mbak Yanti..

Autisme itu gangguan perkembangan yg komplek.. ga
cuman terlambat bicara..

austisme itu cirinya l: ga aa kontak mata saat diajak
bicara, susah atau ga mau bergaul dg org lain,

Ciri-ciri Autisme (bagian 1)
lengkapnya baca di
http://lita.inirumahku.com/health/lita/ciri-ciri-autisme-bagian-1/
Published by Lita November 6th, 2006     in Health.
Pembuat tulisan ini adalah ibu Julia Maria van Tiel.
Berikut adalah penggambaran dirinya:

Mendapatkan anak-anak teman-temanku di Indonesia yang
perkembangannya mirip dengan anakku, yaitu anak
berbakat yang tumbuh kembangnya tidak harmonis (gifted
disinkroni) dan menerima berbagai diagnosa yang
keliru, aku tergerak untuk membantunya, bukan saja
anak-anak teman-temanku, tetapi anak-anak lain yang
mempunyai perkembangan yang sama.

Dengan pengetahuan yang kuperoleh di Belanda dalam
membina anakku, kubagi pengetahuan ini kepada para
orang tua yang senasib. Bersama Ayu keponakanku
dibantu oleh teman-teman dokter dan psikolog, kami
membangun rumah kami, yaitu mailing list orang tua
anak berbakat tempat kami mencurahkan perasaan,
berdiskusi, dan berbagi pengalaman.

Bila ingin bergabung, silakan hubungi:
[EMAIL PROTECTED]

Beberapa laman yang sangat berguna untuk disimak
adalah:

Terlambat Bicara
Terlambat bicara atau autisme
http://gifted-disinkroni.blogspot.com/
Dongeng si entong anakku
 

PERLU KEHATI-HATIAN MENEGAKKAN DIAGNOSA AUTISME
Menegakkan diagnosa autisme sesungguhnya tidak mudah,
perlu kehati-hatian yang tinggi. Demikian yang
dipesankan oleh JK Buitelaar, seorang professor
psikiatri anak dari Universitas Nijmegen Negeri
Belanda dalam suatu kesempatan ceramah tunggalnya
selama dua hari tanggal 28-29 Januari 2006 yang lalu
di Jogjakarta.


Selanjutnya, menurut ahli autis kaliber dunia yang
sengaja didatangkan oleh Sekolah Lanjutan Autisme
Fredofios dibantu oleh Terres Des Homes Nederland ini,
mengatakan bahwa kehati-hatian itu sangat diperlukan
karena dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
lembaga autisme di negaranya menunjukkan bahwa dengan
menggunakan alat deteksi autisme yang kini sudah
populer di dunia yang disebut CHAT bila digunakan
untuk anak di bawah 18 bulan dan DSM IV bila digunakan
untuk anak di bawah tiga tahun, penggunaan kedua alat
deteksi ini akan menunjukkan kesalahan yang sangat
tinggi. Kesalahan akan terjadi terutama terhadap
anak-anak bergangguan perkembangan lain bukan autisme
seperti anak-anak penyandang cacat inteligensia
(mental retarded) dan anak-anak yang terlambat bicara
yang juga dengan sendirinya akan mengalami gangguan
sosial sebagaimana autisme.

Apa yang ditelitinya itu juga gambarannya tidak banyak
berbeda dengan di negara-negara lain. Karena itu ia
bersama dengan timnya tengah mempersiapkan alat
deteksi autisme yang baru, yang kelak bisa lebih
menyempurnakan deteksi dini autisme yang sudah ada.
Untuk menghindari kekeliruan deteksi ini, maka
diperlukan sekali pemeriksaan secara multidisiplin
yaitu dilakukan oleh dokter, psikolog, dan
orthopedagog yang sudah terlatih dan ahli.

Hal ini disebabkan karena autisme adalah suatu
gangguan yang menyangkut banyak aspek perkembangan
yang bila dikelompokkan akan menyangkut tiga aspek
yaitu perkembangan fungsi bahasa, aspek fungsi sosial,
dan perilaku repetitif. Karena gambaran autisme begitu
beragam dan setiap saat seorang anak akan senantiasa
mengalami perkembangan, maka penegakan diagnosa tidak
bisa begitu saja, sebab bisa saja kemudian diagnosa
menjadi berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Setelah dilakukan berbagai observasi secara berkala
oleh berbagai profesi tadi, disamping juga dilakukan
tes psikologi, dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
barulah diagnosa itu boleh ditegakkan. Penegakan
diagnosa ini seringkali juga memerlukan waktu yang
panjang, enam bulan hingga satu tahun. Namun yang
terpenting menurutnya adalah bukan penegakan diagnosa
itu tetapi bagaimana kita mampu melihat berbagai
gangguan sebagai faktor lemah yang dimilikinya, dan
faktor kuatnya. Untuk anak di bawah tiga tahun
menurutnya pula sebaiknya jangan mengunakan DSM IV,
dan CHAT jangan digunakan juga untuk anak di bawah
usia 18 bulan.

Buitelaar juga memperagakan bagaimana mendeteksi dini
berbagai gejala autisme melalui alat deteksi yang
bersama timnya tengah disusunnya dalam sebuah proyek
yang disebut Project SOSO. Alat deteksi dini autisme
yang baru ini bernama ESAT (Early Screening Autism
Traits), ia memperagakannya dengan menunjukkan film
yang sangat menarik. Ia juga memperlihatkan bahwa anak
usia di bawah tiga tahun seringkali juga menunjukkan
gejala yang mirip dengan penyandang autisme, atau
sebaliknya gejala yang ada pada anak autis sering juga
ditunjukkan oleh anak-anak yang mempunyai gangguan
perkembangan lainnya.

Karena itu disinilah para dokter dan psikolog harus
benar-benar mampu mengamati dengan baik. Orang tua
diminta untuk dapat mengungkapkan dengan baik
bagaimana perilaku anaknya tersebut dengan berpatokan
pada gejala-gejala yang ditampilkan oleh anak-anak
normal, sehingga dapat diketahui bagaimana
penyimpangan yang terjadi. Setidaknya perlu adanya
pengamatan berkala setiap tiga bulan, dilakukan
evaluasi guna menentukan tindakan apa yang perlu kita
perbaharui.

Kelanjutan penyusunan deteksi dini (ESAT) ini adalah,
Project SOSO-nya tengah membangun suatu model untuk
memberikan intervensi dini yang sesuai dengan keunikan
yang disandang oleh setiap anak autisme. Hasil Project
SOSO kali ini dinamakan DIANE (Diagnostic Intervention
Autism Nederland). Sehingga Project SOSO yang tengah
dikembangkannya ini kelak, akan menghasilkan suatu
model dalam bentuk tatalaksana screening atau deteksi
dini autisme di usia 24 bulan, penegakan diagnosa di
atas usia 36 bulan, dan melakukan indentifikasi
keunikan setiap anak autis, memberikan panduan dan
training intervensi kepada setiap orang tua.

Akan halnya tentang penyebab autisme sampai saat ini
menurutnya masih belum bisa diketahui. Namun, banyak
sekali publikasi di masyarakat yang justru datang dari
pihak-pihak yang tidak didasarkan oleh penelitian
ilmiah, seperti yang banyak ditanyakan oleh para
peserta. Misalnya penyebab autisme karena thimerosal
dalam vaksin, virus vaksin, keracunan logam berat,
alergi terutama gluten dan kasein, sistem imun tubuh,
dan sebagainya.

Sementara itu para ilmuwan yang berkecimpung dalam
bidang autisme menyatakan bahwa kemungkinan besar
penyebab autisme adalah faktor kecenderungan yang
dibawa oleh genetik. Sekalipun begitu sampai saat ini
kromosom mana yang membawa sifat autisme belum dapat
diketahui. Sebab pada anak-anak yang mempunyai kondisi
kromosom yang sama akan bisa juga memberikan gambaran
gangguan yang berbeda.

Namun para ahli lebih cenderung akan menyatakan bahwa
penyebab autisme kemungkinan besar adalah faktor gen
yang membawa peranan, hal ini disimpulkan dari hasil
penelitian terhadap kembar satu telur yang akan
menunjukkan kemungkinan terjadinya gangguan autisme
yang lebih tinggi secara signifikan bila dibandingkan
dengan kembar dua telur. Autisme adalah gangguan atau
kecacatan yang akan disandang oleh individu tersebut
seumur hidupnya.

Di kalangan luas juga ada publikasi yang mengatakan
bahwa autisme dapat disebabkan berbagai gangguan di
tiga bulan pertama kehamilan. Menurut Buitelaar hal
ini juga masih belum bisa dikatakan apakah benar
demikian, karena penelitiannya belum selesai,dan
hasilnya belum ada.

Pertanyaan tentang berbagai pengobatan autisme saat
ini yang banyak digunakan bahkan seringkali juga atas
anjuran dokter (yang bergerak dalam terapi
alternatif), misalnya detoksifikasi untuk
menghilangkan racun di otak, diet bebas gluten dan
casein, probiotik, megadosis vitamin, hormon, dan
sebagainya. Buitelaar menanggapi bahwa karena hingga
kini penyebab autisme belum bisa dipahami secara pasti
maka para dokter juga belum bisa menentukan obatnya.

Ia menyarankan agar para orang tua tak perlu terkesima
dengan reklame komersial yang menyatakan bahwa autisme
dapat diobati, sebab menurutnya selain pengobatan
model intervensi biologis itu sangat mahal, tidak ada
efeknya, juga cukup berbahaya bagi si anak sendiri.
Bila dokter memberikan resep obat-obatan
psikostimulan, hal itu bukan untuk menyembuhkan
autisme, tetapi hanya sekedar untuk mengendalikan
emosi dan perilakunya.

Yang terpenting pesannya adalah bagaimana kita harus
menanganinya dengan cara melihat faktor lemah dan
faktor kuatnya dengan pendekatan psikologi dan
pedagogi, yaitu arahkan perilakunya, tingkatkan
kecerdasannya, latih kemandirian, ajarkan kerjasama,
dan ajarkan bersosisalisasi.

Ia juga menganjurkan jangan berikan obat-obatan
psikiatrik atau psikostimulan kepada anak-anak di
bawah 6 tahun. Utamakan pendekatan psikologi dan
pedagogi, jika cara-cara ini sudah tidak dimungkinkan
barulah bisa diberikan obat- obatan. Para orang tua
juga berhak menanyakan apa efek samping dan harapan
apa yang bisa dicapai dengan menggunakan psikostimulan
itu.Karena bagaimanapun reaksi setiap anak terhadap
obat akan berbeda-beda, sehingga diperlukan pemantauan
yang baik secara rutin. Di samping itu sampai saat ini
belum ada penelitian obat- obatan pada anak di bawah
usia 6 tahun, sehingga kita masih belum tahu efek
jangka panjangnya

(Julia Maria van Tiel, pembina kelompok diskusi orang
tua anak berbakat [EMAIL PROTECTED]).

Berbagai laporan penelitian JK Buitelaar dapat dilihat
di sini. 



Uci mamaKavin+Ija
http://oetjipop.multiply.com
S e m a r a n g



      Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

--------------------------------------------------------------
Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke