From: "Edith Koesoemawiria" <[EMAIL PROTECTED]>

> Ah hello,
>
> rasa2nya kita pernah berkenalan di seputar perubahan abad,
> di milis yang kita bisa mengatakan apa saja,  kapan saja, kepada siapa
> saja:-))
> mungkin saya salah juga sih. kalau salah, salam kenal.
+++
Samar samar aku masih ingat..........hanya lupa di mana pernah ketemunya.

>
> saya kira buat sebagian orang, ngeliat orang lain "ngotot" berbuat apa
> saja,
> bisa menjadi bahan tertawaan. kan ngotot selalu memberikan gambaran
> mata melotot dan otot2 yang mencuat karena kelewat dipaksa.
>
> tapi menurut saya, kadang kita tertawa lebih karena jengah...
+++++
Mengenai Identitas dan Budaya, sudah dibuktikan oleh sejarah itu sendiri,
dimana terjadi perubahan yang tidak bisa di pungkiri, ada memang budaya yang
ber metafora dan ber evolusi dan pada intinya tetap berubah.

Sebelum dikenal istilah republik dikenal kerajaan, dan bisa dibilang semua 
wilayah dikenal dengan nama kerajaan kerajaan dengan budaya budaya yang 
sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu, dan ber ubah setelah jaman 
kerajaan ' punah ' ( tinggal beberapa kerajaan dan itu pun dipakai sebagai 
simbol semata ).


>
> jengah melihat orang lain intens dengan kesenangannya tersendiri melakukan
> suatu hal. dan kita.... well, tidak memiliki intensitas itu dalam isyu ato
> persoalan yang sama.
+++
Bukan masalah jengah dan tidak nya, melainkan memang menjadi terlihat aneh, 
semisal budaya sambil lalu ( dalam hal ini mode ), diera jaman 70-an rambut 
gondrong dan celana cutbray membumi, mengalahkan mode rambut kelimis dengan 
sepatu putih ( casanova/playboy ), demikian juga dengan budaya yang 
sebenarnya sudah tidak umum dipakai secara umum dan bila dipaksakan untuk 
dipakai secara umum maka mau tidak mau tidak mau menjadi lucu, semisal 
perempuan kembali memaksa kaki nya menjadi kecil ( diikat sejak 
bayi ).....maaf aku mencontohkan dengan contoh² extrim.
>
> apa sih maksudnya dalam paragraf terakhir? apa harus nerima, bahwa semua
> akan berubah juga, dalam kecepatannya sendiri-sendiri?
++++
Yup.......sebagai mahluk sosial kita mau tidak mau harus menerima perubahan 
yang terjadi, karena bila kita memaksakan kehendak dengan apa yang kita 
biasa lakukan, tentunya akan menyulitkan diri sendiri, semisal anak sekarang 
tentunya lebih suka membaca komik manga didalam kebiasaan membaca 
dibandingkan dengan beberapa waktu lalu dimana yang dibaca adalah cerita 
silat.

>
> ya saya setuju, meski sampai sekarang sedih ngelihat perubahan
> stasiun gambir:-))
++++
Untuk kasus Gambir itu bukan terjadi perubahan melainkan tindakan bodoh dari 
sebuah pemerintahan yang tidak menghargai sejarah, dimana modernisasi salah 
kaprah.
Budaya bisa eksis dalam bentuk peninggalan² yang secara tidak langsung 
menjadi sejarah dan sejarah dalam bentuk peninggalan sama halnya dengan 
sebuah buku kamus serba tahu.....

sur.
>
> salam, edith
>
> -------- Original-Nachricht --------
>> Datum: Sun, 21 Sep 2008 21:10:23 +0700
>> Von: "gsuryana" <[EMAIL PROTECTED]>
>> An: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>> Betreff: Re: RE: RE: [budaya_tionghua] Salam kenal dan numpang tanya
>
>> From: "Edith Koesoemawiria" <[EMAIL PROTECTED]>
>> cut--->
>> > mungkin identitas dan budaya juga berubah dengan waktu?
>> ++++
>> Identitas dan budaya sudah bisa dipastikan berubah sesuai dengan
>> berjalannya
>> waktu.
>>
>> Kadang ngotot untuk kembali ke identitas dan budaya yang sudah hilang
>> malah
>> bisa menjadi bahan tertawaan.
>>
>> Sama halnya dengan sejarah, sejarah sudah bisa dipastikan kisah masa
>> lalu,
>> dan boleh dipelajari untuk di analisa dimasa kini dan di rencana kan ke
>> masa
>> depan.
>>
>> Yang tidak bisa berubah adalah ras, selama tidak mengalami kawin campur
>> bisa
>> dibilang ras akan menjadi tetap, dan hal ini pun lama lama akan tergerus
>> dengan mereka yang mengalami kawin campur, karena biar bagaimanapun
>> manusia
>> adalah mahluk sosial.
>>
>> sur.
>> 

Kirim email ke