Nimbrung.

 

Menurut pengamatan saya keputusan KPK yang menolak mantan koruptor nyalek sudah 
tepat dan dapat dibenarkan.  Dulu pada waktu jaman BK setiap orang yang mau 
bekerja sebagai Pegawai Negeripun harus menunjukkan surat keterangan kelakuan 
baik dari kantor Djawatan Polisi Keamanan Negara (DPKN-polisi). Kebijakan 
seperti itu juga diberlakukan di Jerman sampai sekarang ini, namanya : 
Führungszeugnis der Polizei.

Pengalaman saya ketika melamar  kerja di GIA (Garuda Indonesia Airlines) 
dibagian Teknik Komunikasi dan Navigasai, saya harus menunjukkan surat 
keterangan kelakuan baik dari kantor Jawatan Polisi Keamanan Negara (DPKN). 
Kelakuan baik dimaksud harus menunjukkan bukti bawa seseorang tidak pernah 
melakukan atau terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam perbuatan 
kriminil apapun. Dalam konteks ini perbuatan kriminil itu adalah Korupsi.Jadi 
keputusan KPK yang menolak mantan koruptor untuk nyalek sepenuhnya dapat 
dibenarkan!, kareana KPK harus consistent (konsekuen) dalam melakukan 
pemberantasan Korupsi di NKRI ini. Sikap pemerintah dan DPR yang mehasilkan 
usulan Presiden yang menghalalkan mantan koruptor nyalek, saya tanggapi sebagai 
sikap yang sama sekali tidak consistent dalam menegakkan pemerintahan yang 
bersih dari budaya Korupsi, sikap seperti itu tidak dapat di pandang sebagai 
sesuatu yang terpisah dari budaya KKN ciptaan Orde baru, yang sampai sekarang 
masih tetap dipertahankan oleh pemerintah dan DPR RI. Oleh karena itulah maka 
korupsi di NKRI ini semakin menggurita atau semakin menyebar luas di seluruh 
Nusantara.  Jadi sikap Pemerintah dan DPR RI yang menghalalkan mantan koruptor 
nyalek, secara trategis, cepat alau lambat akan mendorong lajunya NKRI menuju 
kebangkrutannya. 

 

Salam,

 

Roeslan.

 

 

Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Gesendet: Sonntag, 3. Juni 2018 03:48
An: ajeg; GELORA45@yahoogroups.com
Betreff: Re: [GELORA45] Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak 
Mengejutkan

 

  

Bung Ajeg yb,

Menurut saya, keTEGASAN memberantas KORUPSI, tidak berarti harus MUTLAK menolak 
mantan koruptor nyaleg! Apalagi TANPA lebih dahulu melihat berat-ringan korupsi 
yang dilakukan dan bagaimana perubahan sikap koruptor tsb. setelah bebas dari 
penjara yang dijalani. Sebagaimana prinsip setiap manusia bisa terjeblos dalam 
kesalahan, juga harus diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, kembali menjadi 
manusia yang baik-baik. Bukankah kita juga harus berani berlakukan pada 
kesalahan pembunuhan, perampokkan, perkosaan, ... bisa bertobat akan 
kesalahannya kembali berubah menjadi orang baik-baik! Sebaliknya, dalam 
kenyataan kitapun tetap bisa melihat ada pesakitan setelah bebas keluar dari 
penjara, tetap saja melakukan kesalahannya kembali. Oleh karena itu, setelah 
saya pikirkan kembali, masalah mantan koruptor nyaleg, ada BETULNYA juga Jokowi 
mengajukan usulan diperbolehkan dengan diberi tanda mantan koruptor saja, ... 
TIDAK digebuk semua, sebaiknya bisa dilihat kasus-perkasus, ... sesuai dengan 
orang bersangkutan.

Jadi, ... kalau memang BENAR seperti penglihatan bung, di Indonesia perbuatan 
korupsi sudah DITETAPKAN SEBAGAI KEJAHATAN LUARBIASA, ... Sekali koruptor, 
selamanya koruptor. TIDAK ADA MANTAN Koruptor, TENTUNYA mantan koruptor yang 
nyaleg juga TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA! Apa lagi yang harus dikuatirkan kalau 
dia nyaleg, ...? Serahkan saja pada massa rakyat yang sudah menganggap koruptor 
adalah KEJAHATAN LUARBIASA!

Namun demikian saya masih tetap merasa ANEH, KPU sudah menetapkan dan membuat 
ketentuan mantan koruptor TIDAK BOLAH nyaleg! Kenapa DPR bisa menolak ketentuan 
KPU itu? Apa sebenarnya tidak ada ketentuan UU resmi syarat nyaleg, kok masih 
saja bisa diperdebatkan? Apa KPU tidak berhak membuat ketentuan dan masih bisa 
ditentang, ...? Lalu, ketentuan siapa yang harus dituruti kalau DPR dan 
Presiden sudah bersuara beda? Hehehee, ... menarik juga HUKUM dinegeri tercinta 
ini.

Salam,

ChanCT

 

ajeg 於 1/6/2018 23:13 寫道:

Barangkali Anda belum tahu, di Indonesia perbuatan korupsi

sudah ditetapkan sebagai kejahatan luarbiasa. Mirip dengan 

kedudukan pelanggaran HAM, hanya saja tidak diberlakukan 

pemisahan menjadi "korupsi berat" dan "korupsi ringan". 

Artinya, korupsi ya korupsi. Sekali koruptor, selamanya koruptor. 

Tidak ada mantan / bekas koruptor. 

 

Selain hukuman penjara, sanksi sosial seperti ini dianggap tepat 

mengingat kejahatan korupsi (apalagi semakin merajalela) 

merupakan kejahatan terhadap orang banyak, kejahatan terhadap 

hak asasi orang banyak. Tepat dalam arti dibanding keinginan 

sebagian orang untuk mencabut hak hidup koruptor dengan 

hukuman mati. Jadi, selama korupsi masih merajalela, ya lupakan 

hak politik para koruptor. Bersihkan pemerintah, DPR, DPD, 

dan semua lembaga negara dari koruptor. 

 

Orang berbuat salah tentu harus diberi kesempatan untuk memperbaiki 

perilakunya. Tapi tidak untuk kejahatan korupsi. Sebab, selain 

menginjak-injak hak asasi orang banyak, korupsi membuat Indonesia 

bangkrut dan menyengsarakan Rakyat dengan timbunan utang.

 

Sikap Anda di posting #228304 
<https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/228304?soc_src=mail&soc_trk=ma>
  sudah bagus dengan pernyataan:

"Nampaknya negeri ini belum cukup TEGAS untuk BASMI 

korupsi yang makin merajalela, ... lha KPU sudah tetapkan 

mantan koruptor tidak boleh nyeleg, kok malah diloloskan 

DPR, ... ". 

 

Tetapi begitu tahu Jokowi sejalan dengan DPR, setuju koruptor nyaleg, 

sikap Anda langsung letoy. Berobah 180 derajat. 

 

Apabolehbuat, tidak ada istilah lain kecuali menyebut Anda taklid buta 

kepada Jokowi.

 

--- SADAR@... wrote:

 

  

Lho, ... setiap orang bisa berbuat SALAH dan setiap orang juga harus diberi 
kesempatan memperbaiki KESALAHAN dan kembali menjadi orang baik-baik. Di 
Tiongkok juga begitu, koruptor kakap yang dijatuhi hukuman mati, tentu 
selamanya dicabaut hak-politik nya sebagai Warganegara, tapi kalau koruptor 
klas menengah bawah, dicabut hak politiknya untuk memilih dan dipilih ada batas 
waktunya! Tidak selamanya dicabut, ...

Itu yang saya bilang, harus dilihat kasus konkrit mantan koruptor itu, tidak 
digeneralisasi semua mantan koruptor dilarang menyalegkan diri, ... kalau hanya 
koruptor teri, lalu sudah jalani hukuman dipenjara dan dianggap berkelakuan 
baik, biarlah di nyaleg dan serahkan pada massa rakyat yang memilih, sudah bisa 
percaya tidak dengan mantan koruptor yang satu ini. Kemarin di email yang bung 
tunjukkan itu saya juga menyatakan: "Mestinya, dibuat ketentuan sekian tahun 
kemudian baru dipulihkan hak politiknya juga BAGUUUS! Artinya, seseorang yang 
berbuat kesalahan tentu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan itu hanya 
bisa setelah lewat berapa waktu dan menunjukkan kerbaikannya dalam praktek 
hidup/kerjanya, ... biarlah massa rakyat lebih dahulu melihat dengan jelas 
kesungguhan, kejujuran nya dalam tugas yg dikerjakan."  Sedang Jokowi 
mengajukan diberi tanda mantan koruptor!

 

ajegilelu@... <mailto:ajegil...@yahoo.com>  於 31/5/2018 15:56 寫道:

Gampang kok. Jokowi memang setuju koruptor menjadi 

anggota DPR, sebab dia dan gerombolan PDIP di kemendagri, 

DPR dsb secara mutlak tak mendukung Peraturan KPU (PKPU) 

yang melarang koruptor menjadi (calon) angggota DPR. 

Samasekali tidak mengejutkan.

 

Hehe, Anda taklid buta kepada Jokowi. Makanya Anda jadi 

mengalami kemunduran pemikiran dan kehancuran sikap yang 

luarbiasa pesat. Itu kelihatan jelas dari pendapat Anda ini: 

"mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi caleg". 

 

Jelas kelihatan, demi membela Jokowi Anda tega menghancurkan 

sikap Anda sendiri sekitar 72 jam yang lalu, klik:

 

 
<https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/228304?soc_src=mail&soc_trk=ma>
 sikap Chan tiga hari yang lalu (28/5/2018)

 

Bisa dilihat di sana sikap Anda dilengkapi contoh bagus tentang 

mantan koruptor di RRC yang dicabut hak politiknya untuk dipilih 

dan memilih.

 

--- SADAR@... wrote :

Tentu sulit untuk disimpulkan, artinya Jokowi SETUJU koruptor menjadi anggota 
DPR! Kecuali Jokowi memutlakkan semua mantan pidana korupsi yang sudah bebas 
boleh menyalegkan diri dan dipilih jadi anggota DPR, ... artinya TANPA melihat 
kasus konkrit orang perorang.

Dalam kenyataan hidup, setiap orang yang berbuat salah, harus diberi kesempatan 
merubah dan memperbaiki diri untuk kembali menjadi orang baik-baik, ....! 
Katakanlah penjara itu tempat dia merubah dan memperbaiki dirinya, jadi setelah 
BEBAS kembali dalam masyarakat, mestinya statusnya diperlakukan sama dalam 
masyarakat. Kecuali pidana berat yang masih mencabut hak politik terpidana 
setelah bebas, tentu juga ada batasan waktu nya. 

Dengan demikian, mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi 
caleg, biarkan massa rakyat, pemilih melihatnya sendiri apa sudah bertobat dan 
menjadi orang baik-baik yang PANTAS menjadi wakil rakyat. Bukankah dalam 
pengertian ini bisa dikatakan Jokowi justru tidak mengintervensi hukum, hanya 
sekadar usulan pada PKPU dan tentunya PKPU berhak tetap pertahankan ketentuan 
pelarangan mantan koruptor menyalegkan diri.

 

ajeg 於 31/5/2018 0:05 寫道:

Artinya kan Jokowi setuju koruptor menjadi (calon) 

anggota DPR.

 

Lucu juga, selama ini Jokowi s elalu bilang tidak mau 

mengintervensi hukum (peraturan perundangan). 

 

Faktanya, pembohong kerjanya memang berbohong. 

 

--- SADAR@... wrote:


Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak Mengejutkan




Reporter: Imam Hamdi 

Editor: Ninis Chairunnisa 

Rabu, 30 Mei 2018 06:49 WIB

 <https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg> Koordinator 
Divisi KorupsiPolitik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPISyamsudin Haris, dan 
DirekturEksekutif Perludem Titi Anggrainidalam diskusi Pilpres 2019 di 
kantorICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018.TEMPO/M Julnis Firmansyah< /a> 

 <https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg> Koordinator 
Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI Syamsudin Haris, dan 
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi Pilpres 2019 di kantor 
ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018. TEMPO/M Julnis Firmansyah

 

 <https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg> TEMPO.CO, 
Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi 
Anggraini mengaku tidak terkejut mendengar usulan Presiden Joko Widodo atau 
Jokowi terkait rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pencalonan 
legislator. Presiden Jokowi mengusulkan agar  <https://www.tempo.co/tag/caleg> 
caleg mantan narapidana korupsi mendapat tanda khusus, bukan dilarang.

"Pandangan presiden yang demikian tidak mengejutkan. Karena pemerintah sudah 
menyampaikan pandangannya ketika rapat konsultasi KPU dengan DPR, pemerintah 
yang juga dihadiri Bawaslu," kata Titi seusai diskusi catatan 20 tahun 
Reformasi Pemilu di D Hotel, Jakarta pada Selasa, 29 Mei 2018.

Baca:  
<https://nasional.tempo.co/read/1093645/saran-presiden-soal-pkpu-pencalonan-kpu-keputusan-kami-final>
 Saran Presiden Soal PKPU Pencalonan, KPU: Keputusan Kami Final

Menurut Titi, apa yang disampaikan pemerintah pada saat rapat dengar pendapat 
di DPR, Selasa pekan lalu, merupakan refleksi kelembagaan presiden yang 
diwakili Kementerian Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut KPU tetap 
mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi menjadi legislator, sedangkan 
DPR, Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu menolak rencana itu.

Meski presiden mempunyai pandangan berbeda, Titi berharap semangat KPU untuk 
tetap mempertahankan aturan itu tidak surut. "Bagaimana pun juga jaminan KPU 
untuk membuat teknis kepemiluan diatur di dalam UU. Dan KPU adalah institusi 
yang mandiri," ujarnya.

Titi mengatakan kemandirian KPU dibuktikan dengan pembuatan keputusan yang 
sesuai dengan keyakinan mereka. Menurut dia, jika ada pihak yang merasa 
keberatan dengan peraturan KPU, maka ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh.

Baca:  
<https://nasional.tempo.co/read/1093591/jokowi-sarankan-eks-napi-korupsi-yang-daftar-caleg-diberi-tanda>
 Jokowi Sarankan Eks Napi Korupsi yang Daftar Caleg Diberi Tanda

Perludem yakin yang dilakukan KPU merupakan bagian dari kepastian menyelaraskan 
hukum di tengah penyelenggaraan pemilu serentak. Sebab, larangan mantan 
narapidana korupsi sudah diatur untuk pencalonan presiden dan wakil presiden 
serta Dewan Perwakilan Daerah untuk Pemilu 2019.

Dalam pasal 169 huruf D Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu 
mengatur larangan capres dan cawapres yang pernah melakukan tindak pidana 
korupsi dan lainnya. Selain itu, KPU sudah menetapkan Peraturan KPU Nomor 14 
tahun 2018 tentang pencalonan DPD yang juga melarang calon anggota DPD 
mempunyai latar belakang mantan napi korupsi. bandar narkoba, dan kejahatan 
seksual kepada anak.

"Jadi sinkronisasi pengaturan ini justru upaya KPU untuk memastikan bahwa 
pengaturan persyaratan pencalonan itu tidak diskriminatif dan adil bagi semua 
posisi yang berkontestasi di Pemilu 2019," kata Titi.

Anggota KPU Ilham Saputra menyatakan keputusan untuk memasukan larangan mantan 
narapidana korupsi menjadi calon legislator ke peraturan KPU tentang pencalonan 
sudah final. "Sampai sekarang keputusan kami belum berubah terkait rencana itu 
(melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg)," kata dia.

Baca:  
<https://nasional.tempo.co/read/1093440/ketua-dpr-mau-kpu-evaluasi-larangan-eks-napi-koruptor-jadi-caleg>
 Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg

 

 



    • Re: [G... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
    • Re: [G... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
      • Re... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
        • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
        • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
          • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
            • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... Roeslan roesla...@googlemail.com [GELORA45]
          • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
          • ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
            • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
            • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] ... 'Karma, I Nengah [PT. BI-POS]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
    • [GELOR... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke