Ikut Prihatin atas musibah yang dialami Ibu dan keluarga.
  Saya punya pengalaman yang mirip, cuma bedanya anak saya ini bisa selamat
dan hidup "sehat" sampai sekarang. Saya mau sharing pengalaman dengan Ibu
dan Bapak, mudah-2an ada gunanya.

  Ceritanya agak panjang, mudah-2 an ga membosankan.
  Saya selalu bersyukur bahwa anak saya ini bisa hidup dengan sehat sampai
sekarang. Dulu saat usia nya kurang dari 1 bulan, saya sampai menangis (ini
tangisan kedua saya saat dewasa, yg pertama saat bapak meninggal), dan saya
sudah berfikir tentang kematiannya (belakangan saya tahu istri saya pun
berfikir demikian).

  Anak saya lahir di rumah sakit di kota Tangerang dengan berat 2.3 kg.
Beberapa hari setelah lahir, saya lihat memang nafasnya agak tersengal-2,
namun saya pikir waktu itu disebabkan karena berat badannya dibawah normal.
Satu minggu setelah anak saya dirumah, saya kontrol seperti biasanya ke
dokter anak yg merawat anak waktu lahir, saya sempet menanyakan masalah
nafasnya dan berat badannya yang tidak naik. Jawabnya sih malah membesarkan
hati: TIDAK ADA KELAINAN DI SYSTEM PERNAFASAN DAN KARENA LAHIR BERAT
BADANNYA KECIL, MASIH UNTUNG KALO BERAT BADANNYA TIDAK TURUN (??).
  Pada usia 2 minggu, kami sudah tak tahan melihat penderitaan anak saya,
saya coba ke RS tempat anak saya lahir dan diperiksa oleh dokter jaga,
lagi-2 dibilang normal dan hanya dibersihkan hidungnya.

  Dua hari kemudian, saya periksa ke dokter SA lain tetangga saya, dan
jawabannya adalah sangat mengagetkan. Saya tidak boleh menunda lagi harus
segera masuk Rumah Sakit karena ada gangguan di
  pernafasan akibat infeksi darah dan kalau ditunda bisa tidak tertolong.
Saat itu juga, dengan bercelana pendek, saya dan istri langsung ke RS tempat
tetangga saya praktek (salah satu RS "terbaik" di Tangerang, bukan tempat
anak sanak saya lahir) dan saya minta semua pelayanan terbaik (VIP) untuk
anak saya karena saya khawatir ini adalah akhir dari hidup anak saya. Sempat
dokter ruangan yang memeriksa bilang bahwa nafas anak saya sudah tidak ada,
namun kemudian ada lagi.

  Satu minggu di RS, mendingan lah anak saya boleh pulang. Dua hari di rumah
ternyata nafasnya tersengal2 lagi, lalu ada family merekomendasikan DSA
senior yang prakteknya di RS kecil, lalu saya bawa kesana (Klinik Keluarga
Ibu di Tangerang). Dengan menunjukan hasil RONTGEN terakhir anak saya dari
tempat perawatan sebelumnya, DSA tersebut langsung ambil kesimpulan bahwa
anak saya menderita radang paru-2 yang parah, dan banyak DAHAK diparu-2 nya,
dan lagi-2 saya tidak boleh membawa anak saya pulang. dan saat itu juga anak
saya harus dibawa ke RS USADA INSANI (tempat DSA senior ini praktek juga).
Disini pun saya minta perawatan kelasa VIP karena ketakutan bahwa terjadi
hal-2 yang tidak diinginkan. Tapi ternyata saya hanya diizinkan memakai VIP
hanya satu malam, besoknya saya disarankan untuk pindah ke kelas II dengan
alasan tidak ada bedanya kelas VIP dan kelas II untuk pasien bayi, dan malah
lebih murah. Alhasil biaya satu bulan di RS ini lebih kecil dibandingkan
satu minggu di RS sebelumnya.
  Satu bulan dirawat, Farel (itu nama anak saya) dinyatakan sembuh dan boleh
pulang dengan catatan setiap 2 minggu kontrol selama 6 bulan.

  Memang ada pengaruhnya dari penyakit yang dia derita, yang terlambat di
tangani. Karena saat baru lahir, supply Oksigen ke otak sangat diperlukan,
dan saat itu supply nya sangat kurang akibat infeksi darah dan radang
paru-2, makan dia mengalami beberapa keterlambatan yang ditangani dengan
beberapa terapi. Farel baru lancar berjalan usia 25 bulan, dan dia pun harus
mengikuti beberapa terapi untuk mengejar ketertinggalannya. Alhamdulilah,
satu bulan yang lalu, tim dokter dari KKTK RS Harapan Kita sudah menyatakan
bahwa kecerdasan Farel sudah sesuai dengan usianya. Alhamdulilah sekarang
Farel sudah 4 tahun dan sehat, rencananya tahun ini di akan masuk TK setelah
setahun lalu dia sekolah Play group.

  Pesan moral yang saya dapat:
  1. Jangan terlalu percaya sama omongan dokter yang selalu membesarkan
hati. Justru kita harus lebih menghargai ucapan dokter yang buruk-2 sehingga
kita bisa lebih waspada.
  2. RS kelas atas yang bayaran mahal, belum tentu pelayanannya lebih baik
dari RS kecil yang bayarannya murah.
  3. Kita harus berani memutuskan dengan cepat untuk berganti dokter bila
kita tidak puas dengan penanganan dokter kita. Karena, maaf, untuk seorang
dokter nyawa satu orang tidak lebih hanya sekedar nyawa. Bila dia gagal
menyelamatkan nyawa anak kita karena kelalaiannya, dia akan menebusnya
dengan menyelamatkan nyawa anak lain, kegagalan menyelamatkan anak kita akan
dia ambil sebagai pengalaman buruk untuk tidak dia ulangi dimasa datang.
Sedang bagi orang tua nyawa anak kita adalah sebagian dari nyawa kita
sendiri.

  Salam,

  Gian Subagiana
  Papa KIKI (laki-2, 6 tahun), Farel (laki-2, 4 tahun)



  ----- Original Message -----
  From: "Ryan Trinandy" <[EMAIL PROTECTED]>
  To: <[EMAIL PROTECTED]>
  Sent: Tuesday, April 06, 2004 10:02 AM
  Subject: [balita-anda] And he was gone...


  > Dear all,
  > Saya mau sharing pengalaman pribadi saya.
  >
  > Rumah sakit dan dokter "hebat" ternyata TIDAK dapat
  > dianggap mengerti permasalahan kesehatan.
  >
  > Banyak pengalaman kita petik berkaitan dengan
  > pengobatan yang diberikan oleh rumah sakit dan dokter
  > yang tergolong "hebat". Kematian pada akhirnya akan
  > menjadi satu suratan takdir, yang oleh kalangan
  > kedokteran dan kita semua dijustifikasi sebagai sebuah
  > kehendakNYA. Mengatasnamakan Sang Pencipta HANYA untuk
  > membenarkan tindakan mereka.
  >
  > Ini kisah nyata, walaupun saya telah memberikan semua
  > yang terbaik bagi anak laki2 saya, pada akhirnya dia
  > harus menghadap juga kepada NYA. Hanya 19 bulan saya
  > bersamanya, disaat suami sedang menempuh pendidikan
  > lanjutannya di USA saya dihadapkan pada kenyataan
  > bahwa terdapat gangguan kesehatan pada anak lk2 saya.
  >
  > Menginjak usia 1 tahun, tampaklah gejala penurunan
  > kesehatan yang tiba2 diawali dengan panas tubuh yang
  > selalu "tinggi" (38'C). Sejak itulah dokter dan rumah
  > sakit menjadi langganan tetap saya dan anak saya.
  > Dengan harapan mendapatkan pengobatan yang terbaik,
  > saya memutuskan untuk memilih rumah sakit yang
  > tergolong terbaik di jakarta.
  >
  > Pikiran sederhana saya: Rumah Sakit yang tergolong
  > baik tentu pelayanannya juga baik, saya pilih dokter
  > yang tergolong baik juga, obat2 yang terbaik juga
  > selalu saya pesan kepada dokter, dan tidak ketinggalan
  > ruang perawatan dan fasilitas terbaik dirumah sakit
  > selalu menjadi sasaran saya.
  >
  > Terhitung, 4 rumah sakit saya membawa anak saya
  > dirawat dengan rekomendasi dokter juga (yang kebetulan
  > bekerja di beberapa rumah sakit tersebut), tim dokter
  > yang tergolong ahli2 dibidangnya, serta fasilitas yang
  > paling baik yang saya minta kepada rumah sakit.
  >
  > Suami hanya pegawai negeri yang kebetulan bekerja saat
  > menempuh pendidikan lanjutannya, saya sendiri total
  > ibu rumah tangga. Tapi buat anak pertama kami, semua
  > kami lakukan tanpa kompromi.
  >
  > Apa yang terjadi?
  > Suhu badan tetap tidak teratasi (kisaran 38' C atau
  > 40'C), seluruh test yang canggih2 dilakukan (atas
  > permintaan dokter, dan berulang2), dan semua hal yang
  > membuat saya dan suami "terkuras" kami lakukan dalam
  > kurun waktu hampir 1/2 tahun masa pengobatan.
  >
  > Hasilnya: Penyakit tidak diketemukan...semua normal.
  >
  > Akhir cerita:
  > Suatu pagi, setelah seminggu keluar dari perawatan
  > rumah sakit (dirawat 2 minggu) terakhir, pangeran
  > kecilku tercinta tiba2 mengalami sesak napas. Saya
  > bawa ke rumah sakit terdekat, dalam perjalanan ke
  > rumah sakit kami menghubungi dokter yang menanganinya
  > terakhir untuk mempersiapkan segala sesuatunya di
  > rumah sakit dimana dia praktek dan pangeranku sedang
  > dalam kondisi kritis, saya memerlukan pertolongan
  > darurat sementara (oksigen dll) di rumah sakit
  > terdekat sebelum dibawa dengan ambulan dan alat2
  > emergency ke rumah sakit yang saya inginkan tersebut.
  >
  > Di rumah sakit terdekat:
  > Masuk UGD, permintaan saya DITOLAK untuk membawa anak
  > saya ke rumah sakit yang sudah saya persiapkan
  > sebelumnya. Alasannya, mereka bisa menangani. Bahkan
  > permintaan ambulan serta bantuan untuk membawa anak ke
  > rumah sakit lain tidak dihiraukan.
  >
  > Dalam keadaan panik, saya hanya bisa pasrah. Tidak
  > tertangani di UGD, anak saya dibawa ke ruang ICCU,
  > barulah datang dokter yang sejak tadi dicari2 oleh
  > para perawat. Hampir 1 jam anak saya di "tangani",
  > sampai pada akhirnya dokter dan perawat menyatakan
  > bahwa anak saya bisa dibawa ke rumah sakit yang saya
  > inginkan sejak awal...
  >
  > Saat supir ambulan datang ke pintu ICCU lengkap dengan
  > peralatannya...pangeranku pergi untuk selamanya.
  > Innalillahi wainnailaihi rajiun...kepergiannya tampak
  > nyata dimata suami saya (yang belum sempat lama
  > menimang putra pertamanya karena harus pergi jauh).
  >
  > Sekarang pangeranku telah tenang disiNYA, adiknya yang
  > lahir 1 tahun setelah kepergiannya menjadi pengisi
  > kebahagian kami.
  >
  > Saat putri kedua kami ini mengalami gejala yang sama,
  > kesalahan yang sama hampir kami alami. Panas, dirawat
  > di rumah sakit selama 2 minggu dengan perlakuan yang
  > sama dengan kakaknya dulu (tampaknya kami belum
  > kapok...atau bodoh??), dokter lain yang kebetulan
  > direktur rumah sakit tersebut (RS nya juga top
  > banget...) merawatnya langsung. Tidak mengalami
  > kemajuan...
  >
  > Karena tidak ada kemajuan, kami putus kan untuk
  > membawanya pulang. Sampailah kami pada masa pencarian
  > dokter yang tepat.
  >
  > Alhamdulillah...saat ini putriku telah mendapatkan
  > dokter yang tepat, dokter senior. Yang pada pertemuan
  > pertama mengatakan: "itu lah dokter2 sekarang, kalau
  > tidak sanggup terus dijadikan percobaan...saya
  > prihatin." Ini dikatakan langsung setelah kami
  > ceritakan bahwa sebelumnya putri kami telah dirawat
  > oleh dokter tertentu di sebuah RS, yang ternyata
  > pemberian obat dilakukan secara salah, baik dosis dan
  > jenis!!
  >
  > Sekarang tangis akibat ditinggal putra tercinta telah
  > sirna...kepedihan tetap terasa. Bila mengingat
  > perlakuan rumah sakit dan dokter2 itu terhadap putra
  > saya, rasanya ingin berontak. Hati nurani sudah tidak
  > ada lagi disana...
  >
  > Maaf...saya pedih sekali.
  >
  > Salam hangat.
  >
  > Bunda Lestari.
  >
  >
  > __________________________________
  > Do you Yahoo!?
  > Yahoo! Small Business $15K Web Design Giveaway
  > http://promotions.yahoo.com/design_giveaway/
  >
  > ---------------------------------------------------------------------
  > >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
  > >> Info balita, http://www.balita-anda.com
  > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
  >
  >




---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke