Bung Ardyanto,
 
Sepengetahuan saya, yang pernah ditawarkan utk membeli rumah melalui KPR dengan 
"bantuan" uang muka adalah rumdis yang berada di Daerah Basis (Pangkalan). 
Bantuan saya beri tanda petik karena dananya bukan dari anggaran Pemerintah 
tapi diambil dalam bentuk uang muka (DP) dari dana Asabri dan/atau Tabungan 
Perumahan Prajurit, yang notabene adalah uang mereka sendiri.
 
Saya juga tidak tau persis apakah status rumdis tersebut semuanya termasuk 
golongan I, karena pada kenyataannya tidak semua merupakan rumah jabatan.
Namun saya masih bisa memahami apabila penghuni sudah pensiun mereka harus 
menyerahkan kembali kepada dinas. Bahkan juga apabila yang bersangkutan sudah 
mutasi ke luar instansi yang membawahi rumdin tersebut, meskipun ybs masih 
berstatus dinas aktif.
 
Nampaknya penggusuran paksa hanya beralasan bahwa pd saat dilaksanakan 
penggusuran status rumdis masih rumah negara, dan penghuninya sudah bukan TNI 
aktif, atau bahkan sudah meninggal, tanpa menghiraukan butir2 ketentuan 
(UU,PP,Perpres dll.) yang menjadi hak penghuni. Padahal ada ketentuan (PP 
No.40/1994 psl 17(2)) yang mengatur anaknyapun punya hak utk membeli
 
/Joko

--- Pada Kam, 4/2/10, Adyanto Aditomo <adyantoadit...@yahoo.co.id> menulis:


Dari: Adyanto Aditomo <adyantoadit...@yahoo.co.id>
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Rumah Dinas (Bung Kiky dan mas Adyanto)
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Tanggal: Kamis, 4 Februari, 2010, 3:41 PM


 



Bung Joko,
 
Pertanyaan saya soal hak mendapatkan rumah pribadi bagi Pegawai Negri dari TNI 
masih tetap yaitu:
Apakah para penghuni Rumah Dinas tersebut tidak memiliki Rumah Pribadi yang 
didapat dari bantuan Pemerintah karena:
1. Memang Instansi TNI dimana mereka bernaung tidak pernah menawarkan bantuan 
agar para penghuni Rumah Dinas tersebut mendapatkan rumah pribadi, dimana uang 
muka dibayar oleh Pemerintah dan cicilannyanya sangat ringan, atau
2. Sebetulnya mereka sudah ditawari untuk mendapatkan Rumah Pribadi oleh 
Instansi TNI yang menaungi mereka, tetapi ditolak oleh para penghuni karena ada 
ketidak cocokan soal lokasi dan atau kualitas rumah dan luas tanah.
 
Bila yang terjadi adalah point 1, berarti para pensiunan TNI telah diperlakukan 
secara tidak adil oleh Instansi yang menaungi mereka.
Bila yang terjadi point 2, maka proses penggusuran ini merupakan resiko yang 
sudah disadari oleh para penghuninya.
Setahu saya, yang terkena point 2, besar ganti ruginya sama antara Pegawai 
Negri Sipil maupun TNI.
Artinya: Penggusuran paksa bukan sepenuhnya kesalahan Instansi TNI yang 
manaungi mereka.
 
Salam,
 
Adyanto Aditomo

Kirim email ke