Untuk Pak Mochtar Uno, BSc!
Jika berkenan, saya mohon diberikan copyan materi sejarah Gorontalo
yang ada pada Bapak. Terima Kasih!

Untuk Dody Komendangi!
Kerajaan Suwawa adalah merupakan cikal bakal berdirinya
kerajaan-kerajaan di wilayah U Duluwo Limo Lo Pohalaa dengan
terbaginya dua kelompok rakyat kerajaan Suwawa, yakni yang MENETAP di
Suwawa selanjutnya menjadi rakyat kerajaan Suwawa dan PENGEMBARA yang
selanjutnya menjadi cikal bakal rakyat kerajaan Gorontalo, Limboto,
Bulango, dan Atinggola. Untuk Bulango dan Atinggola, pada awalnya
mereka adalah kelompok masyarakat yang selalu mengembara dan
berpindah-pindah, nanti pada masa Sultan Eyato mereka diminta untuk
menetap dan membetuk kerajaan sendiri yang dinamakan kerajaan Bulango
dan kerajaan Atinggola.

Untuk Bung Heru (Mimoza)!
Saya mendukung pendapat anda, karena saat ini kita sangat memerlukan
adanya Museum sebagai wadah menghimpun segala hasil karya dan cipta
orang Gorontalo baik yang bernilai sejarah, budaya, dan seni. Museum
dengan segala isinya nanti dapat kita jadikan sebagai wadah untuk
mempelajari dan mengetahui tentang identitas etnik Gorontalo itu
seperti apa, karena menurut saya, saat sekarang ini kita telah
kehilangan IDENTITAS ETNIK sebagai ORANG GORONTALO yang selalu
mengedepankan perilaku demokratis dalam bermasyarakat dan berkehidupan
religius yang termanifestasikan dalam "Adat Bersendi Sarra, Sarra
Bersendi Kitabullah"

Bolo Maafu Juuu Wonu Woluwo U Tala-tala!
Terima Kasih!
Ridwan Ibrahim


--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, dody komendangi
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Assalamualaikum,
> Bisa didapat dimana buku itu?..
> Kalau SUWAWA masih dianggap bagian dari Gorontalo, kerajaannya sudah
berdiri pada tahun 700 masehi (abad ke 8). Bukti2nya mungkin masih
bisa dilihat tentu saja bila tidak dirusak oleh tambang emas.
> Berita ini saya baca dari buku hasil konferensi Gorontalo ke 2 tahun
1968 (CMIIW), sedangkan konferensi yang pertama diadakan pada abad ke
15 setelah daratan Gorontalo dikuasai oleh seorang raja saja yang
merintis pembangunan jalan yang menghubungkan seluruh daratan
Gorontalo. Penyatuan ini terjadi setelah perang puluhan tahun lamanya
(itulah mungkin sebabnya bahasa Suwawa atau Dumoga sangat jauh berbeda
dengan bhs Gorontalo).
> Yang terakhir ini pendapat pribadi ...
> Wassalam,
> Dok
> 
> ----- Original Message ----
> From: lutfi Kobisi <[EMAIL PROTECTED]>
> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
> Sent: Friday, June 20, 2008 16:31:42
> Subject: Re: [GM2020] Pelurusan Sejarah Mengenai Kerajaan Gorontalo....
> 
> 
> mohon tanya pak assacks 
> 
> apakah dalam buku itu ada peninggalan sejarah 
> yang masih bisa kita saksikan sekarang ??
> 
> maksud saya buatan raja2 gorontalo dahulu
> 
> Wass.
> 
> Lutfi
> 
> 
> 
> 
> ----- Original Message ----
> From: assacks <[EMAIL PROTECTED] com>
> To: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
> Sent: Thursday, June 19, 2008 11:04:08 PM
> Subject: Re: [GM2020] Pelurusan Sejarah Mengenai Kerajaan Gorontalo... .
> 
> 
> ---
> Silahkan anda baca buku yang bejudul Abad Besar Gorontalo. Disitu
> dijelaskan kalo dulu Gorontalo sebelum Islam, terdiri atas
> kerajaan-kerajaan kecil yang kemudian disatukan oleh raja yang bernama
> motoloduladaa.. Padazaman motoloduladaa ini segala sesuatunya
> berlangsung secara Top-Down (Huidu ade Datahu) 
> 
> In gorontalomaju2020@ yahoogroups. com, lutfi Kobisi <ludien_kobisi@
...>
> wrote:
> >
> > saya sih aneh saja, orang pada ngomong kerajaan di gorontalo
> > tapi gak ada peninggalan yang bersejarah.
> > adapun bangunan tua seperti benteng otanaha
> > setahu saya buatan belanda
> > 
> > Wass.
> > 
> > Lutfi
> > 
> > 
> > 
> > 
> > ----- Original Message ----
> > From: HERU <heru.aw@ >
> > To: gorontalomaju2020@ yahoogroups. com
> > Sent: Thursday, June 19, 2008 5:37:29 AM
> > Subject: Re: [GM2020] Pelurusan Sejarah Mengenai Kerajaan
Gorontalo... .
> > 
> > Hmm.. Seharusnya kita semua segera membangun wacana dan mendorong
atau 
> > mendukung pemerintah
> > segera melakukan program konservasi sejarah dan budaya. misalkan
dengan 
> > cara mendirikan dan
> > mengelola sebuah Musium negeri di Gorontalo... ??????
> > 
> > Gimana menurut pak Taufik? Saya belum pernah lihat ada musium di 
> > Gorontalo... atau sudah ada?
> > Jika sudah ada, bisakah rekan-rekan menunjukan dimana?
> > Terimakasih.
> > 
> > Heru
> > 
> > 
> > Taufik Polapa wrote:
> > >
> > > Dear All GM2020.
> > >
> > > Berikut adalah Surat dari Pemerhati Sejarah Gorontalo yang
berada di 
> > > Kota Makassar, dimana Pak MUhtar Uno ini merupakan Pensiunan dari
> BUMN 
> > > PT.Semen Tonasa Makassar, akan tetapi beliau sangat Peduli dan
Fokus 
> > > memperhatikan Perkembangan sejarah Gorontalo, Kebetulan Beliau 
> > > memiliki Banyak Literatur tentang Sejarah Gorontalo pada masa
Lampau.
> > >
> > > Jika rekan2 Wartawan tertarik Silahkan di Muat Isi Surat di
bawah ini 
> > > agar sampai kepada yang di Tuju.
> > >
> > > Semoga bermanfaat dan Menambah Khasanah tentang Sejarah Kerajaan 
> > > Gorontalo.
> > >
> > > Wassalam
> > >
> > >
> > > Taufik Polapa
> > >
> > > Kepada Yth.
> > > Hj. Farha Daulima
> > > Penyusun Buku Terbentuknya Kerajaan Limboto Gorontalo
> > > di Jl. Rajawali 300 Limboto, Provinsi Gorontalo
> > >
> > > Dengan Hormat,
> > >
> > > Lebih dahulu saya mengucapkan terima kasih banyak atas terbitnya
Buku 
> > > Terbentuknya Kerajaan Limboto-Gorontalo; bahan pembelajaran muatan 
> > > lokal, tentu untuk sekolah-sekolah di Provinsi Gorontalo yang 
> > > diterbitkan oleh LSM Mbu¢i Bungale Forum Suara Perempuan, Jl.
> Rajawali 
> > > No. 300 Limboto, Provinsi Gorontalo.
> > >
> > > Setelah membaca buku tersebut diatas pada halaman 80-81 Item 22 
> > > tertulis sebagai berikut:
> > > Raja Bumulo diganti oleh Raja Bia sebagai Raja dibawah. Untuk
> mendapat 
> > > kekuasaan sepenuhnya Raja bia pergi ke Ternate dan menjalin 
> > > persahabatan serta kerja sama dengan Belanda yaitu dengan Gubernur
> dan 
> > > Direktur Padtbrudgge, bahkan ia memintakan seorang pemuka agama 
> > > Kristen untuk menyebarkan agama ini di Kerajaan Hulontalo, Raja Bia 
> > > sendiri dibabtis di Ternate, pemeluk agama Kristen. Perlakuan Raja
> Bia 
> > > ini mendapat tantangan dari rakyat dan Raja Lepe sebagai Raja
diatas 
> > > (diutara, penulis). Ketika Raja Bia kembali ke Kerajaan Hulontalo 
> > > bersama pegawai-pegawai Belanda, beliau diusir oleh Rakyat
Hulontalo. 
> > > Hal ini diadukannya kepada Gubernur Padtbrudgge, sehingga diadakan 
> > > penyerangan kembali ke Kerajaan Gorontalo. Raja Bia lari ke Tutuo
> Tapi 
> > > tertangkap diperjalanan oleh pasukan Kerajaan Hulontalo. Beliau 
> > > dibuang ke Tanjung Pengharapan.
> > >
> > > Yth. Hj. Farha Daulima dari penerbit LSm Mbu¢i Bungale di limboto, 
> > > Provinsi Gorontalo. Nampaknya ada kesalahan penulisan serta
persepsi 
> > > tentang Raja Bia seperti tulisan anda diatas yaitu:
> > >
> > > * Raja Bia memerintah Kerajaan Gorontalo sejak tahun 1677 sampai
> > > tahun 1690 dan beliau mengganti Ratu Tiduhula (1647-1677),
> > > sedangkan Raja Bumulo I memerintah dari tahun 1632-1647. Jadi
> > > keliru menurut Hj. Farha Daulima bahwa Raja Bia mengganti Raja
> > > Bumulo
> > > * Menurut Buku Perjuangan Rakyat di Daerah Gorontalo menentang
> > > Kolonialisme dan mempertahankan negara proklamasi oleh Yayasan
> > > 23 Januari 1942, Penerbit PT. Gobel Dharma Nusantara, bahwa
> > > perjuangan Raja Bia yang memerintah Kerajaan Gorontalo tahun
> > > 1677 sampai tahun 1690 adalah sebagai berikut: Bahwa Raja Bia
> > > masih sempat bersama Raja Eyato (1673-1679), memerintah Kerajaan
> > > Gorontalo. Agar Raja Bia tidak akan mengikuti sikap Raja Eyato
> > > maka pada tahun 1678, dipanggil oleh kompeni di Ternate. Dalam
> > > pertemuan dengan Gubernur R. Padtbrudgge diajukan empat hal yang
> > > harus diterima oleh Raja Bia:
> > >
> > > * Raja Bia harus mengikuti kekuasaan Kompeni di Gorontalo.
> > > * Rakyat bersama Kompeni akan mengusir Spanyol yang masih bercokol
> > > di Sangir Talaud.
> > > * Rakyat harus tunduk kepada agama yang ditawarkan oleh kompeni.
> > >
> > > * Raja Bia harus mengikuti dan menganut agama bangsa penjajah.
> > > Sebagai siasat perjuangan, Raja Bia menerima apa yang diajukan
> > > oleh Gubernur Belanda itu. Namun setelah kembali ke Gorontalo,
> > > Bia berusaha memperkuat kerajaannya dengan suatu kubu pertahanan
> > > pada jalan yang dilalui oleh kompeni menuju Dumoge. Kubu
> > > tersebut dikenal dengan nama Kubu Padang (Padengo) dipinggir
> > > Sungai Bone, desa Podengo, Kec. Kabila sekarang yang berjarak +
> > > 10 km dari pusat Kerajaan. Tindakan Raja Bia ini berarti
> > > melawan amanat Gubernur Belanda, maka pada tahun 1681 Gubernur
> > > datang sendiri beserta puluhan serdadu kompeni lengkap dengan
> > > persenjataannya. Mereka berlabuh di muara sungai Bone.Gubernur
> > > mengirim utusan kedarat menuju Kubu Pertahanan Padengo. Mereka
> > > bertemu dengan pasukan rakyat yang dipimpin oleh Kapitan Laut
> > > (Apitalau) yang menamakan dirinya sebagai Raja Laut yang sedang
> > > mengawasi kubu pertahanan itu. Para utusan tersebut menyampaikan
> > > amanat Gubernur bahwa Gubernur mengirim hormat untuk kedua Raja
> > > Limboto dan Gorontalo, agar kedua Raja tersebut berkunjung ke
> > > kubu untuk bertemu dengan Gubernur, kubu tersebut harus
> > > dikosongkan untuk dijadikan tempat perundingan, selama
> > > perundingan berjalan penduduk tidak diperkenankan berada diantar
> > > kubu Padengo dan Dumoga, bila Pemerintah Kerajaan Gorontalo
> > > bersedia damai dengan kompeni maka tidak akan timbul perang,
> > > bila tidak ada kesediaan untuk berdamai, maka kompeni beserta
> > > seluruh sekutunya akan menghancurkan kubu pertahanan dengan
> > > kekuatan senjata. Namun Kapitan Laut bersama pasukannya tidak
> > > menerima semua tawaran yang disampaikan oleh para utusan
> > > tersebut. Dan utusan Gubernur Belanda kembali ke kapal menemui
> > > Gubernur tanpa membawa hasil yang diharapkan. Kedua kalinya
> > > Gubernur mengirim utusan kedarat, langsung menghadap Raja Bia
> > > dengan amanat agar Raja Bia mengirim utusan ke kapal. Hal itu
> > > dituruti Raja Bia dan dikirimlah beberapa orang pembesar istana
> > > menghadap Gubernur di kapal. Gubernur menyampaikan amanat
> > > dihadapan para utusan istana, bahwa sebelum Gubernur turun
> > > kedarat, Raja Bia sudah harus diatas kapal. Karena Raja Bia yang
> > > ditunggu tak kunjung datang, maka turunlah Gubernur dengan
> > > menaiki sekoci dan didampingi empat puluh serdadu bersenjata
> > > menuju ke kubu Padengo. Namun tiba disana Padtbrudgge belum
> > > mendarat, diperintahkan serdadunya mendarat dan bertemu dengan
> > > para penghuni Kubu Padengo. 
> > >
> > >
> > > * Panglima Kapitan Laut yang dikenal dengan nama Kaicili Muda acuh
> > > tak acuh terhadap serdadu kompeni itu dan diperintahkan oleh
> > > Kapitan Laut 50 orang pasukan yang sudah siap didalam kubu
> > > segera menyerang serdadu Kompeni yang telah berada didepan kubu
> > > pertahanan itu. Terjadilah perang yang disebut Perang Kubu
> > > Padang (Padengo). Apitalau beserta anggotanya dapat memukul
> > > mundur pasukan kompeni. Melihat peristiwa itu Padtbrudgge yang
> > > masih berada di sekoci memerintahkan agar enam buah kapal Tomini
> > > segera mendarat dan memberi bantuan, namun semua awak kapal itu
> > > takut dan ragu-ragu tidak berani untuk maju. Padtbrudgge sendiri
> > > mengakui bahwa pihak pasukan Kubu Padengo cukup kuat, beberapa
> > > orang serdadu Belanda tewas, lainnya mengalami luka-luka dan
> > > yang lainnya melarikan diri. Namun Kapitan Krijs De Ronde
> > > bertahan dengan 28 serdadu bertempur satu lawan satu. Serdadu
> > > kompeni tiga kali menyerang kubu Padang (Padengo) barulah
> > > berhasil menguasainya. Pertahanan kubu Padang menjadi kuat
> > > karena perlawanan disamping Pimpinan Perang Panglima Apitalau
> > > juga turut memimpin Raja Biya, Jagugu Gorontalo dan Limboto
> > > Ilato dan Isnaeni. Pihak serdadu kompeni 4 orang tewas yang
> > > berpangkat Kapten dan Mayor dan yang lainnya luka-luka berat.
> > > Dipihak Pasukan Kubu Padang 12 orang terhitung pembesar Kerajaan
> > > Limboto dan Gorontalo gugur dimedan perang, yang lainnya
> > > luka-luka dan sisanya lolos antara lain Raja Bia sendiri, Ilato,
> > > Ishaeni, dan Apitalau sebagai Panglima Perang. Tuntutan
> > > Padtbrudgge dan kawan-kawannya bahwa Raja Bia harus menyerah
> > > namun tidak mendapat sambutan apa-apa dari Raja Bia.Raja Bia
> > > terus menentang kompeni sampai akhirnya tahun 1690 beserta
> > > kawan-kawannya ditangkap oleh kompeni Belanda di Tutulo.Raja Bia
> > > dibuang ke Ceylon dan Isnaeni ke Tanjung Pengharapan Afrika,
> > > sedangkan Kaptan Laut dan Ilato tidak diketahui nasibnya.
> > > * Kemungkinan (menurut penulis) Kapitan Laut dan Ilato menjadi
> > > Polahi dan masuk ke hutan beserta anak buahnya, karena ada
> > > seseorang bekas Polahi yang sudah dimasyarakatkan yang pernah
> > > memberikan sebuah keris dan stempel timbul terbuat dari tembaga
> > > yang bertahun 1678, yaitu stempel VOC dan keris kemungkinan
> > > dibawa lari oleh anak buah Kapitan Laut dan Ilato turun temurun
> > > sebagai Polahi sampai diserahkan tersebut diatas. Dalam perang
> > > tersebut, Kerajaan Gorontalo dituntut menyerahkan 150 orang
> > > budak, 150 belah kayu dan belabak tebal. Selanjutnya tiap
> > > kerajaan hanya boleh meiliki seorang Raja saja dan tidak boleh
> > > lagi menggunakan titel Kapitan Laut atau Raja Laut.
> > >
> > > * Raja Bia menurut Buku / silsilah yang ditulis dalam huruf Arab
> > > Pegan bahwa beliau bergelar Dhayaa¢ludiin (yang membela
> > > agamanya). Bahwa Raja Bia bergelar yang membela agamanya jadi
> > > bertentangan dengan persepsi Hj. Farha Daulima bahwa beliau
> > > masuk Kristen. Hal itu adalah kemauan kompeni (Padtbrudgge) ,
> > > bahwa seluruh Kerajaan Gorontalo harus mengikuti agama Kompeni.
> > > Tapi kenyataannya tidak ada seorangpun orang Gorontalo yang
> > > beragama Kristen sampai sekarang, itu karena perlawanan Raja Bia
> > > yang tidak mau menuruti agama Kompeni dan beliau melawan kompeni
> > > sampai dibuang ke Ceylon seperti Raja Eyato. Makanya saya harap
> > > anda memperbaiki tulisan anda tentang Raja Bia seperti hal 80-81
> > > buku anda tersebut di atas.
> > > * Dalam item 19 hal 79 dalam buku anda tertulis bahwa Raja Eyato
> > > tidak mempunyai anak. Tetapi dalam buku silsilah bertuliskan
> > > huruf Arab Pegon bahwa Eyato kawin dengan:
> > >
> > > * a.Raja Eyato + Puteri Hodeya beranak : Putri Dinggota dan Khl.
> > > Hilipito.
> > > * b.Raja Eyato + Puteri Timango beranak : Khl. Bulonggodu dan
> > > Putri Iyni.
> > > * c.Raja Eyato + Puteri Holihulawa beranak : Tolomato dan Amagi.
> > >
> > > Bahwa Raja Eyato juga ditangkap Belanda dan diasingkan ke 
> > > Ceylon tahun 1679.
> > >
> > > * Sebaiknya Raja Eyato dan Raja Bia yang keduanya dibuang ke
> > > Ceylon karena menentang Belanda serta mempertahankan agamanya,
> > > supaya diberikan penghargaan dari pemerintah seperti para
> > > penentang kompeni di bagian lain negara Indonesia.
> > > * Demikianlah untuk menjadi bahan koreksi sejarah Gorontalo,
> > > semoga penulisan sejarah Gorontalo makin sempurna dan memberikan
> > > pemahaman yang benar bagi semua warga Gorontalo..
> > >
> > >
> > > Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
> > > Makassar, 16 Juni 2008
> > >
> > > Dari
> > >
> > >
> > >
> > > (Mochtar U, Bsc)
> > > Pemerhati sejarah Gorontalo
> > > Telp : (0411) 492770
> > >
> > >
> > > 
> > 
> > 
> > ------------ --------- --------- ------
> > 
> > Majulah Gorontalo kita!Yahoo! Groups Links
> >
> 
> 
>  
> 
> Send instant messages to your online friends
http://uk.messenger.yahoo.com
>


Kirim email ke