Halo Bung Mula,
   
  setuju banget dengan komentar Anda. Kita sebagai umat beragama (apapun agama 
kita) gak perlu overly sensitive deh. Berkait dengan gambar cover TEMPO, saya 
belum baca berita-beritanya, tetapi sudah baca opini yang menjadi tema edisi, 
saya kira, sama sekali tidak ada niat untuk menghina da vinci apalagi agama 
kristen.
   
  Tempo mencba mengkritisi bagaimana media yang telah menggoreng  perasaan 
rakyat dan membangun opini positif utk "sang maestro". sekalian mengingatkan 
tugas pemerintah yang masih ada di hadapan SETELAH KEPERGIANNYA.
   
  jadi buat saudara-saudari saya yang kristiani (saya juga keberulan beragama 
kristen), semoga menjadi lebih dewasa dan seperti bung Mula katakan, lebih 
memiliki sense of humour. how nice.....
   
  Salam,
  Anna

Mula Harahap <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Saya justeru tertawa terbahak-bahak melihat cover tersebut. Ini 
adalah 
cover yang punya cita-rasa tinggi. Kreativitasnya mengingatkan saya 
akan cover majalah DR di tahun 1998 yang menggambarkan Suharto dalam 
bentuk raja di kartu permainan. (Kepalanya ada di atas dan ada di 
bawah).

Saya tak pernah terpikir bahwa dengan memasukkan Suharto di dalam 
gambar "Perjamuan Terakhir" maka Tempo merendahkan Yesus. Ini tokh 
hanya parodi. (Sama dengan joke yang sering kita dengar di masa Suharto 
berada di puncak kekuasaannya: Konon kabarnya Suharto pernah minta 
kalau seandainya dihukum, ia ingin disalib. Kenapa? Agar pada hari yang 
ke-3 ia bisa bangkit lagi.....).

Karena itu juga kepada kawan-kawan saya orang Kristen yang mungkin akan 
ribut (apalagi kalau pakai acara unjuk-rasa segala) saya mau 
mengatakan, "Akh, nggak usah bikin malulah. Anda koq tak punya sense of 
humour sih....?!"

Saya rasa hal yang dilakukan oleh majalah Tempo ini juga tidak bisa 
dikategorikan plagiat. Semua orang tahu bahwa "Perjamuan Terakhir" itu 
adalah lukisan Leonardo da Vinci. Dan tidak bisa juga dikategorikan 
sebagai pelanggaran hak cipta, karena lukisan ini telah menjadi public 
domain atau--sebagaimana halnya benda-benda purbakala menurut konvensi 
internasional tentang hak cipta--paling tidak mejadi milik negara 
Italia.

Jadi, kalau pemerintah dan rakyat Italia saja tidak ribut (atau mungkin 
bahkan ikut tertawa terbahak-bahak); lha, ngapain kita ribut?

Horas,

Mula Harahap 

Reply via email to