Sdr.Robby dan sdr.Kenken,

sebelumnya saya minta maaf jika ada perkataan saya yang salah.

Sepanjang yang saya tangkap, mungkin maksud sdr.Kenken adalah meminta
kejujuran dari rekan-rekan Kristiani dan pada khususnya dari umat
Katolik bahwa ada yang salah dalam cara memandang budaya Tionghoa
apalagi jika disertai pemberangusan budaya.

Sedangkan sdr.Robby, mungkin lebih menekankan pada permasalahan oknum.

Sebenarnya jika kita mau teliti, ternyata terkadang politik
mendompleng agama. Ingat saja kejadian Polandia dengan Lech Walesa.
Juga kejadian yang menimpa Eugenio Pacelli atau yang dikenal sebagai
Paus Pius XII.
Dan saya rasa sdr.Robby mengerti apa yang dimaksud infalibitas Paus.

Saya pribadi juga tidak suka akan Sindhunata dan beberapa rekannya,
tapi saya lebih setuju jika kita gali apa latar belakangnya sehingga
timbul keputusan seperti itu.
Apakah latar belakangnya bersifat politis ?

Sdr.Kenken juga harap mengerti bahwa upaya penghapusan budaya Tionghoa
juga dilakukan oleh beberapa gelintir pemuka agama Buddha sekte Theravada.
Tapi apakah mereka yang keras seperti Sanjiva Putta adalah karena
ajaran Buddha Gautama atau karena adanya oknum yang salah mengerti
akan ajaran Buddha Gautama ?
Atau ada politik dibalik itu ?
Dan sebagai pengingat memory untuk anda, sebelum ORBA, Theravada tidak
pernah bersikap keras terhadap budaya Tionghoa bahkan akomodatif
terhadap budaya Tionghoa. Kenapa setelah ORBA bisa terjadi seperti itu
? Siapa yang berada dibalik itu ?

Jika kita mau benar-benar mempelajari sejarah Kristiani purba dan
perkembangannya, semoga kita bisa melihat dengan lebih jelas dan paham
bahwa akidah yang didengung-dengungkan oleh beberapa orang, sebenarnya
juga memiliki kepentingan budaya.

Dari sini marilah kita belajar berbicara secara jujur dan netral.
Jangan karena merasa satu golongan, agama, ras dan suku, membuat kita
menjadi lupa apa yang disebut kejujuran.

Kardinal de Lai dari ordo Dominican pernah mengatakan bahwa banyak
kejadian ( cat: maksudnya yang buruk dan mencoreng gereja ) harus
diendapkan.
Sikap itu ditentang habis oleh Ludwig Pastor. Dan saya yakin masih
banyak lagi orang-orang seperti Ludwig.




Hormat saya,


Xuan Tong


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Anda tidak menangkap point saya.....
> 1. Yang saya maksud , bagaimana kalau di surat kabar disebutkan
sebagai wn 
> keturunan melakukan tindak kriminal, korupsi dan tindakan lain yang 
> memalukan. Apa WN keturunannya harus tercantum ?
> Betul bahwa tambahan label "wn keturunan" memang mengungkap fakta ,
tapi 
> tidak secara etika dan moral.......Bukankah pemberitaan tersebut bisa 
> memancing sentimen etnis.......
> 2. Ada banyak tionghoa kristen dan katolik yang berprestasi mendunia
dan 
> mengharumkan nama bangsa . Pernahkah anda menyebut atlet, tokoh2 ,
pelajar2 
> keturunan tionghoa + agama kristen atau katoliknya. Atau perlukah 
> mencantumkan label agamanya disini? Atau sistem tebang pilih ? Yang
saya 
> lihat , pembahasan orang seperti Sindhunata saja yang selalu dikaitkan 
> dengan agamanya. Dan tidak untuk kasus seperti atlet2 dan pelajar yang 
> berprestasi itu.
> 3. Perilaku seperti inilah yang saya permasalahkan. Sama seperti
prilaku 
> bbrp media massa , giliran ada cina busuk , lantas dicantumkan
identitas 
> etnisnya dalam pemberitaan , giliran tionghoa berprestasi disebut
sebagai 
> warga negara indonesia yang baik....tanpa embel2 etnisnya....
> 4. Turun lagi ke derajat yg lebih rendah. Ada juga perilaku tionghoa yg 
> persis kek media massa , giliran ada cina busuk , lantas dicantumkan 
> identitas agamanya dalam tulisan , tapi giliran tionghoa berprestasi 
> ,disebut sebagai tionghoa DOANK ........
> 
> Robby Wirdja
> 
> 
> 
> ----- Original Message ----- 
> From: extrim_bluesky
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Sent: Friday, February 15, 2008 1:32 PM
> Subject: [budaya_tionghua] Jelas kita mengecam koruptor Tionghoa...!!!
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada" <wrw.hzh@> wrote:
> >
> > 4 , gabungan frasa "personal" + "agama" (Sindhunata + Katolik) ,
> merupaka
> > agenda terselubung dalam melimpahkan beban sejarah masa lampau
> pada
> > tionghoa-tionghoa katolikk , dan hendak dibenturkan pada tionghoa
> KHC. Kita
> > tentu tidak menerima , kalau segelintir konglomerat busuk +
> ditambah label
> > tionghoa dibelakangnya , bahkan disebut sebagai tokoh
> tionghoa .......atau
> > pelaku kriminal diberitakan dalam surat kabar ditambah label
> tionghoa
> > ............
> >
> > Robby Wirdja
> >
> >
> 
> Kenken:
> Nak Robby, contoh kasus spt Kwik Kian Gie (budhis)
> yg selalu mengecam para koruptor yg kebetulan
> beretnis Tionghoa jelas merupakan contoh pembeda
> antara 'tudingan' bahwa Tionghoa itu korup.
> dan ini pula yg membedakan antara perilaku
> Tionghoa vs Katolik.
> 
> 
> Pernakah ada satu orang katolik yg mengecam
> perilaku saudara seiman mereka spt Kristoforus
> Sindhunata cs atas peran mereka terhadap
> pemberangusan identitas dan budaya Tionghoa?
> 
> Ada berapa banyak orang katolik yg berperilaku
> spt Suma Mihardja dalam mempertanyakan perilaku
> korup dan pengedar sabu-sabu yg kebetulan beretnis
> Tionghoa?
> 
> Tionghoa tidak pernah melindungi kriminil atas
> dasar kesamaan latar-belakang etnisnya. Tetapi
> pernah tidak ada Katolik yg menolak
> keputusan Vatican ketika mengangkat para penjahat
> dan penghianat Tiongkok sbg Santo (orang suci)?
> 
> Frans Seda pernah memaksa-maksa tionghoa untuk
> berasimilasi yg berarti "pemberangusan" menurut
> I.Wibowo. Adakah generasi muda Katolik meminta
> maaf dan membetulkan kekeliruan dari sesama
> Katolik itu? NEVER HEARD BEFORE....
> 
> So, jelas ada bedanya antara perilaku Tionghoa
> dan perilaku Katolik
>


Reply via email to