Utk dpt surat kelakuan baikpun seseorang dipaksa nyogok atau istilahnya uang 
rokok/pelicin, kalau tdk pasti ada saja alasan polisi untuk menolak.
 

 Korupsi adalah budaya bangsa nan adiluhung!
 
---In GELORA45@yahoogroups.com, <ilmesengero@...> wrote :

 

 

 Pada umumnya kalau sekarang ada surat berkelakuan dari polisi pun tak akan 
berpengaruh apapun terhadap kelakuan atau tindakan seseorang untuk melakukan 
korupsi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, karena kalau dia mau korupsi 
akan dia lakukan. Lihat saja contohnya pada menteri agama, mantan presiden PKS, 
anggota partai politik, tentara, anggota birokrasi rezim dari tingkat terendah 
dalam herarki kekuasaan selama ini.
 

 Hal yang menarik ialah negara-negera kafir seperti Jepang, Belanda, Jerman, 
Denmark, Australia etc. angka koruptor tidak setinggi menjulang ke langit 
seperti di NKRI yang mempunyai kementrian agama, MUI etc yang dianggap 
melakukan tugas menyampaikan wahyu Illahi dan menjaga agar yang percaya dan  
taat pada Tuhan.

 

 


 
 2018-06-03 11:50 GMT+02:00 Roeslan roeslan12@... mailto:roeslan12@... 
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com mailto:GELORA45@yahoogroups.com>:
   
 Nimbrung.
  
 Menurut pengamatan saya keputusan KPK yang menolak mantan koruptor nyalek 
sudah tepat dan dapat dibenarkan.  Dulu pada waktu jaman BK setiap orang yang 
mau bekerja sebagai Pegawai Negeripun harus menunjukkan surat keterangan 
kelakuan baik dari kantor Djawatan Polisi Keamanan Negara (DPKN-polisi). 
Kebijakan seperti itu juga diberlakukan di Jerman sampai sekarang ini, namanya 
: Führungszeugnis der Polizei.
 Pengalaman saya ketika melamar  kerja di GIA (Garuda Indonesia Airlines) 
dibagian Teknik Komunikasi dan Navigasai, saya harus menunjukkan surat 
keterangan kelakuan baik dari kantor Jawatan Polisi Keamanan Negara (DPKN). 
Kelakuan baik dimaksud harus menunjukkan bukti bawa seseorang tidak pernah 
melakukan atau terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam perbuatan 
kriminil apapun. Dalam konteks ini perbuatan kriminil itu adalah Korupsi.Jadi 
keputusan KPK yang menolak mantan koruptor untuk nyalek sepenuhnya dapat 
dibenarkan!, kareana KPK harus consistent (konsekuen) dalam melakukan 
pemberantasan Korupsi di NKRI ini. Sikap pemerintah dan DPR yang mehasilkan 
usulan Presiden yang menghalalkan mantan koruptor nyalek, saya tanggapi sebagai 
sikap yang sama sekali tidak consistent dalam menegakkan pemerintahan yang 
bersih dari budaya Korupsi, sikap seperti itu tidak dapat di pandang sebagai 
sesuatu yang terpisah dari budaya KKN ciptaan Orde baru, yang sampai sekarang 
masih tetap dipertahankan oleh pemerintah dan DPR RI. Oleh karena itulah maka 
korupsi di NKRI ini semakin menggurita atau semakin menyebar luas di seluruh 
Nusantara.  Jadi sikap Pemerintah dan DPR RI yang menghalalkan mantan koruptor 
nyalek, secara trategis, cepat alau lambat akan mendorong lajunya NKRI menuju 
kebangkrutannya. 
  
 Salam,
  
 Roeslan.
  
  
 Von: GELORA45@yahoogroups.com mailto:GELORA45@yahoogroups.com 
[mailto:GELORA45@yahoogroups. com mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Gesendet: Sonntag, 3. Juni 2018 03:48
An: ajeg; GELORA45@yahoogroups.com mailto:GELORA45@yahoogroups.com
Betreff: Re: [GELORA45] Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak 
Mengejutkan


  
   
 Bung Ajeg yb,
 Menurut saya, keTEGASAN memberantas KORUPSI, tidak berarti harus MUTLAK 
menolak mantan koruptor nyaleg! Apalagi TANPA lebih dahulu melihat berat-ringan 
korupsi yang dilakukan dan bagaimana perubahan sikap koruptor tsb. setelah 
bebas dari penjara yang dijalani. Sebagaimana prinsip setiap manusia bisa 
terjeblos dalam kesalahan, juga harus diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, 
kembali menjadi manusia yang baik-baik. Bukankah kita juga harus berani 
berlakukan pada kesalahan pembunuhan, perampokkan, perkosaan, ... bisa bertobat 
akan kesalahannya kembali berubah menjadi orang baik-baik! Sebaliknya, dalam 
kenyataan kitapun tetap bisa melihat ada pesakitan setelah bebas keluar dari 
penjara, tetap saja melakukan kesalahannya kembali. Oleh karena itu, setelah 
saya pikirkan kembali, masalah mantan koruptor nyaleg, ada BETULNYA juga Jokowi 
mengajukan usulan diperbolehkan dengan diberi tanda mantan koruptor saja, ... 
TIDAK digebuk semua, sebaiknya bisa dilihat kasus-perkasus, ... sesuai dengan 
orang bersangkutan.
 Jadi, .... kalau memang BENAR seperti penglihatan bung, di Indonesia perbuatan 
korupsi sudah DITETAPKAN SEBAGAI KEJAHATAN LUARBIASA, ... Sekali koruptor, 
selamanya koruptor. TIDAK ADA MANTAN Koruptor, TENTUNYA mantan koruptor yang 
nyaleg juga TIDAK AKAN ADA PEMILIHNYA! Apa lagi yang harus dikuatirkan kalau 
dia nyaleg, ...? Serahkan saja pada massa rakyat yang sudah menganggap koruptor 
adalah KEJAHATAN LUARBIASA!
 Namun demikian saya masih tetap merasa ANEH, KPU sudah menetapkan dan membuat 
ketentuan mantan koruptor TIDAK BOLAH nyaleg! Kenapa DPR bisa menolak ketentuan 
KPU itu? Apa sebenarnya tidak ada ketentuan UU resmi syarat nyaleg, kok masih 
saja bisa diperdebatkan? Apa KPU tidak berhak membuat ketentuan dan masih bisa 
ditentang, ...? Lalu, ketentuan siapa yang harus dituruti kalau DPR dan 
Presiden sudah bersuara beda? Hehehee, ... menarik juga HUKUM dinegeri tercinta 
ini.
 Salam,
 ChanCT
  
 ajeg 於 1/6/2018 23:13 寫道:



 Barangkali Anda belum tahu, di Indonesia perbuatan korupsi

 sudah ditetapkan sebagai kejahatan luarbiasa. Mirip dengan 

 kedudukan pelanggaran HAM, hanya saja tidak diberlakukan 

 pemisahan menjadi "korupsi berat" dan "korupsi ringan". 

 Artinya, korupsi ya korupsi. Sekali koruptor, selamanya koruptor. 

 Tidak ada mantan / bekas koruptor. 

  

 Selain hukuman penjara, sanksi sosial seperti ini dianggap tepat 

 mengingat kejahatan korupsi (apalagi semakin merajalela) 

 merupakan kejahatan terhadap orang banyak, kejahatan terhadap 

 hak asasi orang banyak. Tepat dalam arti dibanding keinginan 

 sebagian orang untuk mencabut hak hidup koruptor dengan 

 hukuman mati. Jadi, selama korupsi masih merajalela, ya lupakan 

 hak politik para koruptor. Bersihkan pemerintah, DPR, DPD, 

 dan semua lembaga negara dari koruptor. 

  

 Orang berbuat salah tentu harus diberi kesempatan untuk memperbaiki 

 perilakunya. Tapi tidak untuk kejahatan korupsi. Sebab, selain 

 menginjak-injak hak asasi orang banyak, korupsi membuat Indonesia 

 bangkrut dan menyengsarakan Rakyat dengan timbunan utang.

  

 Sikap Anda di posting #228304 
https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/228304?soc_src=mail&soc_trk=ma
 sudah bagus dengan pernyataan:

 "Nampaknya negeri ini belum cukup TEGAS untuk BASMI 

 korupsi yang makin merajalela, ... lha KPU sudah tetapkan 

 mantan koruptor tidak boleh nyeleg, kok malah diloloskan 

 DPR, ... ". 

  

 Tetapi begitu tahu Jokowi sejalan dengan DPR, setuju koruptor nyaleg, 

 sikap Anda langsung letoy. Berobah 180 derajat. 

  

 Apabolehbuat, tidak ada istilah lain kecuali menyebut Anda taklid buta 

 kepada Jokowi.

  



 --- SADAR@.... wrote:

  

   
 Lho, ... setiap orang bisa berbuat SALAH dan setiap orang juga harus diberi 
kesempatan memperbaiki KESALAHAN dan kembali menjadi orang baik-baik. Di 
Tiongkok juga begitu, koruptor kakap yang dijatuhi hukuman mati, tentu 
selamanya dicabaut hak-politik nya sebagai Warganegara, tapi kalau koruptor 
klas menengah bawah, dicabut hak politiknya untuk memilih dan dipilih ada batas 
waktunya! Tidak selamanya dicabut, ...

 Itu yang saya bilang, harus dilihat kasus konkrit mantan koruptor itu, tidak 
digeneralisasi semua mantan koruptor dilarang menyalegkan diri, ... kalau hanya 
koruptor teri, lalu sudah jalani hukuman dipenjara dan dianggap berkelakuan 
baik, biarlah di nyaleg dan serahkan pada massa rakyat yang memilih, sudah bisa 
percaya tidak dengan mantan koruptor yang satu ini. Kemarin di email yang bung 
tunjukkan itu saya juga menyatakan: "Mestinya, dibuat ketentuan sekian tahun 
kemudian baru dipulihkan hak politiknya juga BAGUUUS! Artinya, seseorang yang 
berbuat kesalahan tentu diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan itu hanya 
bisa setelah lewat berapa waktu dan menunjukkan kerbaikannya dalam praktek 
hidup/kerjanya, ... biarlah massa rakyat lebih dahulu melihat dengan jelas 
kesungguhan, kejujuran nya dalam tugas yg dikerjakan."  Sedang Jokowi 
mengajukan diberi tanda mantan koruptor!

  

 ajegilelu@... mailto:ajegilelu@... 於 31/5/2018 15:56 寫道:

 Gampang kok. Jokowi memang setuju koruptor menjadi 

 anggota DPR, sebab dia dan gerombolan PDIP di kemendagri, 

 DPR dsb secara mutlak tak mendukung Peraturan KPU (PKPU) 

 yang melarang koruptor menjadi (calon) angggota DPR. 

 Samasekali tidak mengejutkan.

  

 Hehe, Anda taklid buta kepada Jokowi. Makanya Anda jadi 

 mengalami kemunduran pemikiran dan kehancuran sikap yang 

 luarbiasa pesat. Itu kelihatan jelas dari pendapat Anda ini: 

 "mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi caleg". 

  

 Jelas kelihatan, demi membela Jokowi Anda tega menghancurkan 

 sikap Anda sendiri sekitar 72 jam yang lalu, klik:

  

 sikap Chan tiga hari yang lalu (28/5/2018) 
https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/228304?soc_src=mail&soc_trk=ma

  

 Bisa dilihat di sana sikap Anda dilengkapi contoh bagus tentang 

 mantan koruptor di RRC yang dicabut hak politiknya untuk dipilih 

 dan memilih.

  

 --- SADAR@... wrote :

 Tentu sulit untuk disimpulkan, artinya Jokowi SETUJU koruptor menjadi anggota 
DPR! Kecuali Jokowi memutlakkan semua mantan pidana korupsi yang sudah bebas 
boleh menyalegkan diri dan dipilih jadi anggota DPR, ... artinya TANPA melihat 
kasus konkrit orang perorang.

 Dalam kenyataan hidup, setiap orang yang berbuat salah, harus diberi 
kesempatan merubah dan memperbaiki diri untuk kembali menjadi orang baik-baik, 
...! Katakanlah penjara itu tempat dia merubah dan memperbaiki dirinya, jadi 
setelah BEBAS kembali dalam masyarakat, mestinya statusnya diperlakukan sama 
dalam masyarakat. Kecuali pidana berat yang masih mencabut hak politik 
terpidana setelah bebas, tentu juga ada batasan waktu nya. 

 Dengan demikian, mantan koruptor setelah bebas tentu boleh-boleh saja jadi 
caleg, biarkan massa rakyat, pemilih melihatnya sendiri apa sudah bertobat dan 
menjadi orang baik-baik yang PANTAS menjadi wakil rakyat. Bukankah dalam 
pengertian ini bisa dikatakan Jokowi justru tidak mengintervensi hukum, hanya 
sekadar usulan pada PKPU dan tentunya PKPU berhak tetap pertahankan ketentuan 
pelarangan mantan koruptor menyalegkan diri.

  
 ajeg 於 31/5/2018 0:05 寫道:
 Artinya kan Jokowi setuju koruptor menjadi (calon) 

 anggota DPR.

  

 Lucu juga, selama ini Jokowi s elalu bilang tidak mau 

 mengintervensi hukum (peraturan perundangan). 

  

 Faktanya, pembohong kerjanya memang berbohong. 

  

 --- SADAR@... wrote:
 Usulan Presiden di PKPU Pencalonan, Perludem: Tidak Mengejutkan 

Reporter: Imam Hamdi 

 Editor: Ninis Chairunnisa 

 Rabu, 30 Mei 2018 06:49 WIB


 < /a> 
 Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Peneliti LIPI Syamsudin 
Haris, dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam diskusi Pilpres 
2019 di kantor ICW, Jakarta Selatan, 6 Maret 2018. TEMPO/M Julnis Firmansyah 
https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpg

  
 TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi 
Titi Anggraini mengaku tidak terkejut mendengar usulan Presiden Joko Widodo 
atau Jokowi terkait rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang 
pencalonan legislator. Presiden Jokowi mengusulkan agar  
https://statik.tempo.co/data/2018/03/06/id_689081/689081_720.jpgcaleg 
https://www.tempo.co/tag/caleg mantan narapidana korupsi mendapat tanda khusus, 
bukan dilarang.

 "Pandangan presiden yang demikian tidak mengejutkan. Karena pemerintah sudah 
menyampaikan pandangannya ketika rapat konsultasi KPU dengan DPR, pemerintah 
yang juga dihadiri Bawaslu," kata Titi seusai diskusi catatan 20 tahun 
Reformasi Pemilu di D Hotel, Jakarta pada Selasa, 29 Mei 2018.

 Baca: Saran Presiden Soal PKPU Pencalonan, KPU: Keputusan Kami Final 
https://nasional.tempo.co/read/1093645/saran-presiden-soal-pkpu-pencalonan-kpu-keputusan-kami-final

 Menurut Titi, apa yang disampaikan pemerintah pada saat rapat dengar pendapat 
di DPR, Selasa pekan lalu, merupakan refleksi kelembagaan presiden yang 
diwakili Kementerian Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut KPU tetap 
mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi menjadi legislator, sedangkan 
DPR, Kementerian Dalam Negeri dan Bawaslu menolak rencana itu.

 Meski presiden mempunyai pandangan berbeda, Titi berharap semangat KPU untuk 
tetap mempertahankan aturan itu tidak surut. "Bagaimana pun juga jaminan KPU 
untuk membuat teknis kepemiluan diatur di dalam UU. Dan KPU adalah institusi 
yang mandiri," ujarnya.

 Titi mengatakan kemandirian KPU dibuktikan dengan pembuatan keputusan yang 
sesuai dengan keyakinan mereka. Menurut dia, jika ada pihak yang merasa 
keberatan dengan peraturan KPU, maka ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh.

 Baca: Jokowi Sarankan Eks Napi Korupsi yang Daftar Caleg Diberi Tanda 
https://nasional.tempo.co/read/1093591/jokowi-sarankan-eks-napi-korupsi-yang-daftar-caleg-diberi-tanda

 Perludem yakin yang dilakukan KPU merupakan bagian dari kepastian 
menyelaraskan hukum di tengah penyelenggaraan pemilu serentak. Sebab, larangan 
mantan narapidana korupsi sudah diatur untuk pencalonan presiden dan wakil 
presiden serta Dewan Perwakilan Daerah untuk Pemilu 2019.

 Dalam pasal 169 huruf D Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu 
mengatur larangan capres dan cawapres yang pernah melakukan tindak pidana 
korupsi dan lainnya. Selain itu, KPU sudah menetapkan Peraturan KPU Nomor 14 
tahun 2018 tentang pencalonan DPD yang juga melarang calon anggota DPD 
mempunyai latar belakang mantan napi korupsi. bandar narkoba, dan kejahatan 
seksual kepada anak.

 "Jadi sinkronisasi pengaturan ini justru upaya KPU untuk memastikan bahwa 
pengaturan persyaratan pencalonan itu tidak diskriminatif dan adil bagi semua 
posisi yang berkontestasi di Pemilu 2019," kata Titi.

 Anggota KPU Ilham Saputra menyatakan keputusan untuk memasukan larangan mantan 
narapidana korupsi menjadi calon legislator ke peraturan KPU tentang pencalonan 
sudah final. "Sampai sekarang keputusan kami belum berubah terkait rencana itu 
(melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg)," kata dia.

 Baca: Ketua DPR Mau KPU Evaluasi Larangan Eks Napi Koruptor Jadi Caleg 
https://nasional.tempo.co/read/1093440/ketua-dpr-mau-kpu-evaluasi-larangan-eks-napi-koruptor-jadi-caleg


  













  

 




 

 








              • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
            • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
              • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
              • ... ajeg ajegil...@yahoo.com [GELORA45]
            • ... Roeslan roesla...@googlemail.com [GELORA45]
              • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
              • ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
              • ... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
              • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
  • [GELORA45] ... 'Karma, I Nengah [PT. BI-POS]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
    • [GELOR... ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]

Kirim email ke