Terima kasih Pak responsenya,

Saya jadi teringat kepada cerita rekan sekantor saya yang sempat hadir di 
kursus nya Pak Ong mengenai regulasi migas (IPA course), dimana dalam satu 
diskusi di dalamnya terbetik topik bahwa sesulit apa pun prosedur hukum / 
perizinan di negara kita, tidak membuat Indonesia kehilangan calon investor 
karena lebarnya ruang "grey area" di sini.

Menyambung cerita di paragraf pertama dengan penjelasan Pak Awang bahwa satu 
perusahaan memerlukan waktu sekitar satu tahun untuk perijinan pemboran, namun 
di lain waktu barangkali perusahaan "ANU" bisa memakan waktu dua tahun, dan PT 
"OK" bisa memakan waktu 4 bulan - dan boleh jadi semuanya sudah melalui 
persetujuan DPR.  Kalau boleh menarik benang merah dari keduanya, apakah "Grey 
area" ini barangkali yang menjadikan Indonesia tetap menarik bagi para calon 
investor?  Namun di sisi lain apakah ini sudah menjadi solusi yang terbaik bagi 
RI saat ini hingga beberapa tahun ke depan lagi ?

Lalu menyambung lagi tentang PP terhadap 13 kumpenis yg mendapat persetujuan 
GoI, apakah masih terbuka kesempatan bagi kumpenis lain untuk menegosiasikan 
kemungkinan mendapat izin penggunaan lahan hutan / taman nasional ini dari GoI 
di kemudian hari?  Jika iya, apakah dimungkinkan apabila MIGAS & BPMIGAS bisa 
bekerja sama dengan DepHut memberikan wacana kepada para investor perihal 
kemungkinan2 ini berikut prosedur2 baku yang diperlukan di dalam proses 
pengajuan wilayah tersebut, yang idealnya dapat diakses di internet ?

Saya berharap mungkin MIGAS & BPMIGAS akan melakukan hal di atas ini walaupun 
belum mengetahui secara pasti berapa kekayaan migas yang ada di bawah taman 
nasional tersebut...atau enggan karena bisa-bisa dicap bikin gara-gara nih sama 
LSM-LSM he..he...  Tapi jangan jangan, calon investor pun maju mundur untuk 
ekplorasi di lahan hutan tersebut karena tidak mengetahui "procedure" baku yang 
bisa ditempuh, atau tepatnya kepada siapa mereka harus menanyakan "procedure" 
tersebut agar bisa memperkirakan berapa lama dan berapa effort yang diperlukan 
untuk melakukan penyelidikan awal / lanjut di suatu lahan hutan tertentu ? 
Economic atau tidak dari segi biaya dan waktu ? Dll.. Dll..

Regards 

-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Thursday, February 05, 2009 1:26 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad
Subject: Re: [iagi-net-l] ISU TUMPANG TINDIH HUTAN LINDUNG & KP TAMBANG 

Pak Kuntadi,
 
Pertanyaan2 Pak Kuntadi terkait dengan definisi, peta kehutanan, dan prosedur 
pengurusan perizinan kegiatan migas di lahan kehutanan menjadi pertanyaan2 saya 
juga. Dalam kegiatan migas, beberapa KKKS banyak terkendala oleh hal ini. 
Terakhir yang masuk ke BPMIGAS adalah izin menggunakan lahan kehutanan untuk 
pemboran sumur2 Nations Rombebai yang memakan waktu sekitar satu tahun. Kawan2 
di KKKS yang banyak menangani masalah ini, termasuk di BP, bila sempat 
berhubungan dengan masalah tumpang tindih kehutanan-lahan pertambangan, saya 
pikir tahu jawaban2 yang tepat atas pertanyaan2 Pak Kuntadi.
 
Penggunaan lahan hutan lindung (dalam berbagai kriteria) akan selalu menjadi 
kepentingan yang bertolak belakang antara keperluan investasi di lahan tersebut 
dengan keperluan melestarikan hutan tersebut. Untuk hal ini memang harus diakui 
suka ada tekanan internasional atau pihak2 lain yang berkepentingan. Satu 
contoh terbaru perbenturan kepentingan itu adalah saat PP No. 2/2008 tentang 
Jenis Pajak dan Tarif Atas Jenis Penerimanan Negara Bukan Pajak Yang Berasal 
Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan 
Kehutanan Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan disahkan pada Februari 2008. 
Banyak kalangan pencinta lingkungan protes keras atas PP ini dan meminta 
dilakukan judicial review serta mencabutnya. Kalangan ini menganggap PP ini 
sebagai landasan legal komersialisasi hutan. Sementara itu, kalangan investor 
baru maupun lama (termasuk 13 perusahaan tambang yang Pak Kuntadi sebutkan) 
menyambut baik PP ini. Hal2 seperti ini akan  selalu terjadi, apalagi untuk 
kawasan2 kehutanan di Papua yang dianggap sebagai the last resort of forest 
area in Indonesia.
 
PP kontroversial itu dikatakan berbagai kalangan sebagai Indonesia jual murah 
hutannya, bahkan lebih murah daripada sepotong pisang goreng Dikatakan murah 
karena PP tersebut mematok tarif hanya Rp 120-300 sebagai kompensasi pengalihan 
fungsi hutan lindung dan hutan produksi per meter per tahun menjadi lahan 
eksplorasi/produksi pertambangan. 
Pemerintah menyatakan bahwa pungutan ini hanya untuk 13 perusahaan yang telah 
beroperasi di lahan hutan lindung sebelum ada ketentuan hutan lindung, tetapi 
pembatasan itu tak ditemukan di PP tersebut, sehingga dikuatirkan banyak 
kalangan hutan lindung akan menjadi lahan komersialisasi investasi. Untuk 
kegiatan migas, biaya kompensasinya Rp 150/m2/tahun di kawasan hutan lindung, 
atau Rp 120/m2/tahun di kawasan hutan produksi. Murah sekali kan ? Sebuah 
organisasi menilai bahwa potensi kerugian yang terjadi akibat PP ini adalah Rp 
70 trilyun/tahun karena kerusakan ekologi.
 
Ketiga belas perusahaan yang sudah ada di lahan hutan lindung itu adalah : 
Freeprt Papua, Karimun Granit Riau, Inco Sulawesi, Indominco Kaltim, Aneka 
Tambang Maluku Utara, Natarang Mining Lampung, Nusa Halmahera Maluku Utara, 
Pelsart Tambang Kencana KalSel, Interex Raya Kaltim-Kalsel, Weda Bay Nickel 
Maluku Utara, Gag Nickel Papua, Sorik Mas Mining SumUt, Aneka Tambang Sulawesi 
Tenggara - semuanya untuk jenis usaha mineral dan batubara, bukan migas.
 
Satu lagi, PIKA - Pusat Informasi Konservasi Alam.
 
salam,
awang


--- On Thu, 2/5/09, Kuntadi, Nugrahanto <kuntadi.nugraha...@se1.bp.com> wrote:

From: Kuntadi, Nugrahanto <kuntadi.nugraha...@se1.bp.com>
Subject: [iagi-net-l] ISU TUMPANG TINDIH HUTAN LINDUNG & KP TAMBANG - Kiamat di 
Babo (was : Papua Petroleum Exploration 1930s)
To: iagi-net@iagi.or.id, geoun...@yahoogroups.com
Date: Thursday, February 5, 2009, 8:51 AM

Pak Awang,

Saya tertarik untuk menggeser topik Kiamat Babo ini kepada isu hutan lindung di 
wilayah Republik Indonesia yang pada paragraf ke-3 di email Bapak terlampir 
tersebut bahwa salah satu kendala tidak tergarapnya Papua dlm usaha2 eksplorasi 
migas adalah karena terhambat oleh tumpang tindih dengan wilayah kehutanan - 
dan sebenarnya juga dengan wilayah KP tambang aktif.

I. KEPASTIAN STATUS TATA-GUNA HUTAN DI BIDANG MIGAS - ADAKAH STANDARD BAKU NYA?
Kata "hutan" di sini ternyata menurut peta-peta yang dikeluarkan oleh Dephut 
tergolong dalam beberapa kategori. Setelah melihat-lihat berbagai peraturan sbb:
- UU RI No.41/1999 Pasal 1 dan 7
- PP RI No.44/2004 Pasal 24
Maka terlihat bahwa banyak sekali kategori hutan terkait dengan izin serta 
larangan pemanfaatannya. Yang membuat praktisi industri lebih bingung lagi 
bahwa pun terdapat banyak tipe / jenis peta yang berjudul beserta penerbitnya:
- Peta Kawasan Konservasi yang dikeluarkan oleh Badan Pemantapan Kawasan Hutan 
Wilayah "X" masing-masing Propinsi.
- Peta Tutupan Hutan Pemerintah RI / Bank Dunia.
- Peta Konservasi PIKA (maaf saya tidak tahu kepanjangannya).

Karena adanya perbedaan peruntukkan suatu kawasan dari beberapa peta dimaksud 
berakibat kepada tidak jelasnya kategori "hutan" spt yang tersebut di dalam UU 
dan PP di atas. Sehingga dikawatirkan hal ini dapat membuat praktisi bingung 
akan kemanakah menanyakan status tata guna hutan guna menunjuang 
rencana-rencana eksplorasi di Republik Indonesia.

II. KEPASTIAN PENYERTAAN KP TAMBANG AKTIF DI DALAM USAHA EKSPLORASI MIGAS - 
ADAKAH KRITERIA BAKU NYA? KARENA KP BEROPERASI DI PERMUKAAN SEDANGKAN MIGAS DI 
BAWAH PERMUKAAN.
Selain isu "hutan", maka tumpang tindih dengan wilayah KP yang masih aktif pun 
menjadi kendala di dalam usaha-usaha eksplorasi baik itu migas maupun CBM. 
Sehingga isu ini pun menambah daftar panjang ketidak-pastian status hukum bagi 
para investor yang ingin melakukan usaha eksplorasi.

III. IJIN MELAKUKAN EKSPLORASI TUMPANG TINDIH - KEMANAKAH MENGAWALINYA?
Di dalam peraturan undang-undang serta pasal lainnya menyebutkan kemungkinan 
akan dirubahnya status tata guna hutan lindung.  Namun antara satu UU/PP dengan 
UU/PP lainnya menyebutkan terlalu banyak pihak yang "terkait" spt:
- UU RI 45/2004 Pasal 14 mengisyaratkan harus seizin pejabat berwenang.
Yang menjadi pertanyaan, siapakah pejabat yang berwenang ini?
- UU RI 41/1999 Pasal 19 disebutkan ijin perubahan ditetapkan oleh Pemerintah 
dan disetujui oleh DPR.
- UU RI 41/1999 Pasal 38 dan 50, bahwa izin pinjam pakai dan survey umum bahan 
tambang di wilayah hutan harus seizin Menteri dan disetujui oleh DPR.
- UU RI 41/1999 Pasal 66, bahwa Pemerintah pusat menyerahkan "sebagian"
kewenangan kepada Pemda di dalam tata guna hutan.
- KEPPRES RI No. 41/2004 tentang penetapan PERIZINAN ATAU PERJANJIAN DI BIDANG 
PERTAMBANGAN YANG BERADA DI KAWASAN HUTAN.
1.Menetapkan 13 (tiga belas) izin atau perjanjian di bidang pertambangan yang 
telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang 
Kehutanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Presiden ini, untuk 
melanjutkan kegiatannya di kawasan hutan sampai berakhirnya izin atau 
perjanjian dimaksud.
2.Pelaksanaan usaha bagi 13 (tiga belas) perizinan atau perjanjian di bidang 
pertambangan di kawasan hutan lindung didasarkan pada izin pinjam pakai yang 
ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
Pertanyaannya, siapakah 13 perizinan di bidang pertambangan yang dimaksud ya 
teman2? Ada yang bisa kasih clue, manatahu ada rekan iaginet yang menjadi 
pegawai di salah satu dari 13 perusahaan itu?

Demikian sekilas kebingungan saya perihal banyaknya UU/PP yang coba saya 
kaitkan dengan pernyataan Pak Awang mengenai kurang tergarapnya banyak lahan 
darat tertutup hutan oleh usaha-usaha eksplorasi migas / tambang mineral.  Apa 
yang membedakan hutan di PNG dan hutan di Republik kita sehingga mereka bebas 
melakukan eksplorasi, sedangkan kita tidak.
Apakah BANK DUNIA turut berperan di dalam mengkebiri peraturan pemerintah kita?

Wallahu'alam,
Kuntadi

----- Original Message -----
From: "Awang Satyana" <awangsaty...@yahoo.com>
To: "sigit prabowo" <sigit_p...@yahoo.com>
Cc: "IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>; "Geo Unpad"
<geo_un...@yahoogroups.com>; "Forum HAGI"
<fo...@hagi.or.id>;
"Eksplorasi BPMIGAS" 
<eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, February 04, 2009 2:24 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum Exploration
1930s)


Sigit,

NNGPM hanya beroperasi di wilayah Papua, tak di PNG sebab wilayah PNG sejak 
zaman Belanda di Indonesia sudah dikontrol oleh Inggris.

PNG tak punya wilayah seperti Kepala Burung Papua yang kaya minyak dan gas. 
Lapangan minyak Walio yang ditemukan tahun 1973 sempat merupakan lapangan 
minyak dengan perangkap reefal carbonate terbesar di Asia Tenggara (Longman, 
1993). Kompleks lapangan Tangguh, kita tahu adalah
lapangan2 gas raksasa. 
Tetapi kekayaan hidrokarbon PNG terletak di punggung dan paparannya.

Punggung Papua dan bagian selatannya (Asmat-Merauke) relatif tak tergarap sebab 
berbagai hambatan, terutama tumpang tindih dengan wilayah kehutanan (Punggung 
Papua) dan akses yang jauh (Asmat-Merauke platform).
Wilayah yang sama di PNG (punggung yang fold-thrust belt dan paparannya yang 
foreland) sudah terbukti sebagai wilayah yang kaya akan minyak dan gas.

Berikut sedikit petikan dari paper saya dkk. di IPA 2008 (Satyana et al.,
2008 : Collision and post-collision tectonics in Indonesia : roles for basin 
formation and petroleum systems) tentang petroleum status punggung Papua-PNG. 
Punggung Papua dan PNG adalah collision belt.

There has been very little exploration in the Irian Jaya thrust fold belt to 
date although some petroleum blocks have existed in the area since
1971 (Figure 8a). This is in contrast to its counterpart in the Papuan fold 
belt of Papua New Guinea with the producing fields of Moran, Agogo, Kutubu, 
Hedinia/Iagifu, and Hides. A total of nine wells have been drilled in the Irian 
Jaya Central Range. Two of which resulted in non-commercial oil discoveries in 
the Irian Jaya foldbelt and foreland.
Cross Catalina-1 identified a 51m oil column in the Woniwogi Formation, but it 
had low effective porosity of 8%, as a result of extensive silicafication of 
the reservoir. Kau-2, near the PNG border, saw oil flow
(47 API) at 55 BOPD plus minor gas from the Tithonian (latest Jurassic) 
sandstones. Oil was recorded in the Digul-1, Kariem-1 and Kau-1 wells in the 
eastern Irian Jaya fold belt.

Statistik terakhir menunjukkan bahwa 3,1 BBO telah ditemukan di foldbelt PNG 
dan 320 MMBO telah ditemukan di foreland PNG. Hal yang sama tak mustahil bisa 
ditemukan di foldbelt dan foreland Papua.

Tentang mineralisasi, tentu saja Pemerintah Belanda maupun para pencari mineral 
independent telah masuk ke Papua sejak dulu, termasuk Dozy dan Lorentz yang 
menemukan Ertsberg alias Gunung Bijih (Freeport sekarang).
Juga Dienst van Het Mijnwezen (Dinas Pertambangan Belanda) telah sejak lama 
mengirimkan geologist2nya untuk menyelidiki mineral2 berharga Papua sejak dulu, 
bahkan untuk area yang lebih luas daripada cakupan penyelidikan NNGPM.

Dapat dibilang bahwa laporan-laporan geologi dan pertambangan yang saya lihat 
di Kanwil Pertambangan Jayapura pada Juni 1988 itu (lihat cerita saya pertama 
tentang Papua exploration 1930's), 3/4-nya adalah tentang mineralisasi. Cakupan 
laporan : seluruh Papua dan pulau2 sekitarnya (Batanta, Waigeo, Kofiau, dll.) 
untuk eksplorasi emas, perak, nikel, dll.

salam,
awang

--- On Wed, 2/4/09, sigit prabowo <sigit_p...@yahoo.com> wrote:

From: sigit prabowo <sigit_p...@yahoo.com>
Subject: Re: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum Exploration
1930s)
To: iagi-net@iagi.or.id, "awang satyana"
<awangsaty...@yahoo.com>
Date: Wednesday, February 4, 2009, 10:32 AM






Pak Awang YTH.,

Seiring dengan explorasi hydrocarbon di Papua oleh NNGPM, apakah NNGPM juga 
melakukan explorasi di Papua New Guinea, dan juga menemukan oil discovery...?

Kalo NNGPM melakukan explorasi minyak bumi di Papua, bagaimana dengan explorasi 
tambang ya pak, seperti tembaga, emas, dsb..,... apakah dilakukan oleh 
Geologist2 dari Belanda juga, mengingat kalo gak salah Van Bemmelen

juga pernah menulis tentang petensi SDA selain minyak bumi di Indonesia...

Mohon pencerahan nya pak...

Terimakasih

Best Regards
Sigit Ari Prabowo




From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id>; 
Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Monday, February 2, 2009 8:29:50 AM
Subject: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum Exploration
1930s)

Edo, sebenarnya yang menanam ranjau darat (land-mines) di sekitar Babo itu 
bukan Jepang, tetapi karyawan NNGPM sendiri dalam rangka bersiap menyambut 
kedatangan Jepang yang mungkin akan menduduki Babo, sebagaimana dilakukan 
Jepang di lapangan-lapangan minyak lain di Indonesia saat pecah Perang Pasifik 
Desember 1941.

Menyambung cerita saya tentang awal eksplorasi Papua 1930s, berikut lanjutannya.
Bila cerita kemarin mengisahkan awal peradaban di Babo, maka cerita berikut 
mengisahkan akhir peradaban di Babo.

"Kiamat di Babo" mungkin sebuah judul yang berlebihan, tetapi begitulah mungkin 
perasaan para karyawan NNGPM dan keluarganya saat bom-bom mulai berjatuhan dari 
langit oleh pesawat2 tempur Jepang saat mulai pecah Perang Pasifik Desember 
1941.

Kegembiraan masyarakat Belanda dan para karyawan NNGPM di tempat terpencil Babo 
di ujung Teluk Berau, Kepala Burung, tidak berlangsung lama, hanya sekitar 
setahun, setelah penerbangan umum ke Babo dibuka Belanda pada tahun 1940. Dua 
bulan dari Desember 1941 sampai awal Februari 1942 semuanya adalah penderitaan, 
tak ada lagi kegembiraan, tak ada lagi pesta-pesta, tak ada

lagi nonton bioskop bersama (lihat cerita saya di bawah). Bahkan, mereka

harus "merayakan" malam tahun baru 1942 sambil bertiarap di rawa-rawa Teluk 
Berau berteman nyamuk2 rawa, sambil ketakutan dimangsa buaya muara Berau.

9 Desember 1941, sebuah sumur tengah dibor di Lapangan Jeflio, Cekungan 
Salawati. Malam itu, sumur mencapai kedalaman 6275 kaki. Para geologist Belanda 
memperkirakan pada kedalaman 7000 kaki akan dijumpai lapisan batugamping Miosen 
yang telah terkenal produktif di daerah itu (inilah Formasi Kais). Tetapi, 
malam itu juga sumur diperintahkan untuk ditinggalkan sebab genderang Perang 
Pasifik telah bertalu dengan pemboman Pearl Harbour di Hawaii oleh Jepang. 
Ketakutan karyawan NNGPM di Jeflio beralasan sebab tentara Jepang telah 
menyerang Sorong, kota terdekat.

Markas Besar Belanda di Batavia telah memerintahkan Babo untuk mengevakuasi 
semua perempuan dan anak2 Eropa sesegera mungkin ke Jawa.. Maka pada tanggal
17-26 Desember 1941 rombongan pesawat2 KNILM tiba di Babo kemudian segera 
berangkat membawa para perempuan dan anak2 berkulit putih. Pesawat2 itu lenyap 
di balik awan di atas Kepala Burung, meninggalkan para suami dan ayah yang 
melambaikan tangan dengan berat hati. Akankah mereka saling berjumpa lagi ? 
Sebagian besar tidak...

Para karyawan NNGPM yang semula membawa alat las, tang besar, pipa,dll. 
tiba-tiba dipersenjatai bedil double-barreled, milisi garnisun segera 
terbentuk, sekitar 40 orang kulit putih ada di milisi itu. Garnisun ini 
dibentuk untuk tindakan persiapan siapa tahu Jepang mendarat di Babo.
Babo
cukup terpencil tempatnya, sehingga tak segera menjadi sasaran Jepang setelah 
Sorong jatuh.

Kemudian, rencana tindakan perusakan sendiri atas fasilitas2 perminyakan pun 
dibuat. Ini selalu dilakukan di lapangan-lapangan minyak Belanda di seluruh 
Indonesia saat Jepang menyerang. Mengapa dirusak ? Sebab, Jepang memerlukan 
bahan bakar untuk perang. Bila fasilitas perminyakan dirusak, maka Jepang akan 
sulit mendapatkan bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin perangnya.

Segera setelah Jepang menyerang Pearl Harbour, telah diputuskan bahwa seluruh 
material berharga dari berbagai lapangan dan pelabuhan kecil di seluruh Kepala 
Burung dikumpulkan di Babo. Bila waktu mendesak, barang-barang berharga itu 
dapat segera diungsikan ke Jawa dari Babo menggunakan pesawat, atau kalau waktu 
begitu mendesak, maka sekalian barang itu dapat segera dihancurkan. Daftar 
barang2 berharga ini antara lain : 
mesin bermotor, dinamo, boiler, steam engine, juga alat2 berat seperti traktor 
dan buldozer. Peralatan bengkel dan gudang juga masuk dalam daftar
barang2 siap dievakuasi atau dihancurkan. Beberapa peralatan berat 
disembunyikan di hutan sekitar Babo sambil berharap Jepang tak akan 
menemukannya. Stasiun radio pun mulai dihancurkan satu per satu, kecuali

satu yang terbesar dipertahankan untuk berhubungan dengan Batavia atau Ambon.

Sementara itu, 200 tentara dari Batavia, terdiri atas orang2 Indonesia, 
dipimpin Kapten van Muyen dan dua sersan Belanda mendarat di Babo pada Januari 
1942. Pasukan ini membawa banyak ranjau. Dan ranjau pun ditanam di bawah 
mesin-mesin berat yang tak akan dievakuasi, juga ditanam di beberapa tempat 
yang diperkirakan akan dilalui tentara Jepang saat mendarat di Babo.

Sementara itu, Jepang yang sudah menduduki Sorong, melakukan patroli rutin 
sepanjang Selat Sele (teman2 PetroChina tentu rutin melalui selat ini saat 
mereka dari Sorong akan ke KMT -Kasim marine terminal -stasiun pengumpul

minyak2 Salawati; saya rutin melalui selat teduh ini saat ke lapangan di

Pulau Salawati pada 1997-2000). Dermaga Kasim saat Jepang melakukan patroli 
telah termasuk yang dihancurkan.

Pada minggu-minggu pertama setelah pecah Perang Pasifik, Jepang tak menunjukkan 
ketertarikan kepada Babo, sehingga evakuasi ke Jawa bisa dilakukan beberapa 
kali. Tetapi, setelah hampir sebulan berlalu; tiba-tiba karyawan NNGPM yang 
tengah melakukan perusakan fasilitasnya sendiri dikejutkan dengan kedatangan 
sembilan pesawat bomber Jepang dari sebelah

utara yang tanpa ampun menjatuhkan bom-bom. "Kiamat di Babo" mulai terjadi.

H.W. Minekus, seorang karyawan NNGPM menulis dalam sebuah laporan, "Kebanyakan 
dari kami lari dan menjatuhkan diri di parit-parit pinggir jalan.
Kemudian
pesawat2 Jepang datang kembali, Kami makin melekatkan diri dengan tanah parit 
sambil gemetaran. Tetapi saat itu tak ada bunyi bom, mungkin mereka sudah 
kehabisan amunisi. Bomber2 itu pergi ke arah mereka datang."

Serangan bom ini telah mengejutkan para pegawai NNGPM dari suku asli.
Mereka
segera lari ke hutan dari mana mereka berasal dan tak pernah keluar lagi. 
Sementara itu, kuli-kuli bukan suku Papua juga lari ke hutan, tetapi beberapa 
hari kemudian mereka kembali ke Babo karena kelaparan.

Membalas serangan Jepang, Belanda bekerja sama dengan Tentara Sekutu 
mendatangkan pesawat2 bomber dari Australia. Karyawan NNGPM menyambut gembira 
kedatangan pesawat2 ini. Untuk sementara waktu,serangan Jepang dari utara tak 
muncul lagi. Akhir Januari 1942, pesawat2 ini kembali ke pangkalannya di 
Australia.

Pada saat yang bersamaan, Jepang berhasil merebut lapangan-lapangan minyak di 
Bunyu, Tarakan, dan Miri-Sarawak. Ini membuat Batavia memutuskan agar

NNGPM merusak semua fasilitas perminyakan dan segera melakukan evakuasi.

25 Januari 1942 pukul 02.00, datang perintah dari komando militer di Belanda 
agar semua fasilitas perminyakan yang telah dikumpulkan di Babo dihancurkan. 
Ketika hari masih gelap, pekerjaan penghancuran dimulai. Lapangan terbang 
dihancurkan menggunakan ranjau-darat. Berdrum-drum minyak ditumpahkan dan 
kebakaran besar menghancurkan banyak fasilitas. Tangki-tangki air diledakkan. 
Mesin-mesin dirusak menggunakan palu godam. Banyak barang dibuang ke sungai, 
termasuk alat-alat berat seperti buldozer dan lori-lori. 
Lubuk sungai sedalam 36 kaki di Kasira dan Kaitero cocok untuk pembuangan
barang2 ini. Laporan-laporan geologi, laporan sumur, contoh2 batuan dan banyak 
dokumen dibakar di belakang gedung kantor sebelum gedungnya pun dibakar. Yang 
tidak dirusak hanyalah stasiun pembangkit listrik, yang akan disisakan sampai 
evakuasi dimulai. Tanggal 1 Februari Ambon jatuh, evakuasi harus segera dimulai.

Awal Februari 1942, lenyaplah semua peradaban perminyakan di Babo, tak sampai 
sepuluh tahun berjalan sejak dimulai pada pertengahan 1930-an.

Evakuasi semua pekerja dan keluarganya yang masih tertinggal dimulai. 
Evakuasi akan dilakukan ke Dobo di Kepulauan Aru, bukan ke Jawa karena kuatir 
Jepang akan menyerang Jawa, pusat pemerintahan Belanda di Hindia Belanda. 
Keputusan tepat sebab Jepang menyerang Jawa dan menjatuhkannya pada Maret 1942. 
Evakuasi karyawan di Babo dilakukan dari Sungai Kaitero melalui Taniba. Setelah 
melintasi hutan rawa dan hutan perbukitan Taniba, rombongan tiba di Teluk 
Arguni. Di teluk ini, dua kapal NNGPM menunggu : Soedoe dan Minjak Tanah. Kedua 
kapal ini membawa rombongan ke Dobo, Kepulauan Aru.

Minekus, karyawan NNGPM menceritakan evakuasi ini, "Kami merasa susah mesti 
melalui sungai-sungai kecil berawa-rawa berlumpur coklat. Sebuah perjalanan 
yang sangat menyiksa melalui daerah tak berpenduduk yang hanya dihuni 
bakau-bakau yang tinggi. Tanda-tanda kehidupan hanyalah suitan burung kakatua 
putih di atas kami. Kami juga mesti berjalan cepat sebelum pasang naik 
menyergap. Ketika kami sampai di perbukitan, pemandangan lumayan indah, tetapi 
di sepanjang perjalanan kami melihat kampung2 suku Papua yang sudah 
ditinggalkan."

Demikianlah sekelumit kisah berakhirnya peradaban perminyakan di Babo yang 
disusun berdasarkan laporan-laporan Belanda NNGPM.

Minyak membuka dan menutup peradaban di Babo. Semoga tak terulang lagi.

Salam,
awang

--- On Fri, 1/30/09, Edward, Syafron <edward.syaf...@se1.bp.com> wrote:

From: Edward, Syafron <edward.syaf...@se1.bp.com>
Subject: RE: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Friday, January 30, 2009, 1:37 PM

Cerita yang sangat menarik dan inspiratif dari pak Awang.
Kelihatannya memang Babo telah menjadi primadona bagi Industri Petroleum

sejak
dulu, sekarangpun BP menjadikan Babo sebagai Bandara penghubung dari Biak ke 
LNG Tangguh.
Kalau masalah lapangan Golf di Babo, saya baru dengar sekarang, mungkin sudah 
dihancurkan oleh Jepang waktu menduduki Babo dulu, karena ketika BP me-renovasi 
Bandara Babo, memang banyak ditemukan Ranjau-ranjau Jepang dan juga sisa-sisa 
pesawat tempur Jepang yang menandakan bahwa Jepang juga menjadikan Babo sebagai 
basenya waktu itu.

Salam
edo

-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com]
Sent: Friday, January 30, 2009 12:10 PM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari kuliah, 
saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih laporan 
Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan emas asal 
Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli beberapa 
geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu hanya 
saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya pun 
menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di wilayah 
Papua.

Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. 
Ongkos
fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20).
Koran
Kompas
datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu sekali.
Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di sini. 
Di
kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar.
Satu
restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar tikar
1x1
meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu, hotel 
tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai kantor), 
mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas (jenis 
lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka 
bergelimpangan di pinggir jalan - pulas tertidur. Di ujung jalan, saya melihat 
dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan botol 
sambil berteriak "Kubunuh kau...!".
Hm..masih mabuk rupanya. -demikian sepenggal paragraf buku harian saya.

Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya ingin 
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari
tulisan2
saya..

---------------
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk 
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama,

yang
sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir 
yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.

Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum
Maatschappij)
mulai
mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop - Bird's Head, alias Kepala
Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta 
yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim 
besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai 
melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai 
pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan 
pemetaan di area

yang
sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang.
Pesawat
amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan
ini. 
Para
pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut
dan
berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara 
celah-celah
tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian
12.000 
kaki,
beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal
-semacam
reconnaissance survey.

Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. 
Torehan
banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan
geologi
wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak 
wilayah
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua 
sendiri
kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih
merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara 
Inggris
di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar 
musuhnya
melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi
Papua
memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam
hutan 
yang
sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset,
radio,
kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi 
harus di
atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai

para
buaya. Detasemen militer tentu selalu berjaga mengawal para geologists
dan
kru-nya ini, maklum mereka berada di wilayah yang alam dan penduduknya 
dinilai
tidak ramah.

Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa
wilayah
telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama
telah 
dibor
: Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai 
meramaikan
bagian barat Papua, perahu2 kecil yang pada awalnya kecil telah menjadi
kapal-kapal besar bermotor dengan nama : Jan Carstenz, Soedoe, Moeara, 
Boelian,
Minjak Tanah, dan Casuaris. Desa Papua Babo, di sebuah pulau delta kecil
Sianiri Besar, tetap dipilih sebagai base. Ini karena posisinya yang
berada 
di
tengah di antara wilayah eksplorasi NNGPM. Sungai di depannya, Sungai 
Kasira,
juga cukup dalam untuk kapal-kapal besar berlabuh. Meskipun deltanya
tentu 
saja
berawa-rawa, tetapi Babo base terletak diatas bukit berkerikil setinggi
30 
kaki
dan masih aman dari pasang naik di sekitarnya. Di bukit ini kantor NNGPM
dibangun, juga pemukiman para pekerjanya. Dan di sekitar Babo ada ruang
luas
yang telah dibuka tempat dibangun aerodrom, hanggar, perbengkelan, rumah

sakit,
lapangan golf, dan bioskop (bayangkan di tepi hutan Papua yang
terpencil, 
pada
tahun 1930-an telah ada lapangan golf).

Suku2 Papua pun mulai mau bekerja sama dengan para pendatang ini. 
Sebelumnya,
mereka jarang melihat para pendatang berkulit putih, kecuali para
pemburu 
burung
cenderawasih atau para pedagang Cina. Orang2 Papua ini diperkerjakan
NNGPM 
untuk
membongkar muat barang-barang dari kapal2 yang berlabuh di depan Babo
dan
menarik batang2 pohon dari sekitar hutan Babo untuk membangun perumahan.

Bahkan,
mereka juga mau berbulan-bulan meninggalkan kampung2nya membantu NNGPM 
membuka
hutan. Mereka bekerja untuk "Tuan Merah", begitu mereka memanggil
tuan-tuan Belanda ini (mungkin karena muka Belanda ini merah bila 
kepanasan).
Dari suku pemburu menjadi suku pekerja, tentu sebuah perubahan budaya
yang 
besar
buat mereka. Diceritakan bahwa suku-suku Papua ahli menggunakan tombak, 
busur
dan anak panah. Keahlian ini telah menjadi rezeki untuk seluruh kru
sebab 
mereka
bisa dengan mudah makan daging segar kanguru, babi, dan merpati hutan. 
Mereka
meninggalkan kewajiban mengolah sagu kepada para perempuan di sukunya. 
Sebelum
kedatangan NNGPM, suku2 Papua ini masih menggunakan cangkang kerang
sebagai 
alat
pembayaran, kini mereka mempunyai uang Belanda sebagai upah mereka
bekerja. 
Dan
saat mereka membawa uang Belanda ke toko-toko yang baru dibuka, mereka 
begitu
takjub bisa mendapatkan barang2 yang semula tak mereka lihat. Dan,
standar 
hidup
suku Papua pun meningkat dengan cepat. Mereka mengalami revolusi budaya 
dalam
beberapa tahun saja, jauh lebih cepat daripada lebih dari 1000 tahun
sejak 
nenek
moyangnya mulai mendiami wilayah ini.

Para pekerja Eropa NNGPM pun yang semula hanya laki-laki saja mulai
membawa
kaum perempuannya ke Babo. Maka komunitas seperti di kota besar pun
mulai
tumbuh, laki-laki perempuan bercampur baur. Bila ada kelahiran anak,
maka
bendera di kantor NNGPM dinaikkan, bila ada anak kembar lahir; maka dua 
bendera
NNGPM akan dikibarkan. Rute2 penerbangan keluarga mulai ada, sekaligus 
membawa
semua keperluan untuk komunitas. Inilah cikal bakal penerbangan ke
Papua. 
Pada
tahun 1940, diresmikan layanan terbang ke wilayah ini "Groote Oost
Luchtvaart" (Great East Flight) oleh KNILM (Koninklijke Nederlandsch
Indische Luchtvaart Maatschappij) yang punya airport di Babo.

Semua pesta2 penting tentu saja diadakan dengan meriah : Kelahiran Ratu
Belanda, festival St Nicholas, Natal, dan Tahun Baru. Setiap malam
minggu 
ada
pemutaran film di bioskop perusahaan, ada pertandingan hoki, sepak bola,

tenis
dan golf. Para wanita Belanda pun dengan bantuan suku2 asli yang telah 
menjadi
pekerja NNGPM punya hobi baru yaitu mengumpulkan anggrek hutan dari
berbagai
varietas. Para botanist dan zoologist amatir mulai bermunculan dengan 
kayanya
flora dan fauna Papua ini. Komunitas ini pun menghasilkan para etnograf 
amatir
yang meneliti para suku2 Papua di sekitar Babo. Suatu hari, Mr. Wissel, 
seorang
insinyur NNGPM terbang di atas Punggung Papua (Pegunungan Tengah) Papua
dan
menemukan beberapa danau besar di sekitar wilayah Enarotali sekarang.
Pantai
danau ini dihuni oleh suku2 Papua yang belum dikenal sama-sekali oleh
dunia
luar. Saat Wissel turun dari pesawat, ia disambut sebagai "dewa dari
langit". Kemudian, danau ini sekarang terkenal sebagai Danau Wissel.
Hubungan baik terbina, beberapa orang suku Papua penghuni pantai danau
ini
pernah diterbangkan ke Babo untuk operasi darurat.

Begitulah sekelumit sejarah pembukaan wilayah Papua di Kepala Burung. 
Membuka
semuanya : pengetahuan geologi, membawa minyak ke permukaan (lapangan 
Klamono,
Mogoi, Wasian, dll.), dan membuka keterpencilan suku-suku Papua. Ini
sebuah
contoh bagaimana minyak bisa membuka dunia yang semula "back of
beyond".

Teman-teman ex Petromer Trend (kini PetroChina) yang menemukan lapangan2

besar
di Salawati awal tahun 1970-an (misal Walio dan Kasim), BP yang sedang
mengembangkan Tangguh di Berau Bay, dan Genting Kasuri yang mau memulai 
survey
di wilayah ex Babo, pasti punya cerita tersendiri dan terkini membuka
Kepala
Burung ini; saya hanya menceritakan sedikit masa lalunya.

Salam,
awang




------------------------------------------------------------------------
--------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
------------------------------------------------------------------------
--------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
------------------------------------------------------------------------
-----
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted 
on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall
IAGI 
and
its members be liable for any, including but not limited to direct or 
indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use,
data 
or
profits, arising out of or in connection with the use of any information

posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------













__________ NOD32 3823 (20090203) Information __________

This message was checked by NOD32 antivirus system.
http://www.eset.com


------------------------------------------------------------------------
--------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
------------------------------------------------------------------------
--------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
------------------------------------------------------------------------
-----
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no
event shall IAGI and its members be liable for any, including but not
limited to direct or indirect damages, or damages of any kind
whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of
or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing
list.
---------------------------------------------------------------------


--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------




      

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke