At 10:25 AM 3/25/2010, you wrote: Saudari Dyah Anggita Sari (or whoever you are)
Anda sudah memanipulasi tulisan saya, memangkas dan meng-edit-nya sedemikian rupa supaya sesuai dengan "selera" anda, dan melarikannya ke luar konteks - sekadar supaya anda bisa ngomong. Terkutuklah anda. > > > > Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? > atau > siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat > diminum.> Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin > berhemat dalam > mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air > harganya murah > maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita > pakai untuk mandi, mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram > > kebun. > Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang. > >Iya kalo seperti Bapak Poltak yang mewakili orang orang kaya di >Jakarta. Tetapi berapa persen masyarakat lapis bawah di Jakarta yang >boro boro mau make air untuk mencuci mobil, naik mobil saja >barangkali bisa terjadi kalo jadi joki three in one. Orang miskin di >jakarta hanya bisa ternganga melihat harga air yang membumbung >tinggi. Jika tidak kuat beli, maka pake air sungai yang akhirnya >kena muntaber dan sakit. Kalau nggak ketolongan ya bisa mati. Ya >bener juga sih cara ampuh metode neoliberalisme mengurangi orang >miskin. Padahal UUD 45 jelas jelas mengamanatkan bahwa bumi air dan >kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan >digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pedoman bijak >leluhur kita yang kini sudah diabaikan penerusnya yang sudah >terpukau dan terpesona oleh teori teori negeri barat yang tidak >cocok diterapkan di sini. > >Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak >pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM >terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas >jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku, >menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa >berpuluh atau beratus kilometer.Alhasil, yang dari satu kota - yang >bisa dilayani cuman 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani > >Saya nggak banyak komentar. Namun sudah ada pembahasan lebih lengkap >di link di bawah yang membuktikan bahwa kenyataan hasil privatisasi >air di jakarta tidaklah seindah mimpi mimpi anda: > ><http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/>http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/