Pak Awang YTH.,

Seiring dengan explorasi hydrocarbon di Papua oleh NNGPM, apakah NNGPM juga 
melakukan explorasi di Papua New Guinea, dan juga menemukan oil discovery...?

Kalo NNGPM melakukan explorasi minyak bumi di Papua, bagaimana dengan explorasi 
tambang ya pak, seperti tembaga, emas, dsb.,... apakah dilakukan oleh 
Geologist2 dari Belanda juga, mengingat kalo gak salah Van Bemmelen juga pernah 
menulis tentang petensi SDA selain minyak bumi di Indonesia...

Mohon pencerahan nya pak...

Terimakasih

Best Regards
Sigit Ari Prabowo



________________________________
From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
To: iagi-...@iagi..or.id
Cc: Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; 
Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Monday, February 2, 2009 8:29:50 AM
Subject: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum Exploration 1930s)

Edo, sebenarnya yang menanam ranjau darat (land-mines) di sekitar Babo itu 
bukan Jepang, tetapi karyawan NNGPM sendiri dalam rangka bersiap menyambut 
kedatangan Jepang yang mungkin akan menduduki Babo, sebagaimana dilakukan 
Jepang di lapangan-lapangan minyak lain di Indonesia saat pecah Perang Pasifik 
Desember 1941. 
 
Menyambung cerita saya tentang awal eksplorasi Papua 1930s, berikut lanjutannya.
Bila cerita kemarin mengisahkan awal peradaban di Babo, maka cerita berikut 
mengisahkan akhir peradaban di Babo.
 
“Kiamat di Babo”  mungkin sebuah judul yang berlebihan, tetapi begitulah 
mungkin perasaan para karyawan NNGPM dan keluarganya saat bom-bom mulai 
berjatuhan dari langit oleh pesawat2 tempur Jepang saat mulai pecah Perang 
Pasifik Desember 1941. 
 
Kegembiraan masyarakat Belanda dan para karyawan NNGPM di tempat terpencil Babo 
di ujung Teluk Berau, Kepala Burung, tidak berlangsung lama, hanya sekitar 
setahun, setelah penerbangan umum ke Babo dibuka Belanda pada tahun 1940. Dua 
bulan dari Desember 1941 sampai awal Februari 1942 semuanya adalah penderitaan, 
tak ada lagi kegembiraan, tak ada lagi pesta-pesta, tak ada lagi nonton bioskop 
bersama (lihat cerita saya di bawah). Bahkan, mereka harus “merayakan” malam 
tahun baru 1942 sambil bertiarap di rawa-rawa Teluk Berau berteman nyamuk2 
rawa, sambil ketakutan dimangsa buaya muara Berau.
 
9 Desember 1941, sebuah sumur tengah dibor di Lapangan Jeflio, Cekungan 
Salawati. Malam itu, sumur mencapai kedalaman  6275 kaki.. Para geologist 
Belanda memperkirakan pada kedalaman 7000 kaki akan dijumpai lapisan 
batugamping Miosen yang telah terkenal produktif di daerah itu (inilah Formasi 
Kais). Tetapi, malam itu juga sumur diperintahkan untuk ditinggalkan sebab 
genderang Perang Pasifik telah bertalu dengan pemboman Pearl Harbour di Hawaii 
oleh Jepang.  Ketakutan karyawan NNGPM di Jeflio beralasan sebab tentara Jepang 
telah menyerang Sorong, kota terdekat.
 
Markas Besar Belanda di Batavia telah memerintahkan Babo untuk mengevakuasi 
semua perempuan dan anak2 Eropa sesegera mungkin ke Jawa. Maka pada tanggal 
17-26 Desember 1941 rombongan pesawat2 KNILM tiba di Babo kemudian segera 
berangkat membawa para perempuan dan anak2 berkulit putih. Pesawat2 itu lenyap 
di balik awan di atas Kepala Burung, meninggalkan para suami dan ayah yang 
melambaikan tangan dengan berat hati. Akankah mereka saling berjumpa lagi ? 
Sebagian besar tidak…
 
Para karyawan NNGPM yang semula membawa alat las, tang besar, pipa,dll. 
tiba-tiba dipersenjatai bedil double-barreled, milisi garnisun segera 
terbentuk, sekitar 40 orang kulit putih ada di milisi itu. Garnisun ini 
dibentuk untuk tindakan persiapan siapa tahu Jepang mendarat di Babo. Babo 
cukup terpencil tempatnya, sehingga tak segera menjadi sasaran Jepang setelah 
Sorong jatuh.
 
Kemudian, rencana tindakan perusakan sendiri atas fasilitas2 perminyakan pun 
dibuat. Ini selalu dilakukan di lapangan-lapangan minyak Belanda di seluruh 
Indonesia saat Jepang menyerang. Mengapa dirusak ? Sebab, Jepang memerlukan 
bahan bakar untuk perang. Bila fasilitas perminyakan dirusak, maka Jepang akan 
sulit mendapatkan bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin perangnya. 
 
Segera setelah Jepang menyerang Pearl Harbour, telah diputuskan bahwa seluruh 
material berharga dari berbagai lapangan dan pelabuhan kecil di seluruh Kepala 
Burung dikumpulkan di Babo. Bila waktu mendesak, barang-barang berharga itu 
dapat segera diungsikan ke Jawa dari Babo menggunakan pesawat, atau kalau waktu 
begitu mendesak, maka sekalian barang itu dapat segera dihancurkan. Daftar 
barang2 berharga ini antara lain : mesin bermotor, dinamo, boiler, steam 
engine, juga alat2 berat seperti traktor dan buldozer. Peralatan bengkel dan 
gudang juga masuk dalam daftar barang2 siap dievakuasi atau dihancurkan. 
Beberapa peralatan berat disembunyikan di hutan sekitar Babo sambil berharap 
Jepang tak akan menemukannya. Stasiun radio pun mulai dihancurkan satu per 
satu, kecuali satu yang terbesar dipertahankan untuk berhubungan dengan Batavia 
atau Ambon.
 
Sementara itu, 200 tentara dari Batavia, terdiri atas orang2 Indonesia, 
dipimpin Kapten van Muyen dan dua sersan Belanda mendarat di Babo pada Januari 
1942. Pasukan ini membawa banyak ranjau. Dan ranjau pun ditanam di bawah 
mesin-mesin berat yang tak akan dievakuasi, juga ditanam di beberapa tempat 
yang diperkirakan akan dilalui tentara Jepang saat mendarat di Babo. 
 
Sementara itu, Jepang yang sudah menduduki Sorong, melakukan patroli rutin 
sepanjang Selat Sele (teman2 PetroChina tentu rutin melalui selat ini saat 
mereka dari Sorong akan ke KMT –Kasim marine terminal –stasiun pengumpul 
minyak2 Salawati; saya rutin melalui selat teduh ini saat ke lapangan di Pulau 
Salawati pada 1997-2000). Dermaga Kasim saat Jepang melakukan patroli telah 
termasuk yang dihancurkan.
 
Pada minggu-minggu pertama setelah pecah Perang Pasifik, Jepang tak menunjukkan 
ketertarikan kepada Babo, sehingga evakuasi ke Jawa bisa dilakukan beberapa 
kali. Tetapi, setelah hampir sebulan berlalu; tiba-tiba karyawan NNGPM yang 
tengah melakukan perusakan fasilitasnya sendiri dikejutkan dengan kedatangan 
sembilan pesawat bomber Jepang dari sebelah utara yang tanpa ampun menjatuhkan 
bom-bom. ”Kiamat di Babo” mulai terjadi.
 
H.W. Minekus, seorang karyawan NNGPM menulis dalam sebuah laporan, ”Kebanyakan 
dari kami lari dan menjatuhkan diri di parit-parit pinggir jalan. Kemudian 
pesawat2 Jepang datang kembali, Kami makin melekatkan diri dengan tanah parit 
sambil gemetaran. Tetapi saat itu tak ada bunyi bom, mungkin mereka sudah 
kehabisan amunisi. Bomber2 itu pergi ke arah mereka datang.”
 
Serangan bom ini telah mengejutkan para pegawai NNGPM dari suku asli. Mereka 
segera lari ke hutan dari mana mereka berasal dan tak pernah keluar lagi. 
Sementara itu, kuli-kuli bukan suku Papua juga lari ke hutan, tetapi beberapa 
hari kemudian mereka kembali ke Babo karena kelaparan.
 
Membalas serangan Jepang, Belanda bekerja sama dengan Tentara Sekutu 
mendatangkan pesawat2 bomber dari Australia. Karyawan NNGPM menyambut gembira 
kedatangan pesawat2 ini. Untuk sementara waktu,serangan Jepang dari utara tak 
muncul lagi. Akhir Januari 1942, pesawat2 ini kembali ke pangkalannya di 
Australia.
 
Pada saat yang bersamaan, Jepang berhasil merebut lapangan-lapangan minyak di 
Bunyu, Tarakan, dan Miri-Sarawak. Ini membuat Batavia memutuskan agar NNGPM 
merusak semua fasilitas perminyakan dan segera melakukan evakuasi. 
 
25 Januari 1942 pukul 02.00, datang perintah dari komando militer di Belanda 
agar semua fasilitas perminyakan yang telah dikumpulkan di Babo dihancurkan. 
Ketika hari masih gelap, pekerjaan penghancuran dimulai. Lapangan terbang 
dihancurkan menggunakan ranjau-darat. Berdrum-drum minyak ditumpahkan dan 
kebakaran besar menghancurkan banyak fasilitas. Tangki-tangki air diledakkan. 
Mesin-mesin dirusak menggunakan palu godam. Banyak barang dibuang ke sungai, 
termasuk alat-alat berat seperti buldozer dan lori-lori. Lubuk sungai sedalam 
36 kaki di Kasira dan Kaitero cocok untuk pembuangan barang2 ini. 
Laporan-laporan geologi, laporan sumur, contoh2 batuan dan banyak dokumen 
dibakar di belakang gedung kantor sebelum gedungnya pun dibakar. Yang tidak 
dirusak hanyalah stasiun pembangkit listrik, yang akan disisakan sampai 
evakuasi dimulai. Tanggal 1 Februari Ambon jatuh, evakuasi harus segera dimulai.
 
Awal Februari 1942, lenyaplah semua peradaban perminyakan di Babo, tak sampai 
sepuluh tahun berjalan sejak dimulai pada pertengahan 1930-an. 
 
Evakuasi semua pekerja dan keluarganya yang masih tertinggal dimulai.  Evakuasi 
akan dilakukan ke Dobo di Kepulauan Aru, bukan ke Jawa karena kuatir Jepang 
akan menyerang Jawa, pusat pemerintahan Belanda di Hindia Belanda. Keputusan 
tepat sebab Jepang menyerang Jawa dan menjatuhkannya pada Maret 1942. Evakuasi 
karyawan di Babo dilakukan dari Sungai Kaitero melalui Taniba. Setelah 
melintasi hutan rawa dan hutan perbukitan Taniba, rombongan tiba di Teluk 
Arguni. Di teluk ini, dua kapal NNGPM menunggu : Soedoe dan Minjak Tanah. Kedua 
kapal ini  membawa rombongan ke Dobo, Kepulauan Aru. 
 
Minekus, karyawan NNGPM menceritakan evakuasi ini, ”Kami merasa susah mesti 
melalui sungai-sungai kecil berawa-rawa berlumpur coklat. Sebuah perjalanan 
yang sangat menyiksa melalui daerah tak berpenduduk yang hanya dihuni 
bakau-bakau yang tinggi. Tanda-tanda kehidupan hanyalah suitan burung kakatua 
putih di atas kami. Kami juga mesti berjalan cepat sebelum pasang naik 
menyergap. Ketika kami sampai di perbukitan, pemandangan lumayan indah, tetapi 
di sepanjang perjalanan kami melihat kampung2 suku Papua yang sudah 
ditinggalkan.”
 
Demikianlah sekelumit kisah berakhirnya peradaban perminyakan di Babo yang 
disusun berdasarkan laporan-laporan Belanda NNGPM. 
 
Minyak membuka dan menutup peradaban di Babo. Semoga tak terulang lagi.
 
Salam,
awang

--- On Fri, 1/30/09, Edward, Syafron <edward.syaf...@se1.bp.com> wrote:

From: Edward, Syafron <edward.syaf...@se1.bp.com>
Subject: RE: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Friday, January 30, 2009, 1:37 PM

Cerita yang sangat menarik dan inspiratif dari pak Awang.
Kelihatannya memang Babo telah menjadi primadona bagi Industri Petroleum sejak
dulu, sekarangpun BP menjadikan Babo sebagai Bandara penghubung dari Biak ke LNG
Tangguh.
Kalau masalah lapangan Golf di Babo, saya baru dengar sekarang, mungkin sudah
dihancurkan oleh Jepang waktu menduduki Babo dulu, karena ketika BP me-renovasi
Bandara Babo, memang banyak ditemukan Ranjau-ranjau Jepang dan juga sisa-sisa
pesawat tempur Jepang yang menandakan bahwa Jepang juga menjadikan Babo sebagai
basenya waktu itu.

Salam
edo

-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Friday, January 30, 2009 12:10 PM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah,
saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan
Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal
Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa
geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya
saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun
menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah
Papua. 
 
Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. Ongkos
fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20). Koran Kompas
datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali.
Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. Di
kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar. Satu
restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar 1x1
meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel
tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor),
mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis
lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka
bergelimpangan di pinggir jalan - pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat
dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol
sambil berteriak "Kubunuh kau...!".
Hm..masih mabuk rupanya. -demikian sepenggal paragraf buku harian saya.
 
Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari tulisan2 saya.
 
---------------
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang
sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir
yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.
 
Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai
mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop - Bird's Head, alias Kepala
Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang
ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim besar di
bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai melakukan
perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai pertimbangan, NNGPM
memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area yang
sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang. Pesawat
amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan ini. Para
pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut dan
berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara celah-celah
tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua.. Dari ketinggian 12.000 
kaki,
beberapa formasi  geologi bisa diketahui.. Ini adalah pekerjaan awal -semacam
reconnaissance survey.
 
Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan
banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi
wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri
kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih
merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris
di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya
melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi Papua
memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang
sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset, radio,
kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi harus di
atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai para
buaya. Detasemen militer tentu  selalu berjaga mengawal para geologists dan
kru-nya ini, maklum mereka berada di wilayah yang alam dan penduduknya dinilai
tidak ramah.
 
Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa wilayah
telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama telah dibor
: Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai meramaikan
bagian barat Papua, perahu2 kecil yang pada awalnya kecil telah menjadi
kapal-kapal besar bermotor dengan nama : Jan Carstenz, Soedoe, Moeara, Boelian,
Minjak Tanah, dan Casuaris. Desa Papua Babo, di sebuah pulau  delta kecil
Sianiri Besar, tetap dipilih sebagai base. Ini karena posisinya yang berada di
tengah di antara wilayah eksplorasi NNGPM. Sungai di depannya, Sungai Kasira,
juga cukup dalam untuk kapal-kapal besar berlabuh. Meskipun deltanya tentu saja
berawa-rawa, tetapi Babo base terletak diatas bukit berkerikil setinggi 30 kaki
dan masih aman dari pasang naik di sekitarnya. Di bukit ini kantor NNGPM
dibangun, juga pemukiman para pekerjanya. Dan di sekitar Babo ada ruang luas
yang telah dibuka tempat dibangun  aerodrom, hanggar, perbengkelan, rumah sakit,
lapangan golf, dan bioskop (bayangkan di tepi hutan Papua yang terpencil, pada
tahun 1930-an telah ada lapangan golf).
 
Suku2 Papua pun mulai mau bekerja sama dengan para pendatang ini. Sebelumnya,
mereka jarang melihat para pendatang berkulit putih, kecuali para pemburu burung
cenderawasih atau para pedagang Cina. Orang2 Papua ini diperkerjakan NNGPM untuk
membongkar muat barang-barang dari kapal2 yang berlabuh di depan Babo dan
menarik batang2 pohon dari sekitar hutan Babo untuk membangun perumahan. Bahkan,
mereka juga mau berbulan-bulan meninggalkan kampung2nya membantu NNGPM membuka
hutan. Mereka bekerja untuk "Tuan Merah", begitu mereka memanggil
tuan-tuan Belanda ini (mungkin karena muka Belanda ini merah bila kepanasan).
Dari suku pemburu menjadi suku pekerja, tentu sebuah perubahan budaya yang besar
buat mereka. Diceritakan bahwa suku-suku Papua ahli menggunakan tombak, busur
dan anak panah. Keahlian ini telah menjadi rezeki untuk seluruh kru sebab mereka
bisa dengan mudah makan daging segar kanguru, babi, dan merpati hutan. Mereka
meninggalkan kewajiban  mengolah sagu kepada para perempuan di sukunya. Sebelum
kedatangan NNGPM, suku2 Papua ini masih menggunakan cangkang kerang sebagai alat
pembayaran, kini mereka mempunyai uang Belanda sebagai upah mereka bekerja. Dan
saat mereka membawa uang Belanda ke toko-toko yang baru dibuka, mereka begitu
takjub bisa mendapatkan barang2 yang semula tak mereka lihat. Dan, standar hidup
suku Papua pun meningkat dengan cepat. Mereka mengalami revolusi budaya dalam
beberapa tahun saja, jauh lebih cepat daripada lebih dari 1000 tahun sejak nenek
moyangnya mulai mendiami wilayah ini.
 
Para pekerja Eropa NNGPM pun yang semula hanya laki-laki saja mulai membawa
kaum perempuannya ke Babo. Maka komunitas seperti di kota besar pun mulai
tumbuh, laki-laki perempuan bercampur baur. Bila ada kelahiran anak, maka
bendera di kantor NNGPM dinaikkan, bila ada anak kembar lahir; maka dua bendera
NNGPM akan dikibarkan. Rute2 penerbangan keluarga mulai ada, sekaligus membawa
semua keperluan untuk komunitas. Inilah cikal bakal penerbangan ke Papua. Pada
tahun 1940, diresmikan layanan terbang ke wilayah ini "Groote Oost
Luchtvaart" (Great East Flight) oleh KNILM (Koninklijke Nederlandsch
Indische Luchtvaart Maatschappij) yang punya airport di Babo.
 
Semua pesta2 penting tentu saja diadakan dengan meriah : Kelahiran Ratu
Belanda, festival St Nicholas, Natal, dan Tahun Baru. Setiap malam minggu ada
pemutaran film di bioskop perusahaan, ada pertandingan hoki, sepak bola, tenis
dan golf. Para wanita Belanda pun dengan bantuan suku2 asli yang telah menjadi
pekerja NNGPM punya hobi baru yaitu mengumpulkan anggrek hutan dari berbagai
varietas. Para botanist dan zoologist amatir mulai bermunculan dengan kayanya
flora dan fauna Papua ini. Komunitas ini pun menghasilkan para etnograf amatir
yang meneliti para suku2 Papua di sekitar Babo. Suatu hari, Mr. Wissel, seorang
insinyur NNGPM terbang di atas Punggung Papua (Pegunungan Tengah) Papua dan
menemukan beberapa danau besar di sekitar wilayah Enarotali sekarang. Pantai
danau ini dihuni oleh suku2 Papua yang belum dikenal sama-sekali oleh dunia
luar. Saat Wissel turun dari pesawat, ia disambut sebagai "dewa dari
langit". Kemudian, danau ini sekarang  terkenal sebagai Danau Wissel.
Hubungan baik terbina, beberapa orang suku Papua penghuni pantai danau ini
pernah diterbangkan ke Babo untuk operasi darurat.
 
Begitulah sekelumit sejarah pembukaan wilayah Papua di Kepala Burung. Membuka
semuanya : pengetahuan geologi, membawa minyak ke permukaan (lapangan Klamono,
Mogoi, Wasian, dll.), dan membuka keterpencilan suku-suku Papua. Ini sebuah
contoh bagaimana minyak bisa membuka dunia yang semula "back of
beyond".
 
Teman-teman ex Petromer Trend (kini PetroChina) yang menemukan lapangan2 besar
di Salawati awal tahun 1970-an (misal Walio dan Kasim), BP yang sedang
mengembangkan Tangguh di Berau Bay, dan Genting Kasuri yang mau memulai survey
di wilayah ex Babo, pasti punya cerita tersendiri dan terkini membuka Kepala
Burung ini; saya hanya menceritakan sedikit masa lalunya.
 
Salam,
awang


      

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------


      

Reply via email to