hej, salam… sudah makan?

> +++
> Samar samar aku masih ingat..........hanya lupa di mana pernah ketemunya.

:) mungkin di milis proletar... saya sudah lama sih tak berkunjung ke situ

> +++++
> Bukan masalah jengah dan tidak nya, melainkan memang menjadi terlihat
> aneh, semisal budaya sambil lalu ( dalam hal ini mode ), diera jaman 70-an
> rambut gondrong dan celana cutbray membumi, mengalahkan mode rambut kelimis
> dengan sepatu putih ( casanova/playboy ), demikian juga dengan budaya yang 
> sebenarnya sudah tidak umum dipakai secara umum dan bila dipaksakan untuk 
> dipakai secara umum maka mau tidak mau tidak mau menjadi lucu, semisal 
> perempuan kembali memaksa kaki nya menjadi kecil ( diikat sejak 
> bayi ).....maaf aku mencontohkan dengan contoh² extrim.

buat saya contoh “dari kerajaan menjadi republik” agak berat ngobrolinnya, 
karena kayanya perubahan itu lebih pada perpindahan (perebutan) kekuasaan. 
Sementara,
bentuk2 fisik budaya -gedung2 dari jaman kerajaan2 juga dari jaman republiknya 
napoleon, dst., dst. serta tradisinya tetap ada, berdampingan dengan tradisi 
rakyat 
dan budaya populer. sekarang cutbray kan mode lagi.

kalau itu sih mungkin intinya sama, ada kekuatan cukup besar atau tawaran yang 
daya tariknya lebih besar daripada yang ada saat itu, sehingga orang banyak 
mendukung perubahannya, walaupun sesudah itu bisa jadi tetap ngga puas.  

sedangkan ttg kaki2 lotus itu, hmmm… menarik karena ada yang bilang justru
kelompok laki2 yang menolak untuk menikah dengan perempuan berkaki kecil.

Membaca ini, pertanyaan saya menjadi: apakah perubahan itu muncul dari 
kesadaran atau keberatan lelaki harus menanggung mulut tambahan yang lamban 
kalau bekerja di ladang?
Kenapa bukan karena kaum perempuan ramai2 menolak untuk diikat kakinya karena 
sakit. Karena adanya kondisi memilih sakit daripada lapar atau demi status, ya 
buat saya sih tetap “kejam”. Sama kejamnya dengan kondisi yang bikin pengemis 
motong bagian tubuhnya agar bisa nerima recehan dari orang.

Pasti banyak cara lain untuk membaca perubahan itu, tapi ini ya cara saya 
membacanya:-) 

Karena kalau saya pikir sih, hal yang gini2 termasuk alasan kenapa ada 
gelombang2 masyarakat (lelaki kek, perempuan kek) yang mencari tempat baru di 
mana mereka punya kemungkinan lebih besar untuk makan, hidup tenang, membangun 
suatu yang baru, bersenang-senang.

Tapi di tempat baru itu, seperti saya di Jerman… kadang2 segalanya begitu rese,
sehingga mendengar alunan seruling bambu rasanya sudah bisa menimbulkan rasa 
damai:-)
Apakah itu nostalgia atau yang namanya menghargai budaya sendiri? Apakah itu 
yang dialami oleh teman2 di sini yang berbicara tentang budaya Tionghua? Does 
it matter? who knows?

> ++++
> Untuk kasus Gambir itu bukan terjadi perubahan melainkan tindakan bodoh

… dan tindakan bodoh pun membawa perubahan… bisa makan macdonald, kalau ngga 
ada bakpau
dan lemper... or not?

edith

-------- Original-Nachricht --------
> Datum: Mon, 22 Sep 2008 22:43:45 +0700
> Von: "gsuryana" <[EMAIL PROTECTED]>
> An: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Betreff: Re: RE: RE: [budaya_tionghua] Salam kenal dan numpang tanya

> From: "Edith Koesoemawiria" <[EMAIL PROTECTED]>
> 
> 
> > Ah hello,
> >
> > rasa2nya kita pernah berkenalan di seputar perubahan abad,
> > di milis yang kita bisa mengatakan apa saja,  kapan saja, kepada siapa
> > saja:-))
> > mungkin saya salah juga sih. kalau salah, salam kenal.
> +++
> Samar samar aku masih ingat..........hanya lupa di mana pernah ketemunya.
> 
> >
> > saya kira buat sebagian orang, ngeliat orang lain "ngotot" berbuat apa
> > saja,
> > bisa menjadi bahan tertawaan. kan ngotot selalu memberikan gambaran
> > mata melotot dan otot2 yang mencuat karena kelewat dipaksa.
> >
> > tapi menurut saya, kadang kita tertawa lebih karena jengah...
> +++++
> Mengenai Identitas dan Budaya, sudah dibuktikan oleh sejarah itu sendiri,
> dimana terjadi perubahan yang tidak bisa di pungkiri, ada memang budaya
> yang
> ber metafora dan ber evolusi dan pada intinya tetap berubah.
> 
> Sebelum dikenal istilah republik dikenal kerajaan, dan bisa dibilang semua
> wilayah dikenal dengan nama kerajaan kerajaan dengan budaya budaya yang 
> sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu, dan ber ubah setelah
> jaman 
> kerajaan ' punah ' ( tinggal beberapa kerajaan dan itu pun dipakai sebagai
> simbol semata ).
> 
> 
> >
> > jengah melihat orang lain intens dengan kesenangannya tersendiri
> melakukan
> > suatu hal. dan kita.... well, tidak memiliki intensitas itu dalam isyu
> ato
> > persoalan yang sama.
> +++
> Bukan masalah jengah dan tidak nya, melainkan memang menjadi terlihat
> aneh, 
> semisal budaya sambil lalu ( dalam hal ini mode ), diera jaman 70-an
> rambut 
> gondrong dan celana cutbray membumi, mengalahkan mode rambut kelimis
> dengan 
> sepatu putih ( casanova/playboy ), demikian juga dengan budaya yang 
> sebenarnya sudah tidak umum dipakai secara umum dan bila dipaksakan untuk 
> dipakai secara umum maka mau tidak mau tidak mau menjadi lucu, semisal 
> perempuan kembali memaksa kaki nya menjadi kecil ( diikat sejak 
> bayi ).....maaf aku mencontohkan dengan contoh² extrim.
> >
> > apa sih maksudnya dalam paragraf terakhir? apa harus nerima, bahwa semua
> > akan berubah juga, dalam kecepatannya sendiri-sendiri?
> ++++
> Yup.......sebagai mahluk sosial kita mau tidak mau harus menerima
> perubahan 
> yang terjadi, karena bila kita memaksakan kehendak dengan apa yang kita 
> biasa lakukan, tentunya akan menyulitkan diri sendiri, semisal anak
> sekarang 
> tentunya lebih suka membaca komik manga didalam kebiasaan membaca 
> dibandingkan dengan beberapa waktu lalu dimana yang dibaca adalah cerita 
> silat.
> 
> >
> > ya saya setuju, meski sampai sekarang sedih ngelihat perubahan
> > stasiun gambir:-))
> ++++
> Untuk kasus Gambir itu bukan terjadi perubahan melainkan tindakan bodoh
> dari 
> sebuah pemerintahan yang tidak menghargai sejarah, dimana modernisasi
> salah 
> kaprah.
> Budaya bisa eksis dalam bentuk peninggalan² yang secara tidak langsung 
> menjadi sejarah dan sejarah dalam bentuk peninggalan sama halnya dengan 
> sebuah buku kamus serba tahu.....
> 
> sur.
> >
> > salam, edith
> >
> > -------- Original-Nachricht --------
> >> Datum: Sun, 21 Sep 2008 21:10:23 +0700
> >> Von: "gsuryana" <[EMAIL PROTECTED]>
> >> An: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> >> Betreff: Re: RE: RE: [budaya_tionghua] Salam kenal dan numpang tanya
> >
> >> From: "Edith Koesoemawiria" <[EMAIL PROTECTED]>
> >> cut--->
> >> > mungkin identitas dan budaya juga berubah dengan waktu?
> >> ++++
> >> Identitas dan budaya sudah bisa dipastikan berubah sesuai dengan
> >> berjalannya
> >> waktu.
> >>
> >> Kadang ngotot untuk kembali ke identitas dan budaya yang sudah hilang
> >> malah
> >> bisa menjadi bahan tertawaan.
> >>
> >> Sama halnya dengan sejarah, sejarah sudah bisa dipastikan kisah masa
> >> lalu,
> >> dan boleh dipelajari untuk di analisa dimasa kini dan di rencana kan ke
> >> masa
> >> depan.
> >>
> >> Yang tidak bisa berubah adalah ras, selama tidak mengalami kawin campur
> >> bisa
> >> dibilang ras akan menjadi tetap, dan hal ini pun lama lama akan
> tergerus
> >> dengan mereka yang mengalami kawin campur, karena biar bagaimanapun
> >> manusia
> >> adalah mahluk sosial.
> >>
> >> sur.
> >> 
> 
> 
> ------------------------------------
> 
> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
> 
> .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.
> 
> .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
> 
> .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.
> 
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 

Kirim email ke