Bukan cuma saya, Anda dan siapa pun pasti melihat juga
bahwa di Indonesia tidak ada komisi pemberantas pembunuhan,
komisi pemberantas perampokan, maupun komisi pemberantas
kejahatan lainnya. Jadi, kenapa korupsi sampai dibikinkan komisi
pemberantasnya segala? Menurut Anda, kira-kira kenapa kejahatan
korupsidiperlakukan luarbiasa begini?
Nah, karena Anda yakin caleg koruptor tidak ada pemilihnya, lalu
buat apa dia nyaleg? Buat apa Rakyat buang-buang biaya mencetak
jutaan surat suara untuk caleg yang "TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA!"
Ini kan selain merampas peluang orang tidak punya catatan korupsi
untuk nyaleg, juga mengorup hak orang banyak untuk memilih calon
yang baik. Kita semua tahulah pemilu dengan sistem pemilihan langsung
di semua tingkatan (pilkada, pileg, pilpres) sangat mahal. Sejumlah
penelitian juga menemukan adanya hubungan kausalitas antara pemilihan
langsung dan merajalelanya korupsi. Jangan lupa, Ahok pernah bocor
bilang, Jokowi tak mungkin jadi presidentanpa bantuan pengembang.
Apa pun artinya itu, dalam penglihatan Anda tentu Jkw tetap hebat
seperti Xjp, hehe..
-
mumpung msh di laut dan matahari galak,
masuk lagilah ke air, siapa tau mergoki
kapal selam RRC lagi pacaran dengan kapal
selam AS, haha...
--- SADAR@... wrote:
Bung Ajeg yb,
Menurut saya, keTEGASAN memberantas KORUPSI, tidak berarti harus
MUTLAK menolak mantan koruptor nyaleg! Apalagi TANPA lebih dahulu
melihat berat-ringan korupsi yang dilakukan dan bagaimana perubahan
sikap koruptor tsb. setelah bebas dari penjara yang dijalani.
Sebagaimana prinsip setiap manusia bisa terjeblos dalam kesalahan,
juga harus diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, kembali menjadi
manusia yang baik-baik. Bukankah kita juga harus berani berlakukan
pada kesalahan pembunuhan, perampokkan, perkosaan, ... bisa bertobat
akan kesalahannya kembali berubah menjadi orang baik-baik! Sebaliknya,
dalam kenyataan kitapun tetap bisa melihat ada pesakitan setelah bebas
keluar dari penjara, tetap saja melakukan kesalahannya kembali. Oleh
karena itu, setelah saya pikirkan kembali, masalah mantan koruptor
nyaleg, ada BETULNYA juga Jokowi mengajukan usulan diperbolehkan
dengan diberi tanda mantan koruptor saja, ... TIDAK digebuk semua,
sebaiknya bisa dilihat kasus-perkasus, ... sesuai dengan orang
bersangkutan.
Jadi, ... kalau memang BENAR seperti penglihatan bung, di Indonesia
perbuatan korupsi sudah DITETAPKAN SEBAGAI KEJAHATAN LUARBIASA, ...
Sekali koruptor, selamanya koruptor. TIDAK ADA MANTAN Koruptor,
TENTUNYA mantan koruptor yang nyaleg juga TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA!
Apa lagi yang harus dikuatirkan kalau dia nyaleg, ...? Serahkan saja
pada massa rakyat yang sudah menganggap koruptor adalah KEJAHATAN
LUARBIASA!
Namun demikian saya masih tetap merasa ANEH, KPU sudah menetapkan dan
membuat ketentuan mantan koruptor TIDAK BOLAH nyaleg! Kenapa DPR bisa
menolak ketentuan KPU itu? Apa sebenarnya tidak ada ketentuan UU resmi
syarat nyaleg, kok masih saja bisa diperdebatkan? Apa KPU tidak berhak
membuat ketentuan dan masih bisa ditentang, ...? Lalu, ketentuan siapa
yang harus dituruti kalau DPR dan Presiden sudah bersuara beda?
Hehehee, ... menarik juga HUKUM dinegeri tercinta ini.
Salam,
ChanCT
ajeg 於 1/6/2018 23:13 寫道:
Barangkali Anda belum tahu, di Indonesia perbuatan korupsi
sudah ditetapkan sebagai kejahatan luarbiasa. Mirip dengan
kedudukan pelanggaran HAM, hanya saja tidak diberlakukan
pemisahan menjadi "korupsi berat" dan "korupsi ringan".
Artinya, korupsi ya korupsi. Sekali koruptor, selamanya koruptor.
Tidak ada mantan / bekas koruptor.
Selain hukuman penjara, sanksi sosial seperti ini dianggap tepat
mengingat kejahatan korupsi (apalagi semakin merajalela)
merupakan kejahatan terhadap orang banyak, kejahatan terhadap
hak asasi orang banyak. Tepat dalam arti dibanding keinginan
sebagian orang untuk mencabut hak hidup koruptor dengan
hukuman mati. Jadi, selama korupsi masih merajalela, ya lupakan
hak politik para koruptor. Bersihkan pemerintah, DPR, DPD,
dan semua lembaga negara dari koruptor.
Orang berbuat salah tentu harus diberi kesempatan untuk memperbaiki
perilakunya. Tapi tidak untuk kejahatan korupsi. Sebab, selain
menginjak-injak hak asasi orang banyak, korupsi membuat Indonesia
bangkrut dan menyengsarakan Rakyat dengan timbunan utang.
Sikap Anda di *posting #228304
<https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/228304?soc_src=mail&soc_trk=ma>
*sudah bagus dengan pernyataan:
"Nampaknya negeri ini belum cukup TEGAS untuk BASMI
korupsi yang makin merajalela, ... lha KPU sudah tetapkan
mantan koruptor tidak boleh nyeleg, kok malah diloloskan
DPR, ... ".
Tetapi begitu tahu Jokowi sejalan dengan DPR, setuju koruptor nyaleg,
sikap Anda langsung letoy. Berobah 180 derajat.
Apabolehbuat, tidak ada istilah lain kecuali menyebut Anda taklid buta
kepada Jokowi.
--- SADAR@... wrote:
Lho, ... setiap orang bisa berbuat SALAH dan setiap orang juga harus
diberi kesempatan memperbaiki KESALAHAN dan kembali menjadi orang
baik-baik. Di Tiongkok juga begitu, koruptor kakap yang dijatuhi
hukuman mati, tentu selamanya dicabaut hak-politik nya sebagai
Warganegara, tapi kalau koruptor klas menengah bawah, dicabut hak
politiknya untuk memilih dan dipilih ada batas waktunya! Tidak
selamanya dicabut, ...
Itu yang saya bilang, harus dilihat kasus konkrit mantan koruptor itu,
tidak digeneralisasi semua mantan koruptor dilarang menyalegkan diri,
... kalau hanya koruptor teri, lalu sudah jalani hukuman dipenjara dan
dianggap berkelakuan baik, biarlah di nyaleg dan serahkan pada massa
rakyat yang memilih, sudah bisa percaya tidak dengan mantan koruptor
yang satu ini. Kemarin di email yang bung tunjukkan itu saya juga
menyatakan: */"Mestinya, dibuat ketentuan sekian tahun kemudian baru
dipulihkan hak politiknya juga BAGUUUS! Artinya, seseorang yang
berbuat kesalahan tentu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan
itu hanya bisa setelah lewat berapa waktu dan menunjukkan kerbaikannya
dalam praktek hidup/kerjanya, ... biarlah massa rakyat lebih dahulu
melihat dengan jelas kesungguhan, kejujuran nya dalam tugas yg
dikerjakan./*" Sedang Jokowi mengajukan diberi tanda mantan koruptor!
ajegilelu@... <mailto:ajegil...@yahoo.com> 於 31/5/2018 15:56 寫道:
Gampang kok. Jokowi memang setuju koruptor menjadi
anggota DPR, sebab dia dan gerombolan PDIP di kemendagri,
DPR dsb secara mutlak tak mendukung Peraturan KPU (PKPU)
yang melarang koruptor menjadi (calon) angggota DPR.
Samasekali tidak mengejutkan.
Hehe, Anda taklid buta kepada Jokowi. Makanya Anda jadi
mengalami kemunduran pemikiran dan kehancuran sikap yang
luarbiasa pesat. Itu kelihatan jelas dari pendapat Anda ini:
"mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi caleg".
Jelas kelihatan, demi membela Jokowi Anda tega menghancurkan
sikap Anda sendiri sekitar 72 jam yang lalu, klik:
*sikap Chan tiga hari yang lalu (28/5/2018)
<https://groups..yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/228304?soc_src=mail&soc_trk=ma>*
Bisa dilihat di sana sikap Anda dilengkapi contoh bagus tentang
mantan koruptor di RRC yang dicabut hak politiknya untuk dipilih
dan memilih.
--- SADAR@... wrote :
Tentu sulit untuk disimpulkan, artinya Jokowi SETUJU koruptor menjadi
anggota DPR! Kecuali Jokowi memutlakkan semua mantan pidana korupsi
yang sudah bebas boleh menyalegkan diri dan dipilih jadi anggota DPR,
... artinya TANPA melihat kasus konkrit orang perorang.
Dalam kenyataan hidup, setiap orang yang berbuat salah, harus diberi
kesempatan merubah dan memperbaiki diri untuk kembali menjadi orang
baik-baik, ...! Katakanlah penjara itu tempat dia merubah dan
memperbaiki dirinya, jadi setelah BEBAS kembali dalam masyarakat,
mestinya statusnya diperlakukan sama dalam masyarakat. Kecuali pidana
berat yang masih mencabut hak politik terpidana setelah bebas, tentu
juga ada batasan waktu nya.
Dengan demikian, mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja
jadi caleg, biarkan massa rakyat, pemilih melihatnya sendiri apa sudah
bertobat dan menjadi orang baik-baik yang PANTAS menjadi wakil rakyat.
Bukankah dalam pengertian ini bisa dikatakan Jokowi justru tidak
mengintervensi hukum, hanya sekadar usulan pada PKPU dan tentunya PKPU
berhak tetap pertahankan ketentuan pelarangan mantan koruptor
menyalegkan diri.
ajeg 於 31/5/2018 0:05 寫道:
Artinya kan Jokowi setuju koruptor menjadi (calon)
anggota DPR.
Lucu juga, selama ini Jokowi s elalu bilang tidak mau
mengintervensi hukum (peraturan perundangan).
Faktanya, pembohong kerjanya memang berbohong.
--- SADAR@... wrote:
Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak Mengejutkan
Reporter:Imam Hamdi
Editor:Ninis Chairunnisa
Rabu, 30 Mei 2018 06:49 WIB
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI
Syamsudin Haris, dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam
diskusi Pilpres 2019 di kantor ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018.
TEMPO/M Julnis Firmansyah< /a>
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI
Syamsudin Haris, dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam
diskusi Pilpres 2019 di kantor ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018.
TEMPO/M Julnis Firmansyah
<https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg>
<https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg>
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan
Demokrasi Titi Anggraini mengaku tidak terkejut mendengar usulan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait rancangan Peraturan Komisi
Pemilihan Umum tentang pencalonan legislator. Presiden Jokowi
mengusulkan
agar<https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg>caleg
<https://www.tempo.co/tag/caleg>mantan narapidana korupsi mendapat
tanda khusus, bukan dilarang.
"Pandangan presiden yang demikian tidak mengejutkan. Karena pemerintah
sudah menyampaikan pandangannya ketika rapat konsultasi KPU dengan
DPR, pemerintah yang juga dihadiri Bawaslu," kata Titi seusai diskusi
catatan 20 tahun Reformasi Pemilu di D Hotel, Jakarta pada Selasa, 29
Mei 2018.
Baca:Saran Presiden Soal PKPU Pencalonan, KPU: Keputusan Kami Final
<https://nasional.tempo.co/read/1093645/saran-presiden-soal-pkpu-pencalonan-kpu-keputusan-kami-final>
Menurut Titi, apa yang disampaikan pemerintah pada saat rapat dengar
pendapat di DPR, Selasa pekan lalu, merupakan refleksi kelembagaan
presiden yang diwakili Kementerian Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut
KPU tetap mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi menjadi
legislator, sedangkan DPR, Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu
menolak rencana itu.
Meski presiden mempunyai pandangan berbeda, Titi berharap semangat KPU
untuk tetap mempertahankan aturan itu tidak surut. "Bagaimana pun juga
jaminan KPU untuk membuat teknis kepemiluan diatur di dalam UU. Dan
KPU adalah institusi yang mandiri," ujarnya.
Titi mengatakan kemandirian KPU dibuktikan dengan pembuatan keputusan
yang sesuai dengan keyakinan mereka. Menurut dia, jika ada pihak yang
merasa keberatan dengan peraturan KPU, maka ada mekanisme hukum yang
bisa ditempuh.
Baca:Jokowi Sarankan Eks Napi Korupsi yang Daftar Caleg Diberi Tanda
<https://nasional.tempo.co/read/1093591/jokowi-sarankan-eks-napi-korupsi-yang-daftar-caleg-diberi-tanda>
Perludem yakin yang dilakukan KPU merupakan bagian dari kepastian
menyelaraskan hukum di tengah penyelenggaraan pemilu serentak. Sebab,
larangan mantan narapidana korupsi sudah diatur untuk pencalonan
presiden dan wakil presiden serta Dewan Perwakilan Daerah untuk Pemilu
2019.
Dalam pasal 169 huruf D Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang
Pemilu mengatur larangan capres dan cawapres yang pernah melakukan
tindak pidana korupsi dan lainnya. Selain itu, KPU sudah menetapkan
Peraturan KPU Nomor 14 tahun 2018 tentang pencalonan DPD yang juga
melarang calon anggota DPD mempunyai latar belakang mantan napi
korupsi. bandar narkoba, dan kejahatan seksual kepada anak.
"Jadi sinkronisasi pengaturan ini justru upaya KPU untuk memastikan
bahwa pengaturan persyaratan pencalonan itu tidak diskriminatif dan
adil bagi semua posisi yang berkontestasi di Pemilu 2019," kata Titi.
Anggota KPU Ilham Saputra menyatakan keputusan untuk memasukan
larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon legislator ke
peraturan KPU tentang pencalonan sudah final. "Sampai sekarang
keputusan kami belum berubah terkait rencana itu (melarang mantan
narapidana korupsi menjadi caleg)," kata dia.
Baca:Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg
<https://nasional.tempo.co/read/1093440/ketua-dpr-mau-kpu-evaluasi-larangan-eks-napi-koruptor-jadi-caleg>