Tantono xiong,

tulisan saya ini bukanlah mau meributkan masalah akidah atau 
keyakinan, tapi selayaknya anda meneliti bahwa Alkitab sendiri isinya 
berkembang dari jaman ke jaman, lihat saja kitab Ulangan dan bisa 
anda bandingkan dengan hukum cinta kasih yang utama. 
Hukuman yang setimpal tetap harus ada, dan itu ada di Alkitab 
sekalipun dan budaya apapun di dunia ini. 

Hukuman untuk perilaku yang berlebihan lebih ke arah untuk menjaga 
stabilitas yang masyarakat. Ini diuraikan oleh Xun Zi.

Pelepasan dendam atau memaafkan secara tidak langsung dikatakan bahwa 
itu adalah demi kebaikan mental atau pikiran orang tersebut. Dan hal 
ini sepanjang yang saya ingat dituliskan oleh Mo Zi atau mungkin oleh 
Kong Zi. 
Tentunya pandangan seperti itu jauh lebih maju dibandingkan pandangan 
yang ada pada masa itu dan masih relevan hingga sekarang.

Dalam Taoism juga dikatakan mereka yang memendam dendam tidak akan 
mencapai Tao.

Dari sudut pandang metaphysic Chinese, tubuh itu memiliki 7 anasir 
yang bersifat Yin disebut Po, dan dendam merupakan salah satu anasir 
yang ada di dalam tubuh. Jika anasir Po menguat sehingga tidak adanya 
keseimbangan tubuh, maka mental atau anasir Yang yang disebut Hun 
akan terganggu. 

Lihat saja mereka yang memendam dendam, rata-rata pikiran mereka 
tidak akan bertindak positif, kemudian juga akan mempengaruhi organ-
organ tubuh pula. Sudut pandang ini berdasarkan dari Chinese Medicine.

Jadi secara tidak langsung budaya orang Tionghoa menjabarkan hal itu 
lebih detail, tidak hanya berdasarkan suruhan atau ketakutan akan 
neraka.

Karena itu mereka membuat suatu konsep yaitu memberikan muka, dimana 
pemberian muka ini tidak saja bersifat memaafkan tapi juga memaklumi, 
mengingat jasanya atau juga kerabatnya. Orang yang sedang marah 
tentunya tidak akan mau perduli akan jasa, kerabatnya yang dekat 
dengan kita dan segala macam hal. Sehingga mungkin menurut saya 
pemberian muka adalah suatu cara dimana memaafkan berdasarkan asas 
menghargai. 

Secara sadar maupun tidak sadar, ketika ada orang yang marah atau 
dendam, budaya memberi muka di budaya Tionghoa akan timbul.
Misalnya, maklumi ia masih kecil atau juga ingat jasa orangtuanya. 
Atau juga tidak memukul muka atau membongkar keburukannya di depan 
umum.

Cara ini merupakan cara yang mungkin efektif untuk mengontrol 
kemarahan agar tidak berlebihan.
Kita perlu ingat ketika kita marah, otomatis emosi kita meluap dan 
tidak bisa mengontrol diri, kemudian memukul muka atau membongkar 
keburukannya di depan umum sehingga pihak yang menjadi sasaran amarah 
juga akan terluka perasaannya sehingga dendam semakin melebar.

Dengan memukul wajah, tentunya semua orang akan melihat wajahnya yang 
bengkak dan selalu bertanya ada apa. Ini adalah suatu hal yang 
memalukan bagi orang yang dipukul. Juga marah kemudian membongkar 
keburukannya yang terkadang tidak ada kaitan dengan masalah juga akan 
memperlebar masalah.

Tindakan memberi muka juga bisa berguna untuk meringankan hukuman 
yang berlaku sesuai dengan UU atau juga norma masyarakat.

Semoga dengan sedikit uraian ini akan menambah pandangan kita semua.



Hormat saya,


Xuan Tong

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Tantono Subagyo" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Mohon maaf ini sepengetahuan saya saja terutama tentang Budaya 
Kristen yang
> kami coba kembangkan lagi terutama di Gereja saya dalam lingkup 
kecil.  Kami
> berpendapat bahwa akar permasalahan adalah dendam dan kami mencoba 
untuk
> memaafkan sesuai dengan doa utama Bapa Kami yaitu "ämpunilah kami 
seperti
> kami mengampuni yang bersalah kepada kami". Dalam Alkitabpun 
diceritakan
> bahwa pengampunan harus diberikan 70 x 7 kali. Jadi pemaafan atau
> pengampunan seharusnya dilakukan tanpa diminta dan bahkan kepada 
yang tidak
> layak dimaafkan sekalipun.  Kami berpendapat bahwa 
mengampuni/memaafkan
> adalah suatu bentuk melepaskan dendam, dan dengan hilangnya dendam 
tersebut
> maka kita akan dapat "move forward": (maju kedepan) dan juga 
melepaskan
> ganjalan dihati.
> Nah, dalam skala kecil kami coba terapkan kekehidupan keluarga dan 
ternyata
> gerakan kami ini banyak mencegah perceraian/pecahnya keluarga, 
mendamaikan
> anak dengan orangtuanya dalam konteks gereja dls.
> Saya sendiri pernah mendendam keluarga karena perlakuan yang saya 
anggap
> tidak adil dan ternyata dengan pengampunan itu kami sekarang 
menjadi erat
> kembali, bahkan seminggu sekali saya sering kongkow-kongkow dengan 
kakak
> ipar yang dulu sangat saya benci.  Nah tentang Tiongkok, saya nggak 
tahu
> karena itu saya mohon petromaks dari lain saudara.  Tentang 
pelaksanaan di
> dunia Barat, terutama dalam bernegara, saya sendiri beranggapan 
bahwa
> pelaksanaan prinsip Kristiani tidak dilaksanakan sepenuhnya atau 
sangat
> menyimpang, misalnya dengan "politik balas dendam Bush terhadap 
terroris"
> . Dalam Budaya Jawa, acara bermaafan stahun sekali itu baik, tetapi
> kadang-kadang sebagian ada yang hanya basa-basi saja, walaupun 
setahu saya
> dalam pesantren tertentu diupayakan bermaafan "betulan" dengan 
tulus.
> Salam, Tan Lookay
> 
> 
> On 10/7/08, danarhadi2000 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >   Pak Bagyo, bagaimana pendapat anda mengenai penghayatan falsafah
> > permaafan ini, didunia Barat dan Tiongkok? Baik dalam kehidupan 
se-
> > hari hari maupun sikap kenegaraan?
> >
> > Dimanakah azas harmony lebih mengakar? Di Tiongkok atau dalam
> > falsafah Barat?
> >
> > Apakah azas These-Antithese bermuasal dari Tiongkok atau Barat?
> > Falsafah "an Eye for an eye and a tooth for a tooth" berasal dari
> > Asia timur?
> >
> > Mohon petromax
> >
> > salam
> >
> > Danardono
> >
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com <budaya_tionghua%
40yahoogroups.com>,
> > "perfect_harmony2000"
> > <perfect_harmony2000@> wrote:
> > >
> > > Sdr.Tantono,
> > >
> > >
> > > konsep memaafkan itu ada dalam banyak aliran filsafat, seperti 
Mo
> > Zi,
> > > Kong Zi dan Lao Zi.
> > >
> > > Hal ini kemudian meresap kedalam ritual maupun budaya mereka.
> > > Contoh sederhana adalah budaya memberi muka yang selain bermakna
> > tepo
> > > saliro juga mengandung makna menghargai dan memaafkan orang.
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > Hormat saya,
> > >
> > >
> > >
> > > Xuan Tong
> > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com<budaya_tionghua%
40yahoogroups.com>,
> > "Tantono Subagyo"
> > > <tantono@> wrote:
> > > >
> > > > Xuan Tong xiong dan para ahli Budaya Tionghua
> > > > Mohon petromaksnya, selama ini lookay belajar masalah harmoni
> > dls,
> > > walaupun
> > > > tidak selalu mudheng, lha sekarang Lookay ingin belajar lebih
> > jauh
> > > lagi
> > > > tentang konsep memaafkan. Mohon diperjelas tentang konsep ini
> > > karena selama
> > > > ini (kalau tidak salah) budaya Tionghua yang dikenal adalah
> > masalah
> > > keuletan
> > > > dan tahan uji, pluralisme dls tetapi konsep memaafkan belum 
banyak
> > > > diterangkan. Salam, Tan Lookay
> > > >
> > >
> >
> > 
> >
> 
> 
> 
> -- 
> Best regards, Tantono Subagyo
>


Kirim email ke