahal daripada air PAM. Privasisasi Air adalah untuk mencapai jalan tengah. Dengan melibatkan sektor private/swasta, maka tersedia modal bagi perusahaan air untuk mengembangkan jaringan. Buat beli pipa dan memasangnya. Buat mengusahakan air baku. Harga air jadi naik? Ya wajar saja, kan pipa harus dibeli dan dipasang. Air yang perlu dibersihkan dan dialirkan kan juga jadi lebih banyak. Namun begitu, bagi ribuan rumah tangga dan jutaan orang yang sebelumnya harus beli air pikulan -- harga itu tetap JAUH lebih murah. Dan kualitasnya jauh lebih baik daripada air hujan yang ditampung - atau air tanah yang makin tercemar (JUTAAN orang yang tinggal di daerah Jakarta Utara - tahu persis seperti apa kualitas air tanah di sana seperti apa). Harga yang lebih mahal juga akan membuat orang lebih menghargai air. Kalau punya pipa yang bocor atau keran yang rusak -- akan segera diperbaiki, karena membiarkannya akan sama dengan membuang-buang uang. Wajarkah kalau perusahaan air bersih beroleh laba? Wajar-wajar saja. Toh dengan laba tersebut - maka akan diperoleh modal yang lebih kuat. Modal yang lebih kuat akan berkonsekuensi belanja modal (capex) yang lebih besar, yang berarti lebih banyak pipa yang bisa dibeli dan lebih banyak air yang bisa dibersihkan. Dan ini berarti lebih banyak lagi orang yang bisa beroleh akses terhadap air bersih lewat pipa. Nggak perlu dipikul atau nampung air hujan. Perusahaan air beroleh laba - sementara konsumen beroleh untung. Win-win situation. Dengan air yang lebih mahal - maka orang akan cenderung mandi menggunakan shower. Mengapa? Karena mandi menggunakan bak dan gayung bisa 5-10 kali lebih boros air. Selama orang masih mandi menggunakan bak dan gayung -- berarti air bersih masih dianggap murah. Selama orang membiarkan pipa dan kerannya rusak -- berarti air bersih masih dianggap murah. Air bocor yang menetes tiap 2 detik -- volumenya akan setara dengan 16,35 liter per hari - hampir sebanyak air galonan. Sebesar itulah air yang terbuang. Per hari. Hanya dari satu titik kebocoran. Dan selama masih ada air yang terbuang percuma... jangan ribut soal harga. Kalau nggak mau dibilang munafik. >Kalo soal air bersih perkotaan, saya kira baik model privat maupun bumd >sama-sama kurang berhasil. Contoh yang bumd: Lima belas tahun tinggal di >Bekasi, baru minggu lalu ada pengumuman BAKAL dipasang jaringan air >bersih. Dulu, 1980-an, ortu saya juga "talak-3" dengan PAM Bandung >karena airnya sering ga ngocor. > >Mungkin persoalannya bukan "privat-vs-bumd". Soal tata-kota. Dengan >pertumbuhan kota-kota di Indonesia yang seenaknya sendiri tanpa arah, >bagaimana penyedia layanan publik (air bersih) bisa optimal? Dan tidak >hanya air bersih, semua urusan layanan publik bermasalah: jaringan air >kotor, transportasi masal, jalan raya, telekom kabel. Kalo telekom radio >/ seluler sih enak, karena menggunakan medium udara sebgaia >infrastruktur. Tapi kan air ga bisa dikirim lewat radio / udara? > >Salam >Hardi > >On 21/03/2010 22:49, dyahanggitasari wrote: > > > > > > > > Koran Tempo hari ini di halaman pertama atas dalam kutipan beritanya > > di halaman A5- A9 menyatakan: > > > > "Setelah lebih dari 10 tahun, semua target yang tertuang di kontrak > > kerja sama nyaris tak ada yang bisa dipenuhi pihak swasta" > > > > Lebih jauh lagi dari artikel di Tempo Interaktif pada Januari 2009 > > tertulis :Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (Kruha), > > Hamong Santono menilai rencana kenaikan tarif layanan air Jakarta > > sebesar 22,7 persen tidak wajar. Privatisasi air dinilai gagal. > > "Pasalnya sejak privatisasi pada 1998, tidak ada perbaikan kualitas > > layanan air bersih dari dua operator swasta," > > > > Jadi apa untungnya ekonomi model neo liberal diterapkan di negeri ini? [Non-text portions of this message have been removed]