Saya setuju dengan bung Tanoto.
Saya kira saya ini mengikuti milis yang membicarakan kebudayaan 
orang tionghoa dan bukan mengikuti milis yang membicarakan politik. 
Cobalah sedikit membaca tujuan dari milis sebelum menuliskan artikel 
yang sama sekali tidak ada hubungan dengan tujuan milisnya.

Terus terang saja tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap oom 
Siauw, oom Go, tokoh-tokoh Baperki yang dijebloskan kedalam penjara 
oleh OrdeBaru, tetapi sudah bukan saatnya lagi membicarakan masa 
lalu yang sudah lewat, apalagi di sarana yang disediakan untuk 
persoalan lain (budaya).

salam,
Steve Haryono




--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "bh_tanoto" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Ngomong putar puter buntutnya ya itu lagi, itu lagi. Shindunata, 
Hary 
> Tjan Silalahi, Junus Jahja, Siauw Giok Tjhan, CSIS, LPKB, Baperki, 
> dsb. Sofjan Wanadi dan Jusuf Wanadinya kemana, lupa? Sekarang 
> musuhnya tambah lagi, T-net yang ngeban dia karena bikin kacau. 
Anak 
> Siauw Giok Tjhan sendiri yang tokoh Baperki juga aktif nulis di 
tnet, 
> tidak ada masalah, malah banyak yang hormat dia. 
> 
> Tnet anggotanya banyak orang pinter, ada propesor, doktor, master, 
> yang sarjana tak terhitung lagi. Kamu sendiri pernah sekolah apa 
sih? 
> SMA tamat tidak? Diskusi disitu tinggi bobotnya tidak bolak balik 
> soal Baperki dan LPKB melulu. Beberapa kali dia bikin tnet palsu 
dan 
> bikin milis sendiri buat saingin tnet, tapi semua bangkrut tak 
laku. 
> Muak aku liat setan kuburan yang tak tahu diri ini. Sadar bung, 
> dimilis ini juga kamu sudah tidak disukai. Ini milis budaya bukan 
> milis politik, jangan bawa2 urusan politik basi ke milis ini.
> 
> Buat yang belum tahu, yang ngaku odeon cafe ini sebenarnya setan 
> kuburan dengan alias segudang. Sub Rosa II, alias mayat perempuan, 
> alias Kenken, alias Ken Kertapati, alias Gending Suralaya, alias 
> vibriiyanti (yang kirim tulisan cabul ke member bt), alias 
> abbadon_mason, alias Ignatius Loyola, alias sangraal_77, alias 
> Michael, alias kuburan_tua, dan masih banyak lagi alias2 lain yang 
> bau kuburan dan bau mayat. 
> 
> Yang aneh ini orang pengangguran tidak punya kerja, tapi bisa aksi 
> terus ngerokok Dji Sam Su (234) yang mahal, maen internet 
terus2an, 
> dari mana duitnya? Tulisan dia dibeberapa milis selalu seputar 
> kejahatan LPKB dan kehebatan Baperki. Gua jadi curiga jangan2 
orang 
> ini digaji sama ex Baperki buat bikin provokasi anti LPKB di milis 
> dan rencana menghidupkan kembali Baperki. Member milis budaya 
> tionghoa harap ati2 jangan sampe kepengaruh provokator ini. maap 
> moderator, gua tahu nulis begini sebenarnya tidak boleh, tapi 
musti 
> pigimana buat kasi tahu kalian semua.
> 
> 
> Beny Husen Tanoto
> (Tan Beng Hoat)
> 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "odeon_cafe" <odeon_cafe@> 
> wrote:
> >
> > Dear Ulysee yang baik, 
> > 
> > Kamu adalah seorang pendukung SBKRI atas saran orang-orang Tnet. 
> > Saya mau sharing dengan kamu masalah ini. Saya tidak tau mana 
yang 
> > benar, tetapi tentunya sebagai seorang yang waras seperti kamu 
> tentu 
> > kamu memiliki landasan berpikir mengapa mengatakan SBKRI itu 
tidak 
> > diskriminatif. 
> > 
> > Saya memandang SBKRI itu tidak etis. Nah, mungkin saya salah. 
untuk 
> > itu, saya minta kamu juga menerangkan mengapa kamu bilang SBKRI 
itu 
> > diskriminatif. 
> > 
> > Ini argumentasi saya…
> > 
> > Salah satu pembelaan terhadap praktek SBKRI adalah argumentasi 
Pak 
> > Yusril Izra Mahendra tentang klaim Mao Zedong atas warganegara 
> etnis 
> > Tionghoa. 
> > 
> > Apakah warisan sejarah itu menjadi dasar dibenarkannya praktek 
> > SBKRI? Saya katakan jelas TIDAK. 
> > 
> > Tetapi argumentasi pembenaran ini ternyata dimakan oleh begitu 
> > banyak Tionghoa sehingga banyak yang menjadi kabur atas 
perjuangan 
> > sebagian besar sodara-sodara Tionghoa untuk menghapuskan praktek 
> > SBKRI. 
> > 
> > Patut diakui memang terdapat dilema seputar aturan 
kewarganegaraan. 
> > Bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Disebabkan 
oleh 
> > ketidak-samaan asas yang diberlakukan di setiap negara. Tetapi 
> > persoalan itu di negara lain tidak serumit apa yang terjadi atas 
> > Tionghoa di Indonesia.
> > 
> > Tionghoa pun memiliki masalah kewarganegaraan terkait dengan 
policy 
> > RRT dan RI. Tetapi seharusnya, apabila terdapat good political 
will 
> > untuk menyelesaikannya, tentu masalah kewarganegaraan ini tidak 
> > berlarut-larut sampai sekarang. 
> > 
> > Masalah bertambah rumit pada saat kita tidak memiliki BAPERKI 
lagi. 
> > 
> > Akibat dari asas ius sanguinis yang diberlakukan Tiongkok sejak 
> > zaman Qing, Sun Yat Sen, Kuomintang sampai RRT. RI ternyata 
> > menerapkan ius soli lewat UU No. 3/1946. 
> > 
> > Hal ini menjadikan etnis Tionghoa mendapat dwi-kewarganegaraan 
> tanpa 
> > disadari oleh mereka-mereka yang sudah bergenerasi tinggal 
menetap 
> > di Indonesia. Etnis tionghoa tidak pernah meminta 
> > dwikewarganegaraan. Banyak juga yang tidak sadar bahwa dirinya 
ber-
> > dwikewarganegaraan.
> > 
> > Penyelesaian tentang dwi kewarganegaraan yang dimiliki oleh 
etnis 
> > Tionghoa di Indonesia dilakukan di tahun 1955 oleh PM Chou En 
Lai 
> > dan PM Ali Sastroamidjojo dan menlu Sunario. Dalam proses 
> perjanjian 
> > tersebut, pemerintah RRT menyerahkan sepenuhnya mekanisme 
> > penyelesaian kepada pemerintah RI. Hal ini merupakan pertanda 
good 
> > will dari RRT untuk menyelesaikan masalah dwi-kewarganegaraan. 
> > 
> > Siauw Giok Tjhan memberi masukan kepada PM Chou. Lantas 
perjanjian 
> > penyelesaian dwi kewarganegaraan itu disempurnakan dengan 
exchange 
> > of notes. Siauw Giok Tjhan berpendapat bahwa mereka yang pernah 
> ikut 
> > pemilu, pernah disumpah setia kepada RI spt militer, PNS dan 
mereka-
> > mereka yang berjasa untuk RI, orang Tionghoa yang berprofesi 
tani 
> > dan nelayan otomatis WNI. Siauw juga menolak stelsel aktif yang 
> > disepakati oleh perjanjian tersebut. Tapi kemudian tetap saja 
> > stelsel aktif itu dilakukan. 
> > 
> > Jauh sebelum itu, terdapat argument bahwa kewarganegaraan RI 
tidak 
> > harus diobral sedemikian murah untuk orang Tionghoa. sehingga 
> > stelsel aktif dirasakan "baik dan fair". 
> > 
> > Kalau merujuk pada exchange of notes atas saran Siauw Giok Tjhan 
> ini 
> > maka orang Tionghoa yang ikut serta di pemilu 55, pegawai negeri 
> > sipil, militer, tani, nelayan, adalah otomatis WNI, tanpa perlu 
> > mengajukan pewarganegaraan lagi. 
> > 
> > BAPERKI memainkan peran penting dalam praktek lapangan 
penyelesaian 
> > dwi-kewarganegaraan. BAPERKI membantu orang-orang Tionghoa untuk 
> > mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. BAPERKI juga melakukan 
> > sosialisasi sampe ke pedalaman desa yang tidak mungkin dijangkau 
> > oleh biro penerangan negara yang bekerja malas-malasan. BAPERKI 
> juga 
> > tidak memungut bayaran bahkan memberi subsidi penuh bagi 
tionghoa 
> > yang tidak mampu bayar materai dll. Seandainya BAPERKI masih 
ada, 
> > tentu masalah SBKRI tidak akan terlalu dirasa mengganggu. 
> > 
> > Tetapi perjanjian dwi-kewarganegaraan dibatalkan secara sepihak 
> oleh 
> > Soeharto. Harry Tjan Silalahi berargument bahwa orde baru 
konsisten 
> > dengan aturan kewarganegaraan tunggal. Junus Jahja berkomentar 
> untuk 
> > menjadi WNI maka orang Tionghoa harus membayar harganya yaitu 
> > menanggalkan kultur, etnisitas, ganti nama, gak usah lagi 
merayakan 
> > imlek dsb. 
> > 
> > Lantas di tahun 78 mulailah SBKRI itu mulai diterapkan. Orang 
> > Tionghoa, siapa saja, diharuskan memiliki SBKRI. Seharusnya 
SBKRI 
> > hanya diberlakukan untuk mereka yang naturalisasi, bukan dari 
> > etnisitasnya. Anak dari orang yang naturalisasi pun tidak perlu 
> > memakai atau memiliki SBKRI karena orang tuanya telah 
naturalisasi. 
> > 
> > SBKRI dirumuskan di gedung CSIS yang dihadiri oleh antara lain 
> > Sindunata dkk. Atas biaya dari Oom Liem. Lantas keluarlah itu 
> > Peraturan Menteri Kehakiman No. JB 3/4/12 tanggal 14 Maret 1978. 
> > awalnya SBKRI hanya diberlakukan di beberapa kota saja. Tidak di 
> > seluruh penjuru. Tetapi pada akhirnya, tionghoa di seluruh 
penjuru 
> > harus punya SBKRI. 
> > 
> > Lantas Oom Liem bagi-bagi duit kepada komunitas Tionghoa di 
> beberapa 
> > daerah untuk dibuatkan SBKRI. Lalu, Oom Liem dianggap sebagai 
> > pahlawan pembuatan SBKRI. Karena CSIS memandang bahwa SBKRI 
orang 
> > tua sangat merepotkan anak-anak yang tinggal diberbagai daerah 
maka 
> > keluarlah peraturan untuk membuat SBKRI sendiri. Karena setiap 
> > institusi meminta SBKRI orang tua kepada orang Tionghoa yang 
> > berhubungan dengan institusi negara tersebut. Jadilah semua 
orang 
> > Tionghoa diharuskan punya SBKRI. 
> > 
> > Tetapi nyatanya, SBKRI dijadikan alat pemerasan legal oleh 
aparat 
> > birokrasi kewarganegaraan. Seluruh kegiatan untuk orang Tionghoa 
> > harus diiringi oleh SBKRI. Mulai dari persyaratan untuk sekolah, 
> > membuka usaha, membuat passpor dsb. SBKRI juga sebagai alat 
resmi 
> > sebagai pembuktian atas aturan ciri-ciri fisik sebagai penanda 
> > kewarganegaraan. `ras kriterium' ini sungguh buruk dan anti 
> > kemanusiaan. 
> > 
> > Orang Tionghoa Indonesia sebagai pihak yang paling merasakan dan 
> > terkena dampak aturan kewarganegaraan sudah seharusnya menjadi 
> pihak 
> > yang dimintai pendapat. Bukan RRT. Mungkin, PM. Chou menyadari 
ini. 
> > Sehingga ia menyerahkan sepenuhnya kepada RI untuk menyelesaikan 
> > masalah ini. 
> > 
> > Sekarang, kondisinya berbeda. Dan apabila terdapat keluhan dari 
> > orang Tionghoa, terutama yang miskin karena tionghoa kaya raya 
> tidak 
> > punya masalah untuk suap aparat untuk pembuatan SBKRI (sehingga 
> > tidak mengherankan apabila Tionghoa kaya tidak mengeluhkan 
SBKRI), 
> > maka sudah sebaiknya masalah SBKRI ini dibenahi. 
> > 
> > Masalah keturunan Arab, India dll yang tidak terkena SBKRI 
karena 
> > pemerintahnya tidak mengklaim kewarganegaraan etnisnya tidak 
dapat 
> > dipakai sebagai landasan etis untuk membenarkan praktek SBKRI. 
> > 
> > Toch, apabila keturunan Arab, India dll bisa tidak memiliki 
masalah 
> > dengan SBKRI maka hal itu adalah mungkin juga terhadap keturunan 
> > tionghoa. mengapa sebelum diberlakukannya SBKRI masalah 
> > kewarganegaraan etnis Tionghoa tidak begitu runyam?? Bukankah 
sejak 
> > kemerdekaan 17 agustus 45 itu orang Tionghoa berstatus dwi-
> > kewarganegaraan?? Tetapi mengapa tidak ada komplaint berarti 
dari 
> > orang Tionghoa tentang status kewarganegaraannya begitu juga 
dari 
> > RI??
> > 
> > Baru ruwet ketika terdapat oknum-oknum yang memang anti-tionghoa 
> dan 
> > hendak mengusir seluruh orang Tionghoa dari Indonesia. Percobaan 
> ini 
> > sering dilakukan. Contohnya di tahun 51 dan 53. 
> > 
> > Permasalahan sesuai dengan inpres, ketetapan menteri atau aturan 
> apa 
> > pun yang menjadi payung legal pemberlakuan SBKRI harus dipandang 
> > tidak etis bagi prinsip kesetaraan manusia. Sehingga sudah 
> > selayaknya semua aturan tentang SBKRI dibatalkan demi 
kemanusiaan. 
> > 
> > 
> > Sub-Rosa II
> >
>






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to