Terimakasih tanggapan dan tambahan infonya.
Hanya sedikit koreksi saja, larangan koruptor untuk 
nyaleg adalah peraturan dari komisi pemilihan umum 
(KPU). Peraturan yang didukung para anti korupsi 
termasuk KPK.
--- roeslan12@... wrote:
Nimbrung. Menurut pengamatan saya keputusan KPK yang menolak mantan koruptor 
nyalek sudah tepat dan dapat dibenarkan.  Dulu pada waktu jaman BK setiap orang 
yang mau bekerja sebagai Pegawai Negeripun harus menunjukkan surat keterangan 
kelakuan baik dari kantor Djawatan Polisi Keamanan Negara (DPKN-polisi). 
Kebijakan seperti itu juga diberlakukan di Jerman sampai sekarang ini, namanya 
: Führungszeugnis der Polizei.Pengalaman saya ketika melamar  kerja di GIA 
(Garuda Indonesia Airlines) dibagian Teknik Komunikasi dan Navigasai, saya 
harus menunjukkan surat keterangan kelakuan baik dari kantor Jawatan Polisi 
Keamanan Negara (DPKN). Kelakuan baik dimaksud harus menunjukkan bukti bawa 
seseorang tidak pernah melakukan atau terlibat baik langsung maupun tidak 
langsung dalam perbuatan kriminil apapun. Dalam konteks ini perbuatan kriminil 
itu adalah Korupsi.Jadi keputusan KPK yang menolak mantan koruptor untuk nyalek 
sepenuhnya dapat dibenarkan!, kareana KPK harus consistent (konsekuen) dalam 
melakukan pemberantasan Korupsi di NKRI ini. Sikap pemerintah dan DPR yang 
mehasilkan usulan Presiden yang menghalalkan mantan koruptor nyalek, saya 
tanggapi sebagai sikap yang sama sekali tidak consistent dalam menegakkan 
pemerintahan yang bersih dari budaya Korupsi, sikap seperti itu tidak dapat di 
pandang sebagai sesuatu yang terpisah dari budaya KKN ciptaan Orde baru, yang 
sampai sekarang masih tetap dipertahankan oleh pemerintah dan DPR RI. Oleh 
karena itulah maka korupsi di NKRI ini semakin menggurita atau semakin menyebar 
luas di seluruh Nusantara.  Jadi sikap Pemerintah dan DPR RI yang menghalalkan 
mantan koruptor nyalek, secara trategis, cepat alau lambat akan mendorong 
lajunya NKRI menuju kebangkrutannya.  Salam, Roeslan.Von: Chan CT
Bung Ajeg yb,Menurut saya, keTEGASAN memberantas KORUPSI, tidak berarti harus 
MUTLAK menolak mantan koruptor nyaleg! Apalagi TANPA lebih dahulu melihat 
berat-ringan korupsi yang dilakukan dan bagaimana perubahan sikap koruptor tsb. 
setelah bebas dari penjara yang dijalani. Sebagaimana prinsip setiap manusia 
bisa terjeblos dalam kesalahan, juga harus diberi kesempatan untuk memperbaiki 
diri, kembali menjadi manusia yang baik-baik. Bukankah kita juga harus berani 
berlakukan pada kesalahan pembunuhan, perampokkan, perkosaan, ... bisa bertobat 
akan kesalahannya kembali berubah menjadi orang baik-baik! Sebaliknya, dalam 
kenyataan kitapun tetap bisa melihat ada pesakitan setelah bebas keluar dari 
penjara, tetap saja melakukan kesalahannya kembali.. Oleh karena itu, setelah 
saya pikirkan kembali, masalah mantan koruptor nyaleg, ada BETULNYA juga Jokowi 
mengajukan usulan diperbolehkan dengan diberi tanda mantan koruptor saja, ... 
TIDAK digebuk semua, sebaiknya bisa dilihat kasus-perkasus, ... sesuai dengan 
orang bersangkutan.Jadi, .... kalau memang BENAR seperti penglihatan bung, di 
Indonesia perbuatan korupsi sudah DITETAPKAN SEBAGAI KEJAHATAN LUARBIASA, ... 
Sekali koruptor, selamanya koruptor. TIDAK ADA MANTAN Koruptor, TENTUNYA mantan 
koruptor yang nyaleg juga TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA! Apa lagi yang harus 
dikuatirkan kalau dia nyaleg, ...? Serahkan saja pada massa rakyat yang sudah 
menganggap koruptor adalah KEJAHATAN LUARBIASA!Namun demikian saya masih tetap 
merasa ANEH, KPU sudah menetapkan dan membuat ketentuan mantan koruptor TIDAK 
BOLAH nyaleg! Kenapa DPR bisa menolak ketentuan KPU itu? Apa sebenarnya tidak 
ada ketentuan UU resmi syarat nyaleg, kok masih saja bisa diperdebatkan? Apa 
KPU tidak berhak membuat ketentuan dan masih bisa ditentang, ...? Lalu, 
ketentuan siapa yang harus dituruti kalau DPR dan Presiden sudah bersuara beda? 
Hehehee, .... menarik juga HUKUM dinegeri tercinta ini.Salam,ChanCTajeg 於 
1/6/2018 23:13 寫道:
   Barangkali Anda belum tahu, di Indonesia perbuatan korupsisudah ditetapkan 
sebagai kejahatan luarbiasa. Mirip dengan 
kedudukan pelanggaran HAM, hanya saja tidak diberlakukan 
pemisahan menjadi "korupsi berat" dan "korupsi ringan". 
Artinya, korupsi ya korupsi. Sekali koruptor, selamanya koruptor. 
Tidak ada mantan / bekas koruptor. 

Selain hukuman penjara, sanksi sosial seperti ini dianggap tepat 
mengingat kejahatan korupsi (apalagi semakin merajalela) 
merupakan kejahatan terhadap orang banyak, kejahatan terhadap 
hak asasi orang banyak. Tepat dalam arti dibanding keinginan 
sebagian orang untuk mencabut hak hidup koruptor dengan 
hukuman mati. Jadi, selama korupsi masih merajalela, ya lupakan 
hak politik para koruptor. Bersihkan pemerintah, DPR, DPD, 
dan semua lembaga negara dari koruptor. 

Orang berbuat salah tentu harus diberi kesempatan untuk memperbaiki 
perilakunya. Tapi tidak untuk kejahatan korupsi. Sebab, selain 
menginjak-injak hak asasi orang banyak, korupsi membuat Indonesia 
bangkrut dan menyengsarakan Rakyat dengan timbunan utang.
Sikap Anda di posting #228304 sudah bagus dengan pernyataan:"Nampaknya negeri 
ini belum cukup TEGAS untuk BASMI 
korupsiyang makin merajalela, ... lha KPU sudah tetapkan 
mantankoruptor tidak boleh nyeleg, kok malah diloloskan 
DPR, ...". 

Tetapi begitu tahu Jokowi sejalan dengan DPR, setuju koruptor nyaleg, 
sikap Anda langsung letoy. Berobah 180 derajat. 

Apabolehbuat, tidak ada istilah lain kecuali menyebut Anda taklid buta 
kepada Jokowi.
--- SADAR@... wrote:    Lho, .... setiap orang bisa berbuat SALAH dan setiap 
orang juga harus diberi kesempatan memperbaiki KESALAHAN dan kembali menjadi 
orang baik-baik. Di Tiongkok juga begitu, koruptor kakap yang dijatuhi hukuman 
mati, tentu selamanya dicabaut hak-politik nya sebagai Warganegara, tapi kalau 
koruptor klas menengah bawah, dicabut hak politiknya untuk memilih dan dipilih 
ada batas waktunya! Tidak selamanya dicabut, ... Itu yang saya bilang, harus 
dilihat kasus konkrit mantan koruptor itu, tidak digeneralisasi semua mantan 
koruptor dilarang menyalegkan diri, ... kalau hanya koruptor teri, lalu sudah 
jalani hukuman dipenjara dan dianggap berkelakuan baik, biarlah di nyaleg dan 
serahkan pada massa rakyat yang memilih, sudah bisa percaya tidak dengan mantan 
koruptor yang satu ini. Kemarin di email yang bung tunjukkan itu saya juga 
menyatakan: "Mestinya, dibuat ketentuan sekian tahun kemudian baru dipulihkan 
hak politiknya juga BAGUUUS! Artinya, seseorang yang berbuat kesalahan tentu 
diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan itu hanya bisa setelah lewat 
berapa waktu dan menunjukkan kerbaikannya dalam  praktek hidup/kerjanya, ... 
biarlah massa rakyat lebih dahulu melihat dengan jelas kesungguhan, kejujuran 
nya dalam tugas yg dikerjakan."  Sedang Jokowi mengajukan diberi tanda mantan 
koruptor!
 ajegilelu@... 於 31/5/2018 15:56 寫道:Gampang kok. Jokowi memang setuju koruptor 
menjadi anggota DPR, sebab dia dan gerombolan PDIP di kemendagri, DPR dsb 
secara mutlak takmendukung Peraturan KPU (PKPU) yang melarang koruptor menjadi 
(calon) angggota DPR. Samasekali tidak mengejutkan.

Hehe, Anda taklid buta kepada Jokowi. Makanya Anda jadi mengalami 
kemunduranpemikiran dan kehancuran sikap yang luarbiasa pesat. Itu kelihatan 
jelas dari pendapat Anda ini: "mantan koruptor setelah bebas tentuboleh-boleh 
saja jadi caleg". 

Jelaskelihatan, demi membela Jokowi Anda tega menghancurkansikapAnda sendiri 
sekitar 72 jam yang lalu, klik:

sikap Chan tiga hari yang lalu (28/5/2018)
Bisa dilihat di sana sikap Anda dilengkapi contoh bagus tentang mantankoruptor 
di RRC yang dicabut hak politiknya untuk dipilih dan memilih.
--- SADAR@... wrote :
 
 Tentu sulit untuk disimpulkan, artinya Jokowi SETUJU koruptor menjadi anggota 
DPR! Kecuali Jokowi memutlakkan semua mantan pidana korupsi yang sudah bebas 
boleh menyalegkan diri dan dipilih jadi anggota DPR, ... artinya TANPA melihat 
kasus konkrit orang perorang. Dalam kenyataan hidup, setiap orang yang berbuat 
salah, harus diberi kesempatan merubah dan memperbaiki diri untuk kembali 
menjadi orang baik-baik, ...! Katakanlah penjara itu tempat dia merubah dan 
memperbaiki dirinya, jadi setelah BEBAS kembali dalam masyarakat, mestinya 
statusnya  diperlakukan sama dalam masyarakat. Kecuali pidana berat yang masih 
mencabut hak politik terpidana setelah bebas, tentu juga ada batasan waktu nya. 
  Dengan demikian, mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi 
caleg, biarkan massa rakyat, pemilih melihatnya sendiri apa sudah bertobat dan 
menjadi orang baik-baik yang PANTAS menjadi wakil rakyat. Bukankah dalam 
pengertian ini bisa dikatakan Jokowi justru tidak mengintervensi hukum, hanya 
sekadar usulan pada PKPU dan tentunya PKPU berhak tetap pertahankan ketentuan 
pelarangan mantan koruptor menyalegkan diri.
  
 ajeg 於 31/5/2018 0:05 寫道:
 
 Artinya kan Jokowi setuju koruptor menjadi (calon) 
  anggota DPR. 
  Lucu juga, selama ini Jokowi s elalu bilang tidak mau 
  mengintervensi hukum (peraturan perundangan). 
  
  Faktanya, pembohong kerjanya memang berbohong. 
  
  --- SADAR@... wrote:
   
Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak Mengejutkan
 Reporter: Imam Hamdi  Editor: Ninis Chairunnisa   Rabu, 30 Mei 2018 06:49 WIB  
< /a> Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI 
Syamsudin Haris, dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi 
Pilpres 2019 di kantor ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018. TEMPO/M Julnis 
Firmansyah    TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu 
dan Demokrasi Titi Anggraini mengaku tidak terkejut mendengar usulan Presiden 
Joko Widodo atau Jokowi terkait rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum 
tentang pencalonan legislator. Presiden Jokowi mengusulkan agar caleg mantan 
narapidana korupsi mendapat tanda khusus, bukan dilarang. "Pandangan presiden 
yang demikian tidak mengejutkan. Karena pemerintah sudah menyampaikan 
pandangannya ketika rapat konsultasi KPU dengan DPR, pemerintah yang juga 
dihadiri Bawaslu," kata Titi seusai diskusi catatan 20 tahun Reformasi Pemilu 
di D Hotel, Jakarta pada Selasa, 29 Mei 2018. Baca: Saran Presiden Soal PKPU 
Pencalonan, KPU: Keputusan Kami Final Menurut Titi, apa yang disampaikan 
pemerintah pada saat rapat dengar pendapat di DPR, Selasa pekan lalu, merupakan 
refleksi kelembagaan presiden yang diwakili Kementerian Dalam Negeri. Dalam 
rapat tersebut KPU tetap mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi 
menjadi legislator, sedangkan DPR, Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu menolak 
rencana itu. Meski presiden mempunyai pandangan berbeda, Titi berharap semangat 
KPU untuk tetap mempertahankan aturan itu tidak surut. "Bagaimana pun juga 
jaminan KPU untuk membuat teknis kepemiluan diatur di dalam UU. Dan KPU adalah 
institusi yang mandiri," ujarnya. Titi mengatakan kemandirian KPU dibuktikan 
dengan pembuatan keputusan yang sesuai dengan keyakinan mereka. Menurut dia, 
jika ada pihak yang merasa keberatan dengan peraturan KPU, maka ada mekanisme 
hukum yang bisa ditempuh. Baca: Jokowi Sarankan Eks Napi Korupsi yang Daftar 
Caleg Diberi Tanda Perludem yakin yang dilakukan KPU merupakan bagian dari 
kepastian menyelaraskan hukum di tengah penyelenggaraan pemilu serentak. Sebab, 
larangan mantan narapidana korupsi sudah diatur untuk pencalonan presiden dan 
wakil presiden serta Dewan Perwakilan Daerah untuk Pemilu 2019. Dalam pasal 169 
huruf D Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengatur larangan 
capres dan cawapres yang pernah melakukan tindak pidana korupsi dan lainnya. 
Selain itu, KPU sudah menetapkan Peraturan KPU Nomor 14 tahun 2018 tentang 
pencalonan DPD yang juga melarang calon anggota DPD mempunyai latar belakang 
mantan napi korupsi. bandar narkoba, dan kejahatan seksual kepada anak. "Jadi 
sinkronisasi pengaturan ini justru upaya KPU untuk memastikan bahwa pengaturan 
persyaratan pencalonan itu tidak diskriminatif dan adil bagi semua posisi yang 
berkontestasi di Pemilu 2019," kata Titi. Anggota KPU Ilham Saputra menyatakan 
keputusan untuk memasukan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon 
legislator ke peraturan KPU tentang pencalonan sudah final. "Sampai sekarang 
keputusan kami belum berubah terkait rencana itu (melarang mantan narapidana 
korupsi menjadi caleg)," kata dia.Baca: Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan Eks 
Napi Koruptor Jadi Caleg
   

  
  • [GELORA45] ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
    • Re: [G... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
    • Re: [G... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
      • Re... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
        • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
        • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
          • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
            • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... Roeslan roesla...@googlemail.com [GELORA45]
          • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
          • ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
            • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
            • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • [GELOR... 'Karma, I Nengah [PT. BI-POS]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
      • [G... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke