Hoedjin Tjamboek Berdoeri, Bung David Kwa, Bung JT, Bung Didi Kwartanada, Bung Akhmad Bukhari Saleh, Bung Tantono Subagyo, dan teman-2 semuah,
Hai, apakabar? Sudah makan lontong capgo-meh? Ada yang percaya lontong capgo-meh itu merupakan campuran budaya Tionghua dengan Indonesia (Jawa-Sunda?), sebab dimakan secara spesifik untuk menyambut ce-it capgo hari ke-15 perayaan sin-cnia. Tapi isinya sudah campur baur, ada lon- tong, opor ayam (di jawa bisa pake ayam bekakak atau ayam masak ingkung atau apa istilahnya, sorry, lupa), sambel goreng ati-ampela, sambel godhog, pete, bah- kan kalau ala Tangerang, bisa dicampur sambel goreng terubuk tebu (khas Betawi- Parung?) dan....... (jangan heiran ya) semur jengkol! Walau menu ini namanya lontong capgo-meh, ada beberapa resto atau kedai ter- tentu di mana-mana saja yang tetap menyediakan menu ini di hari-hari biasa, jeh! Kalau mau tahu gambarnya, sila lihat di sini: - http://ophoeng.multiply.com/photos/album/47/ Untuk terubuk tebunya juga sila dicari di waroeng ophoeng* tersebut, everybody is welcome, tapi mungkin mesti daftar dulu ya. Sorry, kiranya ini tidak dianggap sebagai iklan, terselubung ataupun tidak. Lha saya pan cuma nawarin kalau-2 ada yang pengin lihat-lihat foto-nya ajah, jeh! :D) (2) OWE Terima kasih saya sampaikan kepada anda yang sudah merespon topik OWE yang saya sampaikan. Sekarang kita sudah lebih jelas lagi, ternyata istilah 'owe' ini lu- mayan 'universal' nasional di Indonesia, semulajadi saya kira hanya berlaku di ko- ta kelahiran saya, Cirebon saja. Benar bahwa kita pasti kena semprot kalau berani bilang 'iya' instead of 'owe' ke- pada orang yang lebih senior dari kita (orangtua, famili senior, saudara kandung senior), apalagi berani bilang 'gua', bisa dikeplak kepala kita, atau dirotan pantat kita sampe bilur-bilur merah-biru gitu. Rasain lu, berani ngomong 'gua' ya! Padahal mah, kalau kita pikir artinya pan ya sarua keneh, sami mawon, pada bae aka same aje, sama sajah. Tapi, adat itu pan justru untuk menunjukkan respek, hormat kita kepada cian-pwee. Benar juga bahwa kepada orang yang kita segani, atau baru kita kenal, tidak pe- duli usianya lebih muda (toh kita tidak tahu sebelumnya kalau beda usia tidak banyak), biasanya kita juga ber'owe(h)'. Saya ingat ketika anak pertama saya la- hir dan alm. ie-ie (bibi) saya menemani isteri saya menjaga anak saya, beliau se- lalu membasakan anak saya dengan kata 'owe' ini. Maksudnya, membiasakan a- nak saya untuk menyebut diri dengan 'owe'. Itu tahun 1984. Tapi, dasar dunia sudah berubah, jangankan ber'owe', bantal ajah diduduki anak-anak saya, jeh! Sayang sekali, adat tradisionil Tionghua seperti ini sudah tidak dijalankan lagi. Mungkin itu sebabnya kini kita tidak lagi saling respek kepada senior kita? Bisa jadi. Katanya, masyarakat itu pan ya asalnya dari unsur paling dasar: keluarga. (3) UMUR = SNIO (SHIO) Sebagai contoh lagi, kemarin saya baca ada di milis kita ini, seseorang dengan entengnya menanyakan umur seseorang dan menebaknya dengan menyebut satu angka secara spesifik. Jaman dulu (dulu tuh kapan, kayak sudah baheula pisan, jaman purba gitu ya?), maksudnya jaman saya masih muda (sekarang juga sebenernya sih masih mau dianggap muda, jeh) kayaknya ada aturan un- tuk tidak menanyakan umur orang yang baru kita kenal. Pamali. Biasanya kita masih boleh menanyakan snio (shio) orang tsb. Sebab dengan ta- hu snio-nya, otomatis kita bisa menebak sendiri umur orang tsb. Tidak keliru. Kalau sudah kelihatan lebih tua, tentunya kita tinggal tambah 12 atau 24 atau 36, perkalian dari angka 12, sesuai dengan capji-snio. Tapi, ya tentu saja anda mesti ingat susunan urutan semua snio itu. - Owe sne Louw, nama Fung-tjiong. Sne cianpwee siapa? + Owe sne Lim, nama Ban Piet. - Owe snio chua (ular), cianpwee snio apa? + Owe snio liong (naga). - Kalau begitu owe lebih muda dong, owe mesti manggil en(g)koh ya. Aturan, adat, memang merepotkan dan terkesan bertele-tele sih, apalagi bagi anak-anak muda jaman sekarang yang serba cepat, jaman IT yang cenderung instant. Sudah capek dulu kalau mesti menghapal capji-snio, aturan manggil dalam keluarga (toh keluarga sekarang makin kecil, anak cuma 1-2 orang ja). Tapi, itulah yang membuat orang Tionghua besar, dengan budaya yang ber- umur paling tua(?), sesuai dengan kalender-nya yang sudah bertarikh 2559. Selisih dengan masehi selama 551 tahun. Cuma gope-gocap-it, kalau dikurs ke rupiah atau nilai uang sih ndak seberapa, tapi kalau untuk tahun pan ya cu- kup lamaaaa banget: 5,51 abad, jeh! Berapa generasi sudah lahir tuh ya? (4) GADO-GADO & TJAPTJAI Hoedjin datang bertandang, membawa gado-gado dan tjap-tjai. Benar bahwa gado-gado dan tjap-tjai tidak usah turut pakem atawa standar, mau pake sa- yur apa saja terserah. Tapi itu pan makanan. Kalau anda menyebut diri 'owe', sudah barang tamtu kudu ikut aturan yang baku, adat tidak bisa disamakan dengan gado-gado atau tjaptjai. Dua hal yang berbeda secara nature-nya. Kalau anda bilang lahir 1974, artinya anda sudah benar menyebut diri dengan sebutan lebih merendah dengan kata 'owe', kalau anda lelaki. Tapi sebutan an- da di depan nama adalah 'hodejin', jadi anda cukup menyebut 'saya' saja-lah. Ibarat kata, kami yang jalan di depan pan wajib memberitahu yang di belakang ttg keadaan jalan di depan, kalau ada salah tentu diluruskan, supaya yang da- tang belakangan (di belakang kami) tidak terantuk batu atau terjeblos lubang. Sama sekali tentu tiada ada maksud kami yang sudah di depan bermaksud me- ngecilkan anda. Jadi terimalah saja dengan lega hati dan berbesar hati. Syukurlah, kekuatiran Bung Akhmad Bukhari Saleh tidak beralasan, Hoedjin Tjamboek Berdoeri sudah datang bertandang, tanpa bawa-bawa ember ber- isi air untuk menyemprot kita, malah kasih oleh-oleh berupa pertanyaan soal sebagai PR kita: Romusha of Tjaptoen. Sila toean-toean dan poean-poean semuah, mari kita kerjakan PR ini. Salam makan enak & sehat selalu, Ophoeng, BSD City, Tangerang --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "hoedjin_tjamboek_berdoeri" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Hahaha...... sianseng-sianseng disini banjak bener atoerannja jang ini salah jang itoe salah, hm saja tida apa sianseng dan tatji2 disini mesti toelis setjara tertib... tjoba artiken setjara bener ini kata "ROMUSHA OF TJAPTOEN" rasanja satoe profesorpoen aken goleng2 kepala liat itoe kata. ada jang bilang gado2 betawi dan tjap tjai ada makanan jang paling enak! apa setiap gado mesti pake 4 atawa lima sajoeran apa tjap tjai mesti pake daging jang ini atawa jang itoe....hm tapi biarlah ik terima ik poenja salah, biar tatji dan sianseng disini jang bener2 pahamin hal2 jang berbaoe tempo doeloe, lawong ik tjoema kelahiran taoen 1974 hihihihihihi --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Tantono Subagyo" <tantono@> wrote: Jadi itu ada hoedjin nyang boekan hoedjin atawa hoedjinnya kurang pahami itu adat tempoh dulu. Udahlah cara ngomong biasa saja, bagaimana enaknya, dibuat-buat malahan syuuusyaaaah dan kliatan salahnya. Salam, Tan Loo Kay