Saya kira di negara mana pun, orang yang waras 
pasti setuju mencabut hak politik koruptor. Dan, 
penglihatan Anda sebetulnya masih lumayan bagus 
dengan keluarnya pernyataan, 
"kebijakan setiap negara boleh sajaberbeda-beda"Walaupun, menurut informasi 
dari Anda sendiri, 
koruptor di RRC juga dicabut haknya untuk dipilih 
dan memilih.
 Cuma aneh, khusus menyangkut Jokowi penglihatan 
Anda bisa mendadak gelap (hehe). Tentu, kecuali kalau 
Jokowi ini dibandingkan dengan Xi Jinping, hahahaa...
--- SADAR@... wrote:
    Ooouuh, ... begitu maksud bung. Tapi, nampaknya tidak hanya di Indonesia,
 dibanyak negara juga ada Komisi Pemberantas Korupsi, termasuk HK dan RRT! 
Memang korupsi dianggap kejahatan luarbiasa yang perlu ditangani secara khusus. 
Hanya saya juga belum perhatikan apakah dinegara-negara lain mantan koruptor 
juga tidak boleh nyaleg??? Tapi, biarlah bagaimana kebijakan setiap negara 
boleh saja berbeda-beda, dan bagaimana keputusan akhir untuk Indonesia? Kita 
serahkan saja nanti siapa yang berhak mengambil keputusan terakhir, entah DPR 
atau serahkan pada MK?
  Tapi, ... yang PASTI Jokowi tidak sebanding dengan Xi Jinping! Kalau sudah 
bisa sehebat Xi Jinping, tentu Indonesia tidak akan masih terseok-seok spt 
sekarang!
  Salam, ChanCT
  
 ajeg 於 3/6/2018 16:07 寫道:
  Bukan cuma saya, Anda dan siapa pun pasti melihat juga 
bahwa di Indonesia tidak ada komisi pemberantas pembunuhan, 
komisi pemberantas perampokan, maupun komisi pemberantas 
kejahatan lainnya. Jadi, kenapa korupsi sampai dibikinkan komisi 
pemberantasnya segala? Menurut Anda, kira-kira kenapa kejahatan 
korupsi diperlakukan luarbiasa begini?
Nah, karena Anda yakin caleg koruptor tidak ada pemilihnya, lalu 
buat apa dia nyaleg? Buat apa Rakyat buang-buang biaya mencetak 
jutaan surat suara untuk caleg yang "TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA!" 
Ini kan selain merampas peluang orang tidak punya catatan korupsi 
untuk nyaleg, juga mengorup hak orang banyak untuk memilih calon 
yang baik. Kita semua tahulah pemilu dengan sistem pemilihan langsung 
di semua tingkatan (pilkada, pileg, pilpres) sangat mahal. Sejumlah 
penelitian juga menemukan adanya hubungan kausalitas antara pemilihan 
langsung dan merajalelanya korupsi. Jangan lupa, Ahok pernah bocor 
bilang, Jokowi tak mungkin jadi presiden tanpa bantuan pengembang. 

Apa pun artinya itu, dalam penglihatan Anda tentu Jkw tetap hebat 
seperti Xjp, hehe..

-mumpung msh di laut dan matahari galak, 
masuk lagilah ke air, siapa tau mergoki 
kapal selam RRC lagi pacaran dengan kapal 
selam AS, haha...--- SADAR@... wrote:
Bung Ajeg yb,
Menurut saya, keTEGASAN memberantas KORUPSI, tidak berarti harus MUTLAK menolak 
mantan koruptor nyaleg! Apalagi TANPA lebih dahulu melihat berat-ringan korupsi 
yang dilakukan dan bagaimana perubahan sikap koruptor tsb. setelah bebas dari 
penjara yang dijalani. Sebagaimana prinsip setiap manusia bisa terjeblos dalam 
kesalahan, juga harus diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, kembali menjadi 
manusia yang baik-baik. Bukankah kita juga harus berani berlakukan pada 
kesalahan pembunuhan, perampokkan, perkosaan, ... bisa bertobat akan 
kesalahannya kembali berubah menjadi orang baik-baik! Sebaliknya, dalam 
kenyataan kitapun tetap bisa melihat ada pesakitan setelah bebas keluar dari 
penjara, tetap saja melakukan kesalahannya kembali. Oleh karena itu, setelah 
saya pikirkan kembali, masalah mantan koruptor nyaleg, ada BETULNYA juga Jokowi 
mengajukan usulan diperbolehkan dengan diberi tanda mantan koruptor saja, ... 
TIDAK digebuk semua, sebaiknya bisa dilihat kasus-perkasus, ... sesuai dengan 
orang bersangkutan.
  Jadi, ... kalau memang BENAR seperti penglihatan bung, di Indonesia perbuatan 
korupsi sudah DITETAPKAN SEBAGAI KEJAHATAN LUARBIASA, ... Sekali koruptor, 
selamanya koruptor. TIDAK ADA MANTAN Koruptor, TENTUNYA mantan koruptor yang 
nyaleg juga TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA! Apa lagi yang harus dikuatirkan kalau 
dia nyaleg, ...? Serahkan saja pada massa rakyat yang sudah menganggap koruptor 
adalah KEJAHATAN LUARBIASA!

Namun demikian saya masih tetap merasa ANEH, KPU sudah menetapkan dan membuat 
ketentuan mantan koruptor TIDAK BOLAH nyaleg! Kenapa DPR bisa menolak ketentuan 
KPU itu? Apa sebenarnya tidak ada ketentuan UU resmi syarat nyaleg, kok masih 
saja bisa diperdebatkan? Apa KPU tidak berhak membuat ketentuan dan masih bisa 
ditentang, ...? Lalu, ketentuan siapa yang harus dituruti kalau DPR dan 
Presiden sudah bersuara beda? Hehehee, ... menarik juga HUKUM dinegeri tercinta 
ini.
  Salam, ChanCT
  
 ajeg 於 1/6/2018 23:13 寫道:
   Barangkali Anda belum tahu, di Indonesia perbuatan korupsisudah ditetapkan 
sebagai kejahatan luarbiasa. Mirip dengan 
kedudukan pelanggaran HAM, hanya saja tidak diberlakukan 
pemisahan menjadi "korupsi berat" dan "korupsi ringan". 
Artinya, korupsi ya korupsi. Sekali koruptor, selamanya koruptor. 
Tidak ada mantan / bekas koruptor. 

Selain hukuman penjara, sanksi sosial seperti ini dianggap tepat 
mengingat kejahatan korupsi (apalagi semakin merajalela) 
merupakan kejahatan terhadap orang banyak, kejahatan terhadap 
hak asasi orang banyak. Tepat dalam arti dibanding keinginan 
sebagian orang untuk mencabut hak hidup koruptor dengan 
hukuman mati. Jadi, selama korupsi masih merajalela, ya lupakan 
hak politik para koruptor. Bersihkan pemerintah, DPR, DPD, 
dan semua lembaga negara dari koruptor. 

Orang berbuat salah tentu harus diberi kesempatan untuk memperbaiki 
perilakunya. Tapi tidak untuk kejahatan korupsi. Sebab, selain 
menginjak-injak hak asasi orang banyak, korupsi membuat Indonesia 
bangkrut dan menyengsarakan Rakyat dengan timbunan utang.
Sikap Anda di posting #228304 sudah bagus dengan pernyataan:"Nampaknya negeri 
ini belum cukup TEGAS untuk BASMI 
korupsiyang makin merajalela, ... lha KPU sudah tetapkan 
mantankoruptor tidak boleh nyeleg, kok malah diloloskan 
DPR, ...". 

Tetapi begitu tahu Jokowi sejalan dengan DPR, setuju koruptor nyaleg, 
sikap Anda langsung letoy. Berobah 180 derajat. 

Apabolehbuat, tidak ada istilah lain kecuali menyebut Anda taklid buta 
kepada Jokowi.
--- SADAR@... wrote:    Lho, .... setiap orang bisa berbuat SALAH dan setiap 
orang juga harus diberi kesempatan memperbaiki KESALAHAN dan kembali menjadi 
orang baik-baik. Di Tiongkok juga begitu, koruptor kakap yang dijatuhi hukuman 
mati, tentu selamanya dicabaut hak-politik nya sebagai Warganegara, tapi kalau 
koruptor klas menengah bawah, dicabut hak politiknya untuk memilih dan dipilih 
ada batas waktunya! Tidak selamanya dicabut, ... Itu yang saya bilang, harus 
dilihat kasus konkrit mantan koruptor itu, tidak digeneralisasi semua mantan 
koruptor dilarang menyalegkan diri, ... kalau hanya koruptor teri, lalu sudah 
jalani hukuman dipenjara dan dianggap berkelakuan baik, biarlah di nyaleg dan 
serahkan pada massa rakyat yang memilih, sudah bisa percaya tidak dengan mantan 
koruptor yang satu ini. Kemarin di email yang bung tunjukkan itu saya juga 
menyatakan: "Mestinya, dibuat ketentuan sekian tahun kemudian baru dipulihkan 
hak politiknya juga BAGUUUS! Artinya, seseorang yang berbuat kesalahan tentu 
diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan itu hanya bisa setelah lewat 
berapa waktu dan menunjukkan kerbaikannya dalam praktek hidup/kerjanya, ... 
biarlah massa rakyat lebih dahulu melihat dengan jelas kesungguhan, kejujuran 
nya dalam tugas yg dikerjakan."  Sedang Jokowi mengajukan diberi tanda mantan 
koruptor!
 ajegilelu@... 於 31/5/2018 15:56 寫道:Gampang kok. Jokowi memang setuju koruptor 
menjadi anggota DPR, sebab dia dan gerombolan PDIP di kemendagri, DPR dsb 
secara mutlak takmendukung Peraturan KPU (PKPU) yang melarang koruptor menjadi 
(calon) angggota DPR. Samasekali tidak mengejutkan.

Hehe, Anda taklid buta kepada Jokowi. Makanya Anda jadi mengalami 
kemunduranpemikiran dan kehancuran sikap yang luarbiasa pesat. Itu kelihatan 
jelas dari pendapat Anda ini: "mantan koruptor setelah bebas tentuboleh-boleh 
saja jadi caleg". 

Jelaskelihatan, demi membela Jokowi Anda tega menghancurkansikapAnda sendiri 
sekitar 72 jam yang lalu, klik:

sikap Chan tiga hari yang lalu (28/5/2018)
Bisa dilihat di sana sikap Anda dilengkapi contoh bagus tentang mantankoruptor 
di RRC yang dicabut hak politiknya untuk dipilih dan memilih.
--- SADAR@... wrote :
 
 Tentu sulit untuk disimpulkan, artinya Jokowi SETUJU koruptor menjadi anggota 
DPR! Kecuali Jokowi memutlakkan semua mantan pidana korupsi yang sudah bebas 
boleh menyalegkan diri dan dipilih jadi anggota DPR, ... artinya TANPA melihat 
kasus konkrit orang perorang. Dalam kenyataan hidup, setiap orang yang berbuat 
salah, harus diberi kesempatan merubah dan memperbaiki diri untuk kembali 
menjadi orang baik-baik, ...! Katakanlah penjara itu tempat dia merubah dan 
memperbaiki dirinya, jadi setelah BEBAS kembali dalam masyarakat, mestinya 
statusnya diperlakukan sama dalam masyarakat. Kecuali pidana berat yang masih 
mencabut hak politik terpidana setelah bebas, tentu juga ada batasan waktu nya. 
  Dengan demikian, mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi 
caleg, biarkan massa rakyat, pemilih melihatnya sendiri apa sudah bertobat dan 
menjadi orang baik-baik yang PANTAS menjadi wakil rakyat. Bukankah dalam 
pengertian ini bisa dikatakan Jokowi justru tidak mengintervensi hukum, hanya 
sekadar usulan pada PKPU dan tentunya PKPU berhak tetap pertahankan ketentuan 
pelarangan mantan koruptor menyalegkan diri.
  
 ajeg 於 31/5/2018 0:05 寫道:
 
 Artinya kan Jokowi setuju koruptor menjadi (calon) 
  anggota DPR. 
  Lucu juga, selama ini Jokowi s elalu bilang tidak mau 
  mengintervensi hukum (peraturan perundangan). 
  
  Faktanya, pembohong kerjanya memang berbohong. 
  
  --- SADAR@... wrote:
   
Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak Mengejutkan
  
 Reporter: Imam Hamdi  Editor: Ninis Chairunnisa   Rabu, 30 Mei 2018 06:49 WIB
    Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI Syamsudin 
Haris, dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi Pilpres 
2019 di kantor ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018. TEMPO/M Julnis Firmansyah    
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi 
Titi Anggraini mengaku tidak terkejut mendengar usulan Presiden Joko Widodo 
atau Jokowi terkait rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang 
pencalonan legislator. Presiden Jokowi mengusulkan agar caleg mantan narapidana 
korupsi mendapat tanda khusus, bukan dilarang. "Pandangan presiden yang 
demikian tidak mengejutkan. Karena pemerintah sudah menyampaikan pandangannya 
ketika rapat konsultasi KPU dengan DPR, pemerintah yang juga dihadiri Bawaslu," 
kata Titi seusai diskusi catatan 20 tahun Reformasi Pemilu di D Hotel, Jakarta 
pada Selasa, 29 Mei 2018. Baca: Saran Presiden Soal PKPU Pencalonan, KPU: 
Keputusan Kami Final Menurut Titi, apa yang disampaikan pemerintah pada saat 
rapat dengar pendapat di DPR, Selasa pekan lalu, merupakan refleksi kelembagaan 
presiden yang diwakili Kementerian Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut KPU tetap 
mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi menjadi legislator, sedangkan 
DPR, Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu menolak rencana itu. Meski presiden 
mempunyai pandangan berbeda, Titi berharap semangat KPU untuk tetap 
mempertahankan aturan itu tidak surut. "Bagaimana pun juga jaminan KPU untuk 
membuat teknis kepemiluan diatur di dalam UU. Dan KPU adalah institusi yang 
mandiri," ujarnya. Titi mengatakan kemandirian KPU dibuktikan dengan pembuatan 
keputusan yang sesuai dengan keyakinan mereka. Menurut dia, jika ada pihak yang 
merasa keberatan dengan peraturan KPU, maka ada mekanisme hukum yang bisa 
ditempuh. Baca: Jokowi Sarankan Eks Napi Korupsi yang Daftar Caleg Diberi Tanda 
Perludem yakin yang dilakukan KPU merupakan bagian dari kepastian menyelaraskan 
hukum di tengah penyelenggaraan pemilu serentak. Sebab, larangan mantan 
narapidana korupsi sudah diatur untuk pencalonan presiden dan wakil presiden 
serta Dewan Perwakilan Daerah untuk Pemilu 2019. Dalam pasal 169 huruf D 
Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengatur larangan capres dan 
cawapres yang pernah melakukan tindak pidana korupsi dan lainnya. Selain itu, 
KPU sudah menetapkan Peraturan KPU Nomor 14 tahun 2018 tentang pencalonan DPD 
yang juga melarang calon anggota DPD mempunyai latar belakang mantan napi 
korupsi. bandar narkoba, dan kejahatan seksual kepada anak. "Jadi sinkronisasi 
pengaturan ini justru upaya KPU untuk memastikan bahwa pengaturan persyaratan 
pencalonan itu tidak diskriminatif dan adil bagi semua posisi yang 
berkontestasi di Pemilu 2019," kata Titi. Anggota KPU Ilham Saputra menyatakan 
keputusan untuk memasukan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon 
legislator ke peraturan KPU tentang pencalonan sudah final. "Sampai sekarang 
keputusan kami belum berubah terkait rencana itu (melarang mantan narapidana 
korupsi menjadi caleg)," kata dia. Baca: Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan 
Eks Napi Koruptor Jadi Caleg 
   
  • [GELORA45] ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
    • Re: [G... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
    • Re: [G... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
      • Re... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
        • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
        • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
          • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
            • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... Roeslan roesla...@googlemail.com [GELORA45]
          • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
          • ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
            • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
            • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • [GELOR... 'Karma, I Nengah [PT. BI-POS]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
      • [G... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke