Teman2 ustadz yang cerdas, sebagai orang awam saya sebenarnya  prihatin dengan 
makin banyaknya ritual2 ibadah yang tidak pernah diamalkan Nabi semakin banyak 
sementara amalam sunnah malah ditinggalkan. Saya kasih contoh shalat qabliyah 
magrib yang sudah hampir punah di masjid2 sementara banyak bid'ah dipelihara..

Iqbal


Sent from my iPhone

On Jun 29, 2010, at 12:57 PM, Suwito Pomalingo <suwito...@gmail.com> wrote:

Om Ustadz yang saya Cintai olo.

Sebenarnya sudah ada titik temunya hal ini. Cuman masalahnya, kita memahami 
bid'ah ini secara bahasa atau bid'ah yang berkaitan dengan syariat.

Yang saya katakan bahwa Bid'ah itu tidak ada pembagian didalamnya adalah bid'ah 
dalam perkara syariat. Dan ini sudah jelas hukumnya mutlak haram seperti dalam 
hadits Kullu bid'atin dhalalah... dst...

Adapun bid'ah yang baik itu adalah bid'ah yang diartikan secara bahasa. Coba 
perhatikan apa yang om Ustadz tulis...

"perkara yang diada-adakan bertentangan dengan quran, hadits, atsar, dan ijma 
(Konsensus/kesepakatan ulama) adalah bid’ah sesat."

Mana mungkin ada bid'ah yang secara syariat tidak akan bertentangan dengan 
syariat. Pasti akan bertentangan kan... itulah bid'ah yang berkaitan dengan 
syariat. Adapun mengenai bid'ah yang baik yang dimaksudkan oleh Imam Syafi'I 
yang tidak bertentangan dengan syariat itu adalah bid'ah yang diartikan secara 
bahasa, dan dalam hal ini adalah perkara2 yang berkaitan dengan muamalah...

Trus mengenai perkataan Umar bin Khattab mengenai shalat tarawih berjama'ah itu 
termasuk dalam bid'ah yang diartikan secara bahasa. Maksudnya adalah shalat 
tarwih berjamaah tersebut tidak dilakukan pada saat itu. Namun terdapat dalil 
yang menjadi dasar perbuatan itu. Buktinya Rasulullah pernah melakukan shalat 
tarwih berjamaah pada awal ramadhan selama dua atau tiga malam. Rasulullah juga 
pernah shalat secara berjamaah pada sepuluh hari terakhir selama beberapa kali. 
Jadi shalat tarwih bukanlah bid’ah yang diartikan secara syar’i. Sehingga yang 
dimaksudkan bid’ah dari perkataan Umar bahwa sebaik-baik bid’ah adalah ini 
yaitu bid’ah secara bahasa dan bukan bid’ah secara syar’i.

Terakhir, perkara bid'ah ini bukanlah perkara khilafiyah, semua ulama (termasuk 
yang om Ustadz sebutkan) sudah sepakat bahwa BID'AH yang berkaitan dengan 
syariat adalah SESAT sesuai dengan hadits kullu bid'atin dhalalah. Perhatikan 
perkataan Abdullah bin Umar, “Semua bid’ah adalah sesat, walaupun manusia 
melihatnya baik.”

Saya kira demikian om Ustads... 


2010/6/28 Mansur Martam <ibnulkhair...@yahoo.co.id>
 
Om Suwito yang Saya Cintai,,

Pada garis besarnya, ada dua pendapat ulama mengenai bid’ah;

Pertama; pendapat mayoritas ulama, yang dipelopori langsung oleh Izzuddin bin 
Abdussalam, yang berpendapat bahwa bid’ah terbagi menurutkan hukum Islam yang 
lima; bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah sunah, bid’ah makruh, dan bid’ah 
mubah. Pendapat ini mendapatkan sokongan dari ulama-ulama hebat dari mazhab 
Syafii; seperti Imama Nawawi dan Abu Syamah, mazhab Maliki; al-Qarafi dan 
az-Zarqani, Mazhab Hanafi; Ibn Abidin, mazhab Hambali; Ibn al-Jauzi, mazhab 
az-Zhahiri; Ibn Hazm. Pendapat ini diamini oleh Stakeholder Nahdhatul Ulama 
(NU), dan hampir dijadikan referensi oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kedua; pendapat yang mengatakan bahwa bid’ah seluruhnya adalah haram. Pendapat 
ini dipelopori oleh Ibn Rajab yang bermazhab Hambali. Pendapat ini menjadi 
tenar di Saudi Arabia.

Pada dasarnya, kedua pendapat ini sepakat pada arti sebenarnya dari bid’ah, 
namun kedua pendapat berbeda pada cara memahami apa yang telah mereka sepakati. 
Mereka sepakat bahwa bid’ah sesat, yang membuat pelakunya berdosa, adalah 
bid’ah yang tidak berdasarkan pada prinsip syariat. Inilah yang dimaksudkan 
oleh Nabi; Kullu bid’atin dhalalah, setiap bid’ah adalah sesat.

Cara untuk mengetahui hakikat pembagian bid’ah seperti pada pendapat pertama 
adalah dengan cara mengukurnya dengan kaidah-kaidah syariat. Bila masuk 
kategori wajib, maka bid’ah tersebut menjadi wajib untuk dilaksanakan, jika 
masuk kategori sunah, maka bid’ah tersebut dianjurkan, jika masuk kategori 
haram, maka bid’ah tersebut terlarang, dan begitu seterusnya.

Adapun perkataan Imam Syafii yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dan kemudian 
dikomentari oleh para ulama hebat, sebagai berikut; Perkara-perkara yang 
diada-adakan terbagi dua; pertama, perkara yang diada-adakan bertentangan 
dengan quran, hadits, atsar, dan ijma (Konsensus/kesepakatan ulama) adalah 
bid’ah sesat. Kedua, perkara yang diada-adakan dalam kebaikan tidak 
bertentangan dengan salah satu referensi hukum (quran dst) adalah bid’ah yang 
tidak tercela.

Komentar al-Gazali (pengarang kitab Ihya Ulumuddin); tidak semua perkara yang 
diada-adakan adalah terlarang, tetapi yang terlarang adalah bid’ah yang 
bertentangan dengan hadits shahih dan bid’ah yang membatalkan perkara yang 
sudah tetap dalam syariat.

Komentar Ibn Atsir; Bid’ah terbagi dua; bid’ah sesat dan bid’ah baik. Jika 
bid’ah bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah dan Nabi, maka termasuk 
bid’ah sesat munkar dan patut dicela. Adapun bid’ah yang senafas dengan apa 
yang dianjurkan oleh syariat, maka bid’ah tersebut patut untuk dipelihara dan 
dipuji. Ditempat lain Ibn Atsir juga berkomentar; bid’ah baik pada hakikatnya 
adalah sunah, atas dasar ini interpretasi hadits Nabi; Setiap yang diada-adakan 
adalah bid’ah; adalah bid’ah yang bertentangan dengan prinsip syariat.

Komentar Ibn Manzhur; Bid’ah terbagi dua; bid’ah sesat dan bid’ah baik. Jika 
bid’ah bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah dan Nabi, maka termasuk 
bid’ah sesat munkar dan patut dicela. Adapun bid’ah yang senafas dengan apa 
yang dianjurkan oleh syariat, maka bid’ah tersebut patut untuk dipelihara dan 
dipuji. Dan bid’ah yang baik seperti perkara yang senafas dengan kedermawanan 
dan perilaku baik, semua itu termasuk perbuatan yang terpuji.

Berikut 2 dasar kuat diantara banyak dalil yang dijadikan oleh mayoritas ulama;

Pertama; hadits Nabi; Barang siapa yang merintis jalan kebaikan, maka dia akan 
mendapatkan pahalanya dan semisal pahala orang lain yang mengikuti rintisannya, 
dan barang siapa yang merintis jalan keburukan, maka dia akan mendapatkan 
dosanya dan dosa semisal orang lain yang mengikuti rintisannya. (Jalan 
keburukan adalah yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah dan Nabi)

Kedua; perkataan Umar bin Khattab; Inilah bid’ah yang baik ketika beliau 
menyatukan orang yang salat tarawih sendiri-sendiri dalam mesjid, dalam satu 
imam. (Umar menyebut perkara itu bid’ah karena tidak dilakukan Nabi, tetapi 
bid’ah tersebut adalah bid’ah yang baik, sebab tidak bertentangan dengan 
prinsip agama).

Pada akhirnya, topik ini adalah masalah khilafiyah, masalah interpretative. 
Kuncinya terletak pada pribadi masing-masing, mana yang menurut akal sehatnya 
baik untuk menjadi referensi dan amalannya.

Salam,

dari Bumi Boalemo Bertasbih...




-- 

Salam,
Suwito.
http://suwito.pomalingo.com




      

Kirim email ke