Kalau saya memilih tak Melupakan! Tak melupakan baik untuk mengambil pelajaran, kegetian masa lalu membuat kita lebih menghargai masa sekarang. kegetiran masa lalu yang menimpa diri kita seharusnya juga menyadarkan kita untuk tak membuat orang lain juga sengsara seperti kita. Melupakan justru beresiko kita mengulang kesalahan yang sama. Kegetiran masa lalu juga bisa berubah menjadi daya dorong untuk mencapai kemajuan. Lihat saja penghinaan perang candu bagi Rakyat Tiongkok, yang mendorong mereka mencapai pretasi di Olmpiade! Lebih positif mengingat dari pada melupakan ! Inilah kegunaan Monument Salam Mengingat. ZFy
--- On Wed, 10/8/08, danarhadi2000 <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: danarhadi2000 <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [budaya_tionghua] Re: Ajaran Budaya Tionghua tentang memaafkan. To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, October 8, 2008, 5:25 AM Salah kaprah, atau tidak, kita serahkan saja pada pihak yang merasa didzalimi untuk mencernakan apa yang mereka alami. Kita tak usah ikut ikut dehhh. Setiap tahun pada peringatan Holocaust, seluruh Israil merenung beberapa menit, berhenti beraktivitas, dimana sirene mengaung..Mengenang , tak melupakan! Apakah hidup orang yang melupakan Milosevic lebih baik, saya sampai sekarang tak tahu, pak Bagyo, dan belum ada statistik mengenai hal itu. Pastilah orang Yahudi takkan membom Jerman, tetapi, melupakan, mungkin banyak yang belum mampu. Antara mengenang dan tak melupakan dan membom, itu jauh sekali. tak perlulah kita sejauh itu. Tak jauh dari kantor saya, ada lapangan kecil, dimana dahulu ada gedung Gestapo, yang dihancurkan pemerintah Austria. Dilapangan itu kini ada monumen dari semen, tidak besar, dengan bintang David kuning. Tertulis: "Nicht vergessen". "Tidak melupakan". Orang tua yang pernah tinggal didekat gedung itu sebagai anak anak, cerita, dahulu sampai jauh terdengar teriakan laki laki dan wanita, yang disundut api, dicabut kuku, dan disiksa lainnya. Bukan karena berbuat kejahatan, namun karena mereka kebetulan orang Yahudi..memaafkan? Wah saya gak tahu dehhh, frankly! Kalau saya sih, pak Bagyo mudah melupakan semua, soale, juga tak alami apa apa (hidup saya dari lahir enak,pak). Paling, ingat guru musik saya, pak Butar Butar yang menghardik saya, kalau saya nyanyi lompat dari nada. Kami sekeluarga tak ada yang dipulau Buru-kan. Tetapi kenalan sayatahun 60an, mahasiswa Tionghoa anggauta Perhimi, lenyap tak tahu rimbanya. Saudaranya katakan, dijemput dan di"hilang"kan tentara. Keluarganya melupakan? Entahlah.. Orang Jepang juga tak membalas membom atom Amerika, tetapi mereka selalu kenang hari pemboman itu. Mereka berdoa sambil mengenangkan di Kuil Yasukuni Yasukuni Jinja) di Tokyo. Lho pak Bagyo, bukan BUAT saya Tuhan itu macam macam, tetapi bagi kita ke-se-luruh- an manusia. Rak iya to? Lha malah di Malaysia pernah dilarang (masih ya?) bagi umat NON Muslim menggunakan kata Allah. Sebab ini nama bagi Tuhan umat Islam, nah looo. Coba tanya saudara saudara umat Tao di BT disini, apakah Tuhan mereka bernama Yahwe? Mereka akan tanya balik: "I beg your pardon?" Misa katholik yang saya kisahkan di Jogya, dihentikan oleh sekelompok laki laki, karena mereka merasa, Tuhan mereka dihina. Kalau anda baca lagi teliti posting saya, anda akan tahu, bahwa NOBODY paksakan anda ber-Tuhan macam macam. Tetapi kita semua, mau tak mau, harus mengakui, dalam agama agama kita, definisi Tuhan tak sama. Ini realitas kan? Anda kan juga tak sharing Tuhan dalam bentuk Brahma, Vishnu, Shiva saudara saudara kita dari Bali? Juga tak ada kalimat yang memaksa anda tidak berpendapat, agama membuat manusia jadi baik. That's your opinion. Go on. Yang penting kita harus sadar, 2000 tahun manusia beragama, manusia secara keseluruhan TIDAK bertambah baik. Juga tak bertambah buruk karena agama. Agama telah menjadi alasan saudara saudara di Poso saling bunuh. Tibo telah mendahului kita...Korupsi kian mendahsyat dalam bangsa ini, walau sangat saleh beragama. Dan... orang tak beragama juga bisa MULIA lho? Mungkin anda memiliki statistik perbaikan moral di Indonesia akibat pelajaran agama? Di DPR? di Kejaksaan? di Kepolisian? di pemerintahan? di mal mal? Tuhan di-uthik uthik? Lha tak lah yauuu, lha wong lihat Tuhan saja belum pernah ada diantara kita, baik domba maupun gembala, kok mau uthik uthik? Bagaimana caranya? "sudah dipasrahkan" lha bagaimana cara serah terimanya? Kita memang dari awal setuju untuk tak setuju, nah ini kan isi milis ini selalu? from t5he vrey beginning? Kalau tidak mana mungkin kita diskusi? Lihat tu posisi ci Ul dan mas Kinhiang, posisi mas Mulyawan dan mas Siswanto, posisi saya dengan banyak anggauta ha ha ha Salam danardono --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "Tantono Subagyo" <[EMAIL PROTECTED] > wrote: > > Lha ini yang menurut saya salah kaprah Pak, kalau orang-orang itu bisa > lupakan Milosevic mungkin hidupnya akan lebih baik. Menurut saya memelihara > dendamlah yang buat orang sengsara. Orang jadi inget kesalahan orang dahulu > saja, seperti misalnya : Jerman dulu pernah Holocaust mbasmi orang Yahudi, > trus piye, orang Yahudi disuruh ngebom Jerman supaya setimpal gitu ??. Saya > punya teman (Jewish) yang sangat dendam ama Jerman, lha dia sendiri yang > sengsara. Kejadian sudah kapan tahu, dia kalau ketemu orang Jerman masih > gondok (nyakitin diri sendiri). Dan masalah Tuhan-nya siapa ya Tuhannya > sendiri-sendiri, saya percayakan "vengeance"kepada Tuhan orang Kristen, lalu > apakah Tuhan saya tidak berantem rebutan dengan Tuhannya orang lain yang > menyalahi saya, lha itu urusan Tuhan kok, sudah dipasrahkan jangan > diuthik-uthik lagi. > Kembali lagi Bung Danardono, mari setuju untuk nggak setuju, saya bahagia > dengan konsep menyerah kepada Tuhan (buat saya Tuhan itu satu), lha buat > anda Tuhan itu macem-macem dan buanyak dan tidak memecahkan masalah. So be it, saya tidak minta anda untuk memeluk konsep saya demikian juga jangan paksakan kepada saya bahwa konsep agama tidak membuat orang jadi baik dan Tuhan macem-macem. Salam, Tan Lookay > > > On 10/8/08, danarhadi2000 <danarhadi2000@ ...> wrote: > > > > Begitulah pak Bagyo. > > > > "Penghukuman" didunia ini adalah ranah masyarakat, yang diwakili oleh > > negara (azas Hukum Pidana). Kita juga kenal ajaran: "Give therefore > > to Caesar the things that are Caesar's, and to God the things that > > are God's.(Mt 22:21)". > > > > Didalam falsafah hukum, kita belajar, bahwa pada awalnya, dalam > > masyarakat yang masih "primitif" hukuman adalah identik engan > > pembalasan dendam, dalam bahasa Jerman kita kenal "Suehne". Dalam > > perkembangan masyarakat yang kian modern, maka negara mengambil alih > > fungsi "balas dendam " ini, dan mengubahnya menjadi hukuman. > > Kalau sipenjahat sudah dihukum negara menurut peraturan yang berlaku, > > maka manusia tak boleh lagi menjalankan balas dendam. > > > > Pak Bagyo benar, hukum manusia tak sempurna, tetapi apakah yang > > sempurna di dunia? Hanya inilah yang manusia dapat wujudkan didunia. > > kesempurnaan setelah kita mati, nobody knows. belum ada yang kembali > > dari kematian dan mengisahkan mengenai pengadilan langit. > > > > Mengenai Tuhan, pak Bagyo katakan "Ya Tuhan saya, Tuhannya orang > > Kristen", namun, kita membahas masalah manusia secara universal. > > Dalam hubungan antar manusia, kita berhadapan dengan manusia dari > > perlbagai agama dengan Tuhannya masing masing. Contoh: seorang > > beragama A memperkosa dan menjarah wanita beragama B, dan mencuri > > barang orang beragama C. Tuhan yang mana yang berwenang bertindak? > > Tidak nanti rebutan? > > > > Pak Bagyo katakan "saya sejahtera dan merasa senang berbuat > > demikian", sah sah saja, selama apa yang disenangi A dan membuat > > sejahtera, tak menyengsarakan B atau C. nanti pengadilan lagi yang > > harus bertindak. > > > > Mengenai dendam atau memaafkan Milosevic saya ingat interview dalam > > tayangan TV dimana wanita diinterview tentang suami mereka yang > > ditembak dimuka mereka dan anak anak mereka. Saya tak pernah lupa > > expressi muka ibu ibu itu yang merah padam dengan tangis dan isak. > > Pak Bagyo yang baik, terus terang, kalau saya ada ditempat itu, di > > Srbernica, saya TAK berani mengusulkan " lupakan deh Milosecic".. > > > > Salam > > > > Danardono > > > > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com <budaya_tionghua% 40yahoogroups. com>, > > "Tantono Subagyo" > > <tantono@> wrote: > > > > > > Pak Danardono yth, > > > Saya berkata bahwa penghukuman yang setimpal adalah hak Tuhan, > > bukan berarti > > > meniadakan hukum. Hukum dibuat untuk menegakkan aturan, menjaga > > agar manusia sepakat akan aturan umum dan tidak ada chaos. Jadi saya > > bisa mengampuni pencuri tetapi untuk kebaikan dan karena itu adalah > > norma yang mesti ditaati maka dia juga harus masuk penjara. Tetapi > > harus diingat bahwa hukum bukanlah balas dendam atau memberi > > penghukuman yang setimpal. Hukum > > > manusia masih tidak sempurna, karena seorang yang membunuh misalnya > > menurut > > > KUHAP dihukum penjara duapuluh tahun, setimpalkah itu ?. Lalu > > bilamana Y > > > membunuh X misalnya, apakah anak X harus Y atau memaafkannya ?. > > Memaafkan > > > bukan berarti membebaskan yang dimaafkan, jadi memaafkan Milosewic > > bukan > > > berarti meloloskannya dari hukum manusia yaitu norma-norma hukum > > > internasional akan tetapi melepaskan dendam untuk bergerak maju. > > Sekali > > > lagi saya bodoh dan kuper dalam hal ini lingkup saya pun sempit > > tidak > > > seperti anda yang mendunia. Bagi saya memaafkan sederhana saja, > > saya > > > (mencoba) memaafkan apa yang keluarga saya telah perbuat kepada > > diri saya > > > dan tidak membalas dendam agar saya dapat melangkah maju. Dalah hal > > > sekolahpun begitu, ketika anak saya mendapat hambatan dalam > > sekolah, saya > > > tidak ribut-ribut tetapi bersama beberapa orang lalu membuat > > sekolah dan > > > ternyata itu lebih positif. > > > Dan Ya, saya berbuat itu karena kepercayaan saya terhadap Tuhan, > > Tuhan siapa > > > ?, Tuhannya orang Kristen agama yang saya anut, lho nanti nggak > > cocok dengan > > > budaya, ya biarin, orang saya sejahtera dan saya merasa senang > > telah berbuat > > > demikian. Mohon penerangan kembali. Tantono > > > > > > > > > > > > > -- > Best regards, Tantono Subagyo >