Sebenarnya bagi teman-teman pencinta cerita silat, ¡°Manicheanism¡± sudah sangat tidak asing! Lewat cerita ¡°To Liong To¡± atau ¡°Pedang Pembunuh Naga¡± kita kenal tokoh Thio Bu Ki yang dikisahkan sebagai seorang Jiaozhu (ketua) dari sebuah aliran bernama ¡°Beng Kauw¡±. ¡°Beng Kauw¡± inilah yang dimaksud dengan Manicheanism.
Lafal Mandarin untuk ¡°Beng Kauw¡± adalah ¡°Ming Jiao (Ã÷½Ì)¡±, sebutan lain untuknya dalam bahasa Mandarin adalah pula Moni Jiao (IJÄá½Ì), merupakan sebuah aliran kepercayaan yang didirikan oleh seorang Persia bernama Mani pada pertengahan abad ke-3 dengan memperpadukan ajaran Kristiani dengan kepercayaan lokal di Iran ketika itu. Awalnya Mani bercita-cita mengembangkan ajarannya sebagai sebuah agama trans-nasional yang mampu mengatasi segala perbedaan yang ada pada pelbagai tradisi kepercayaan di zamannya. Bermula dari Babilonia pada tahun 242 masehi, lalu menyebar ke Persia di bawah dukungan kerajaan Sassanian, namun kemudian terpaksa harus ¡°mati dalam kandungan¡± gara-gara berbenturan dengan para penganut ¡°Zoroastrianism¡± dengan terbunuhnya Mani yang disalib pada tahun 277 masehi. Sisa-sisa penganut Manicheanism kemudian berpencar ke seantero penjuru dunia, sebagian biarawan pengikut Mani yang melarikan diri ke Roma pun dibunuh atas perintah raja yang berkuasa ketika itu, hanya mereka yang berhasil tiba di daerah yang sekarang dikenal dengan Uzbekistan dan Khazakstan tenggara yang mampu bertahan dan mengembangkan ajaran Manicheanism. Adapun inti ajaran Manicheanism antara lain adalah ¡°Pertentangan Abadi antara Terang dan Gelap¡±¡¯serta ¡°Pertentangan Abadi antara Yang Baik dan Yang Jahat¡±. Tuhan adalah kebaikan Abadi, oleh karena itu segala yang tidak memiliki kualifikasi yang baik adalah musuh Tuhan dan harus diperangi. Ming Jiao (Manicheanism) di Tiongkok Manicheanism masuk ke Tiongkok di zaman Tang lewat jalan sutra dan kemudian dikembangkan oleh Zhang Jiao (ÕŽÇ) dengan nama Ming Jiao lewat proses sinkretisasi dengan agama dan kepercayaan setempat antara lain Daoism, Buddhism dan juga Teratai Putih (Bailian Jiao/°×Á«½Ì). Adapun doktrin dasar mereka masih tetap yakni ¡°Pertentangan Abadi antara Terang dan Gelap¡±; ¡°Pertentangan Abadi antara Yang Baik dan yang Jahat¡±, hanya saja tokoh Mani telah didewakan dan disembah sebagai ¡°Dewa Terang¡± lambang Kebenaran dan Kebaikan, di samping mereka juga menyembah Dewa Bulan dan Dewa Matahari. Ciri khas kaum Manicheanis di Tiongkok adalah mereka menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, kesatuan, kedisiplinan dan keseragaman dengan selalu berjubah putih-putih dan kebiasaan bervegetarian, pantang minuman keras serta dikubur dalam keadaan bugil. Doktrin yang menjadi perekat kesatuan mereka adalah keyakinan bahwa ¡°Pada akhirnya kekuatan terang yang melambangkan kebaikan dan kebenaran pasti akan mengalahkan kekuatan gelap lambang kejahatan¡±. Pada zaman 5 Dinasti (Îå´ú), dinasti Song dan juga Yuan komunitas Manicheanism merupakan kelompok radikal yang acap memimpin pemberontakan petani terhadap penguasa, yang terkenal dalam sejarah antara lain pemberontakan Muyi terhadap kaisar Liang Zhenming pada tahun 920, pemberontakan Fang La, pemberontakan Wang Nianjing dll yang terjadi pada zaman dinasti Song di wilayah sekitar Huainan, Jiangxi, Fujian dll. Di zaman dinasti Song, nama Manicheanism resmi diterjemahkan sebagai ¡°Ming Jiao¡± dengan doktrin yang diringkas dan dipadatkan ke dalam 8 kata ¡°Çå¾»¡¢¹âÃ÷¡¢´óÁ¦¡¢Öǻۡ± yang artinya adalah ¡°SUCI, TERANG, KUAT, CERDAS¡±. Pengikut Ming Jiao di zaman ini tersebar dalam segala lapisan masyarakat, ada petani, sarjana, pejabat sipil, militer, pendekar, penyamun dll. Untuk menghadapi tekanan penguasa, komunitas Ming Jiao menjelmakan diri ke dalam beberapa lembaga bawah tanah di pelbagai daerah di Tiongkok dengan nama yang berbeda-beda. Selain di Fujian masih dikenal dengan nama Ming Jiao, di Zhejiang mereka berganti nama sebagai Moni jiao, serta dikenal sebagai kelompok Er Kui Zi di Huainan, Si Guo di Jiangdong dan Jingang Chan di Jiangxi. Tokoh sejarah Tiongkok yang terlibat dengan gerakan Ming Jiao adalah Zhu Yuanzhang (ÖìÔªè° <http://baike.baidu.com/view/1690.htm> ), sebelum berhasil merebut kekuasan dan naik tahta, Zhu Yuanzhang adalah bagian dari kelompok Ming Jiao dan sekaligus juga Bailian Jiao. Keterlibatannya yang amat intens dengan Ming Jiao menyadarkan ia akan bahayanya organisasi bawah tanah yang ini, sehingga secara perlahan dan bertahap ia pun meninggalkan dan akhirnya berseteru dengan kelompok Ming Jiao. Setelah berhasil menjadi kaisar, Zhu Yuanzhang menuruti saran Li Shanchang memerintahkan pelarangan resmi terhadap kelompok Bailian Jiao dan Mingjun Miao (nama lain Ming Jiao) lewat dekrit yang dituangkan dalam ¡°Ming Lv¡± (Ã÷ÂÉ). Semenjak itu, kelompok Ming Jiao masih berupaya bertahan dengan bermetafora ke dalam pelbagai bentuk dan nama yang berbeda-beda, sampai akhirnya meredup dan hilang dari panggung sejarah Tiongkok. Salam, Erik ------------------------------------------------------------------------\ -------------- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ivan" <ivan_taniput...@...> wrote: Manichaenisme di China Ivan Taniputera (1 Januari 2009) Tulisan singkat ini disarikan dari buku berjudul Chinese Civilization karya Werner Eichhorn, halaman 196 ?197. Manichaenisme adalah agama yang kini sudah punah dan berasal dari Persia. Inti sari ajarannya adalah fusi antara Kekristenan, Zorastrianisme, dan Buddhisme. Agama ini masuk ke Tiongkok semasa pemerintahan Dinasti Tang (618 ?906). Yang pembawanya adalah para pedagang yang datang ke Tiongkok melalui jalur sutera. Para pengikut Manichaenisme yang datang ke Tiongkok memperoleh penghargaan istana karena kemampuan mereka dalam astronomi, sehingga dapat menyelesaikan perdebatan yang terjadi antara para penyusun almanak kerajaan. Kaisar Dinasti Tang memberikan toleransi yang besar bagi agama ini dan juga agama lainnya. Kemajuan lain yang dicapai agama ini adalah masuknya salah seorang khan suku Uighur ke agama Manichaenisme. Saat itu, bangsa Uighur memang sedang menanjak pamornya dan bersamaan dengan ini Manichaenisme memperoleh peran yang cukup penting, termasuk dalam bidang politik. Meskipun demikian, dalam kurun waktu pertengahan abad ke-9, kekuatan imperium Uighur mulai menurut, sehingga antara tahun 840 ?843 berlaku penganiayaan terhadap Manichaenisme. Akibatnya, komunitas Manichaenisme mulai punah. Apalagi setelah tahun 845, yang merupakan puncak penganiayaan terhadap hampir seluruh agama asing di Tiongkok semasa Dinasti Tang. Kendati demikian, Manichaenisme tidaklah punah sama sekali, karena pada masa Dinasti Song (960 ?1279) telah berdiri kuil-kuil agama tersebut walau jumlahnya tidak banyak. Selain itu terdapat pula serikat rahasia Manichaenisme, yang "berkumpul pada malam hari dan bubar lagi di pagi harinya." Menurut laporan, para penganut Manichaenisme hanya makan sekali sehari (sore hari), bervegetarian, serta menjauhkan diri dari minum keras, mentega, dan susu. Hal menarik adalah beberapa elemen Manichaenisme masuk dalam dalam agama-agama asli Tiongkok, seperti Daoisme. Bahkan terdapat pula peneliti yang mengatakan bahwa jejak-jejak Manichaenisme dapat pula dijumpai dalam Buddhisme Tiongkok. Para mengikut Manichaenisme memasukkan perhitungan minggu yang terdiri dari tujuh hari, dimana ini diambil dari planet2 yang dikenal masa itu (matahari, bulan, Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, dan Saturnus). Bahkan, di propinsi2 sebelah timur, dalam almanak lokal hari Minggu disebut dengan istilah mi. Istilah ini berasal dari kata bahasa Sogdian mir, yang berarti matahari. Selain itu, ada pendapat bahwa nama Dinasti Ming (1368 ?1644) juga berasal dari Manichaenisme. Dengan mempertimbangkan fakta-fakta di atas, pengaruh penting Manichaenisme di Tiongkok tidaklah dapat diabaikan sama sekali. Hingga saat ini, masih sedikit penelitian yang mengulas secara mendalam perkembangan Manichaenisme di China. Buku-buku yang ada hanya mengulas secara singkat perkembangan Manichaenisme. Belum terdapat telaah mendalam yang berupaya menggali lagi pengaruh-pengaruh Manichaenisme dalam agama-agama di Tiongkok. Oleh karena itu, riset dalam bidang ini masih sangat kaya dan menarik.