Pak Kuntadi,
 
Pertanyaan2 Pak Kuntadi terkait dengan definisi, peta kehutanan, dan prosedur 
pengurusan perizinan kegiatan migas di lahan kehutanan menjadi pertanyaan2 saya 
juga. Dalam kegiatan migas, beberapa KKKS banyak terkendala oleh hal ini. 
Terakhir yang masuk ke BPMIGAS adalah izin menggunakan lahan kehutanan untuk 
pemboran sumur2 Nations Rombebai yang memakan waktu sekitar satu tahun. Kawan2 
di KKKS yang banyak menangani masalah ini, termasuk di BP, bila sempat 
berhubungan dengan masalah tumpang tindih kehutanan-lahan pertambangan, saya 
pikir tahu jawaban2 yang tepat atas pertanyaan2 Pak Kuntadi.
 
Penggunaan lahan hutan lindung (dalam berbagai kriteria) akan selalu menjadi 
kepentingan yang bertolak belakang antara keperluan investasi di lahan tersebut 
dengan keperluan melestarikan hutan tersebut. Untuk hal ini memang harus diakui 
suka ada tekanan internasional atau pihak2 lain yang berkepentingan. Satu 
contoh terbaru perbenturan kepentingan itu adalah saat PP No. 2/2008 tentang 
Jenis Pajak dan Tarif Atas Jenis Penerimanan Negara Bukan Pajak Yang Berasal 
Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan 
Kehutanan Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan disahkan pada Februari 2008. 
Banyak kalangan pencinta lingkungan protes keras atas PP ini dan meminta 
dilakukan judicial review serta mencabutnya. Kalangan ini menganggap PP ini 
sebagai landasan legal komersialisasi hutan. Sementara itu, kalangan investor 
baru maupun lama (termasuk 13 perusahaan tambang yang Pak Kuntadi sebutkan) 
menyambut baik PP ini. Hal2 seperti ini akan
 selalu terjadi, apalagi untuk kawasan2 kehutanan di Papua yang dianggap 
sebagai the last resort of forest area in Indonesia.
 
PP kontroversial itu dikatakan berbagai kalangan sebagai Indonesia jual murah 
hutannya, bahkan lebih murah daripada sepotong pisang goreng Dikatakan murah 
karena PP tersebut mematok tarif hanya Rp 120-300 sebagai kompensasi pengalihan 
fungsi hutan lindung dan hutan produksi per meter per tahun menjadi lahan 
eksplorasi/produksi pertambangan. 
Pemerintah menyatakan bahwa pungutan ini hanya untuk 13 perusahaan yang telah 
beroperasi di lahan hutan lindung sebelum ada ketentuan hutan lindung, tetapi 
pembatasan itu tak ditemukan di PP tersebut, sehingga dikuatirkan banyak 
kalangan hutan lindung akan menjadi lahan komersialisasi investasi. Untuk 
kegiatan migas, biaya kompensasinya Rp 150/m2/tahun di kawasan hutan lindung, 
atau Rp 120/m2/tahun di kawasan hutan produksi. Murah sekali kan ? Sebuah 
organisasi menilai bahwa potensi kerugian yang terjadi akibat PP ini adalah Rp 
70 trilyun/tahun karena kerusakan ekologi.
 
Ketiga belas perusahaan yang sudah ada di lahan hutan lindung itu adalah : 
Freeprt Papua, Karimun Granit Riau, Inco Sulawesi, Indominco Kaltim, Aneka 
Tambang Maluku Utara, Natarang Mining Lampung, Nusa Halmahera Maluku Utara, 
Pelsart Tambang Kencana KalSel, Interex Raya Kaltim-Kalsel, Weda Bay Nickel 
Maluku Utara, Gag Nickel Papua, Sorik Mas Mining SumUt, Aneka Tambang Sulawesi 
Tenggara - semuanya untuk jenis usaha mineral dan batubara, bukan migas.
 
Satu lagi, PIKA - Pusat Informasi Konservasi Alam.
 
salam,
awang


--- On Thu, 2/5/09, Kuntadi, Nugrahanto <kuntadi.nugraha...@se1.bp.com> wrote:

From: Kuntadi, Nugrahanto <kuntadi.nugraha...@se1.bp.com>
Subject: [iagi-net-l] ISU TUMPANG TINDIH HUTAN LINDUNG & KP TAMBANG - Kiamat di 
Babo (was : Papua Petroleum Exploration 1930s)
To: iagi-net@iagi.or.id, geoun...@yahoogroups.com
Date: Thursday, February 5, 2009, 8:51 AM

Pak Awang,

Saya tertarik untuk menggeser topik Kiamat Babo ini kepada isu hutan
lindung di wilayah Republik Indonesia yang pada paragraf ke-3 di email
Bapak terlampir tersebut bahwa salah satu kendala tidak tergarapnya
Papua dlm usaha2 eksplorasi migas adalah karena terhambat oleh tumpang
tindih dengan wilayah kehutanan - dan sebenarnya juga dengan wilayah KP
tambang aktif.

I. KEPASTIAN STATUS TATA-GUNA HUTAN DI BIDANG MIGAS - ADAKAH STANDARD
BAKU NYA?
Kata "hutan" di sini ternyata menurut peta-peta yang dikeluarkan oleh
Dephut tergolong dalam beberapa kategori. Setelah melihat-lihat berbagai
peraturan sbb:
- UU RI No.41/1999 Pasal 1 dan 7
- PP RI No.44/2004 Pasal 24
Maka terlihat bahwa banyak sekali kategori hutan terkait dengan izin
serta larangan pemanfaatannya. Yang membuat praktisi industri lebih
bingung lagi bahwa pun terdapat banyak tipe / jenis peta yang berjudul
beserta penerbitnya:
- Peta Kawasan Konservasi yang dikeluarkan oleh Badan Pemantapan Kawasan
Hutan Wilayah "X" masing-masing Propinsi.
- Peta Tutupan Hutan Pemerintah RI / Bank Dunia.
- Peta Konservasi PIKA (maaf saya tidak tahu kepanjangannya).

Karena adanya perbedaan peruntukkan suatu kawasan dari beberapa peta
dimaksud berakibat kepada tidak jelasnya kategori "hutan" spt yang
tersebut di dalam UU dan PP di atas. Sehingga dikawatirkan hal ini dapat
membuat praktisi bingung akan kemanakah menanyakan status tata guna
hutan guna menunjuang rencana-rencana eksplorasi di Republik Indonesia.

II. KEPASTIAN PENYERTAAN KP TAMBANG AKTIF DI DALAM USAHA EKSPLORASI
MIGAS - ADAKAH KRITERIA BAKU NYA? KARENA KP BEROPERASI DI PERMUKAAN
SEDANGKAN MIGAS DI BAWAH PERMUKAAN.
Selain isu "hutan", maka tumpang tindih dengan wilayah KP yang masih
aktif pun menjadi kendala di dalam usaha-usaha eksplorasi baik itu migas
maupun CBM. Sehingga isu ini pun menambah daftar panjang ketidak-pastian
status hukum bagi para investor yang ingin melakukan usaha eksplorasi.

III. IJIN MELAKUKAN EKSPLORASI TUMPANG TINDIH - KEMANAKAH MENGAWALINYA?
Di dalam peraturan undang-undang serta pasal lainnya menyebutkan
kemungkinan akan dirubahnya status tata guna hutan lindung.  Namun
antara satu UU/PP dengan UU/PP lainnya menyebutkan terlalu banyak pihak
yang "terkait" spt:
- UU RI 45/2004 Pasal 14 mengisyaratkan harus seizin pejabat berwenang.
Yang menjadi pertanyaan, siapakah pejabat yang berwenang ini?
- UU RI 41/1999 Pasal 19 disebutkan ijin perubahan ditetapkan oleh
Pemerintah dan disetujui oleh DPR.
- UU RI 41/1999 Pasal 38 dan 50, bahwa izin pinjam pakai dan survey umum
bahan tambang di wilayah hutan harus seizin Menteri dan disetujui oleh
DPR.
- UU RI 41/1999 Pasal 66, bahwa Pemerintah pusat menyerahkan
"sebagian"
kewenangan kepada Pemda di dalam tata guna hutan.
- KEPPRES RI No. 41/2004 tentang penetapan PERIZINAN ATAU PERJANJIAN DI
BIDANG PERTAMBANGAN YANG BERADA DI KAWASAN HUTAN.
1.Menetapkan 13 (tiga belas) izin atau perjanjian di bidang pertambangan
yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan
Presiden ini, untuk melanjutkan kegiatannya di kawasan hutan sampai
berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud.
2.Pelaksanaan usaha bagi 13 (tiga belas) perizinan atau perjanjian di
bidang pertambangan di kawasan hutan lindung didasarkan pada izin pinjam
pakai yang ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
Pertanyaannya, siapakah 13 perizinan di bidang pertambangan yang
dimaksud ya teman2? Ada yang bisa kasih clue, manatahu ada rekan iaginet
yang menjadi pegawai di salah satu dari 13 perusahaan itu?

Demikian sekilas kebingungan saya perihal banyaknya UU/PP yang coba saya
kaitkan dengan pernyataan Pak Awang mengenai kurang tergarapnya banyak
lahan darat tertutup hutan oleh usaha-usaha eksplorasi migas / tambang
mineral.  Apa yang membedakan hutan di PNG dan hutan di Republik kita
sehingga mereka bebas melakukan eksplorasi, sedangkan kita tidak.
Apakah BANK DUNIA turut berperan di dalam mengkebiri peraturan
pemerintah kita?

Wallahu'alam,
Kuntadi

----- Original Message -----
From: "Awang Satyana" <awangsaty...@yahoo.com>
To: "sigit prabowo" <sigit_p...@yahoo.com>
Cc: "IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>; "Geo Unpad"
<geo_un...@yahoogroups.com>; "Forum HAGI"
<fo...@hagi.or.id>;
"Eksplorasi BPMIGAS" 
<eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, February 04, 2009 2:24 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum
Exploration
1930s)


Sigit,

NNGPM hanya beroperasi di wilayah Papua, tak di PNG sebab wilayah PNG
sejak zaman Belanda di Indonesia sudah dikontrol oleh Inggris.

PNG tak punya wilayah seperti Kepala Burung Papua yang kaya minyak dan
gas. 
Lapangan minyak Walio yang ditemukan tahun 1973 sempat merupakan
lapangan minyak dengan perangkap reefal carbonate terbesar di Asia
Tenggara (Longman, 1993). Kompleks lapangan Tangguh, kita tahu adalah
lapangan2 gas raksasa. 
Tetapi kekayaan hidrokarbon PNG terletak di punggung dan paparannya.

Punggung Papua dan bagian selatannya (Asmat-Merauke) relatif tak
tergarap sebab berbagai hambatan, terutama tumpang tindih dengan wilayah
kehutanan (Punggung Papua) dan akses yang jauh (Asmat-Merauke platform).
Wilayah yang sama di PNG (punggung yang fold-thrust belt dan paparannya
yang foreland) sudah terbukti sebagai wilayah yang kaya akan minyak dan
gas.

Berikut sedikit petikan dari paper saya dkk. di IPA 2008 (Satyana et
al.,
2008 : Collision and post-collision tectonics in Indonesia : roles for
basin formation and petroleum systems) tentang petroleum status punggung
Papua-PNG. Punggung Papua dan PNG adalah collision belt.

There has been very little exploration in the Irian Jaya thrust fold
belt to date although some petroleum blocks have existed in the area
since
1971 (Figure 8a). This is in contrast to its counterpart in the Papuan
fold belt of Papua New Guinea with the producing fields of Moran, Agogo,
Kutubu, Hedinia/Iagifu, and Hides. A total of nine wells have been
drilled in the Irian Jaya Central Range. Two of which resulted in
non-commercial oil discoveries in the Irian Jaya foldbelt and foreland.
Cross Catalina-1 identified a 51m oil column in the Woniwogi Formation,
but it had low effective porosity of 8%, as a result of extensive
silicafication of the reservoir. Kau-2, near the PNG border, saw oil
flow
(47 API) at 55 BOPD plus minor gas from the Tithonian (latest Jurassic)
sandstones. Oil was recorded in the Digul-1, Kariem-1 and Kau-1 wells in
the eastern Irian Jaya fold belt.

Statistik terakhir menunjukkan bahwa 3,1 BBO telah ditemukan di foldbelt
PNG dan 320 MMBO telah ditemukan di foreland PNG. Hal yang sama tak
mustahil bisa ditemukan di foldbelt dan foreland Papua.

Tentang mineralisasi, tentu saja Pemerintah Belanda maupun para pencari
mineral independent telah masuk ke Papua sejak dulu, termasuk Dozy dan
Lorentz yang menemukan Ertsberg alias Gunung Bijih (Freeport sekarang).
Juga Dienst van Het Mijnwezen (Dinas Pertambangan Belanda) telah sejak
lama mengirimkan geologist2nya untuk menyelidiki mineral2 berharga Papua
sejak dulu, bahkan untuk area yang lebih luas daripada cakupan
penyelidikan NNGPM.

Dapat dibilang bahwa laporan-laporan geologi dan pertambangan yang saya
lihat di Kanwil Pertambangan Jayapura pada Juni 1988 itu (lihat cerita
saya pertama tentang Papua exploration 1930's), 3/4-nya adalah tentang
mineralisasi. Cakupan laporan : seluruh Papua dan pulau2 sekitarnya
(Batanta, Waigeo, Kofiau, dll.) untuk eksplorasi emas, perak, nikel,
dll.

salam,
awang

--- On Wed, 2/4/09, sigit prabowo <sigit_p...@yahoo.com> wrote:

From: sigit prabowo <sigit_p...@yahoo.com>
Subject: Re: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum
Exploration
1930s)
To: iagi-net@iagi.or.id, "awang satyana"
<awangsaty...@yahoo.com>
Date: Wednesday, February 4, 2009, 10:32 AM






Pak Awang YTH.,

Seiring dengan explorasi hydrocarbon di Papua oleh NNGPM, apakah NNGPM
juga 
melakukan explorasi di Papua New Guinea, dan juga menemukan oil 
discovery...?

Kalo NNGPM melakukan explorasi minyak bumi di Papua, bagaimana dengan 
explorasi tambang ya pak, seperti tembaga, emas, dsb..,... apakah
dilakukan 
oleh Geologist2 dari Belanda juga, mengingat kalo gak salah Van Bemmelen

juga pernah menulis tentang petensi SDA selain minyak bumi di
Indonesia...

Mohon pencerahan nya pak...

Terimakasih

Best Regards
Sigit Ari Prabowo




From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; Forum HAGI
<fo...@hagi.or.id>; 
Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>
Sent: Monday, February 2, 2009 8:29:50 AM
Subject: [iagi-net-l] Kiamat di Babo (was : Papua Petroleum Exploration 
1930s)

Edo, sebenarnya yang menanam ranjau darat (land-mines) di sekitar Babo
itu 
bukan Jepang, tetapi karyawan NNGPM sendiri dalam rangka bersiap
menyambut 
kedatangan Jepang yang mungkin akan menduduki Babo, sebagaimana
dilakukan 
Jepang di lapangan-lapangan minyak lain di Indonesia saat pecah Perang 
Pasifik Desember 1941.

Menyambung cerita saya tentang awal eksplorasi Papua 1930s, berikut 
lanjutannya.
Bila cerita kemarin mengisahkan awal peradaban di Babo, maka cerita
berikut 
mengisahkan akhir peradaban di Babo.

"Kiamat di Babo" mungkin sebuah judul yang berlebihan, tetapi
begitulah 
mungkin perasaan para karyawan NNGPM dan keluarganya saat bom-bom mulai 
berjatuhan dari langit oleh pesawat2 tempur Jepang saat mulai pecah
Perang 
Pasifik Desember 1941.

Kegembiraan masyarakat Belanda dan para karyawan NNGPM di tempat
terpencil 
Babo di ujung Teluk Berau, Kepala Burung, tidak berlangsung lama, hanya 
sekitar setahun, setelah penerbangan umum ke Babo dibuka Belanda pada
tahun 
1940. Dua bulan dari Desember 1941 sampai awal Februari 1942 semuanya
adalah 
penderitaan, tak ada lagi kegembiraan, tak ada lagi pesta-pesta, tak ada

lagi nonton bioskop bersama (lihat cerita saya di bawah). Bahkan, mereka

harus "merayakan" malam tahun baru 1942 sambil bertiarap di rawa-rawa
Teluk 
Berau berteman nyamuk2 rawa, sambil ketakutan dimangsa buaya muara
Berau.

9 Desember 1941, sebuah sumur tengah dibor di Lapangan Jeflio, Cekungan 
Salawati. Malam itu, sumur mencapai kedalaman 6275 kaki. Para geologist 
Belanda memperkirakan pada kedalaman 7000 kaki akan dijumpai lapisan 
batugamping Miosen yang telah terkenal produktif di daerah itu (inilah 
Formasi Kais). Tetapi, malam itu juga sumur diperintahkan untuk
ditinggalkan 
sebab genderang Perang Pasifik telah bertalu dengan pemboman Pearl
Harbour 
di Hawaii oleh Jepang. Ketakutan karyawan NNGPM di Jeflio beralasan
sebab 
tentara Jepang telah menyerang Sorong, kota terdekat.

Markas Besar Belanda di Batavia telah memerintahkan Babo untuk
mengevakuasi 
semua perempuan dan anak2 Eropa sesegera mungkin ke Jawa.. Maka pada
tanggal 
17-26 Desember 1941 rombongan pesawat2 KNILM tiba di Babo kemudian
segera 
berangkat membawa para perempuan dan anak2 berkulit putih. Pesawat2 itu 
lenyap di balik awan di atas Kepala Burung, meninggalkan para suami dan
ayah 
yang melambaikan tangan dengan berat hati. Akankah mereka saling
berjumpa 
lagi ? Sebagian besar tidak...

Para karyawan NNGPM yang semula membawa alat las, tang besar, pipa,dll. 
tiba-tiba dipersenjatai bedil double-barreled, milisi garnisun segera 
terbentuk, sekitar 40 orang kulit putih ada di milisi itu. Garnisun ini 
dibentuk untuk tindakan persiapan siapa tahu Jepang mendarat di Babo.
Babo 
cukup terpencil tempatnya, sehingga tak segera menjadi sasaran Jepang 
setelah Sorong jatuh.

Kemudian, rencana tindakan perusakan sendiri atas fasilitas2 perminyakan
pun 
dibuat. Ini selalu dilakukan di lapangan-lapangan minyak Belanda di
seluruh 
Indonesia saat Jepang menyerang. Mengapa dirusak ? Sebab, Jepang
memerlukan 
bahan bakar untuk perang. Bila fasilitas perminyakan dirusak, maka
Jepang 
akan sulit mendapatkan bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin
perangnya.

Segera setelah Jepang menyerang Pearl Harbour, telah diputuskan bahwa 
seluruh material berharga dari berbagai lapangan dan pelabuhan kecil di 
seluruh Kepala Burung dikumpulkan di Babo. Bila waktu mendesak, 
barang-barang berharga itu dapat segera diungsikan ke Jawa dari Babo 
menggunakan pesawat, atau kalau waktu begitu mendesak, maka sekalian
barang 
itu dapat segera dihancurkan. Daftar barang2 berharga ini antara lain : 
mesin bermotor, dinamo, boiler, steam engine, juga alat2 berat seperti 
traktor dan buldozer. Peralatan bengkel dan gudang juga masuk dalam
daftar 
barang2 siap dievakuasi atau dihancurkan. Beberapa peralatan berat 
disembunyikan di hutan sekitar Babo sambil berharap Jepang tak akan 
menemukannya. Stasiun radio pun mulai dihancurkan satu per satu, kecuali

satu yang terbesar dipertahankan untuk berhubungan dengan Batavia atau 
Ambon.

Sementara itu, 200 tentara dari Batavia, terdiri atas orang2 Indonesia, 
dipimpin Kapten van Muyen dan dua sersan Belanda mendarat di Babo pada 
Januari 1942. Pasukan ini membawa banyak ranjau. Dan ranjau pun ditanam
di 
bawah mesin-mesin berat yang tak akan dievakuasi, juga ditanam di
beberapa 
tempat yang diperkirakan akan dilalui tentara Jepang saat mendarat di
Babo.

Sementara itu, Jepang yang sudah menduduki Sorong, melakukan patroli
rutin 
sepanjang Selat Sele (teman2 PetroChina tentu rutin melalui selat ini
saat 
mereka dari Sorong akan ke KMT -Kasim marine terminal -stasiun pengumpul

minyak2 Salawati; saya rutin melalui selat teduh ini saat ke lapangan di

Pulau Salawati pada 1997-2000). Dermaga Kasim saat Jepang melakukan
patroli 
telah termasuk yang dihancurkan.

Pada minggu-minggu pertama setelah pecah Perang Pasifik, Jepang tak 
menunjukkan ketertarikan kepada Babo, sehingga evakuasi ke Jawa bisa 
dilakukan beberapa kali. Tetapi, setelah hampir sebulan berlalu;
tiba-tiba 
karyawan NNGPM yang tengah melakukan perusakan fasilitasnya sendiri 
dikejutkan dengan kedatangan sembilan pesawat bomber Jepang dari sebelah

utara yang tanpa ampun menjatuhkan bom-bom. "Kiamat di Babo" mulai
terjadi.

H.W. Minekus, seorang karyawan NNGPM menulis dalam sebuah laporan,
"Kebanyakan 
dari kami lari dan menjatuhkan diri di parit-parit pinggir jalan.
Kemudian 
pesawat2 Jepang datang kembali, Kami makin melekatkan diri dengan tanah 
parit sambil gemetaran. Tetapi saat itu tak ada bunyi bom, mungkin
mereka 
sudah kehabisan amunisi. Bomber2 itu pergi ke arah mereka datang."

Serangan bom ini telah mengejutkan para pegawai NNGPM dari suku asli.
Mereka 
segera lari ke hutan dari mana mereka berasal dan tak pernah keluar
lagi. 
Sementara itu, kuli-kuli bukan suku Papua juga lari ke hutan, tetapi 
beberapa hari kemudian mereka kembali ke Babo karena kelaparan.

Membalas serangan Jepang, Belanda bekerja sama dengan Tentara Sekutu 
mendatangkan pesawat2 bomber dari Australia. Karyawan NNGPM menyambut 
gembira kedatangan pesawat2 ini. Untuk sementara waktu,serangan Jepang
dari 
utara tak muncul lagi. Akhir Januari 1942, pesawat2 ini kembali ke 
pangkalannya di Australia.

Pada saat yang bersamaan, Jepang berhasil merebut lapangan-lapangan
minyak 
di Bunyu, Tarakan, dan Miri-Sarawak. Ini membuat Batavia memutuskan agar

NNGPM merusak semua fasilitas perminyakan dan segera melakukan evakuasi.

25 Januari 1942 pukul 02.00, datang perintah dari komando militer di
Belanda 
agar semua fasilitas perminyakan yang telah dikumpulkan di Babo
dihancurkan. 
Ketika hari masih gelap, pekerjaan penghancuran dimulai. Lapangan
terbang 
dihancurkan menggunakan ranjau-darat. Berdrum-drum minyak ditumpahkan
dan 
kebakaran besar menghancurkan banyak fasilitas. Tangki-tangki air 
diledakkan. Mesin-mesin dirusak menggunakan palu godam. Banyak barang 
dibuang ke sungai, termasuk alat-alat berat seperti buldozer dan
lori-lori. 
Lubuk sungai sedalam 36 kaki di Kasira dan Kaitero cocok untuk
pembuangan 
barang2 ini. Laporan-laporan geologi, laporan sumur, contoh2 batuan dan 
banyak dokumen dibakar di belakang gedung kantor sebelum gedungnya pun 
dibakar. Yang tidak dirusak hanyalah stasiun pembangkit listrik, yang
akan 
disisakan sampai evakuasi dimulai. Tanggal 1 Februari Ambon jatuh,
evakuasi 
harus segera dimulai.

Awal Februari 1942, lenyaplah semua peradaban perminyakan di Babo, tak 
sampai sepuluh tahun berjalan sejak dimulai pada pertengahan 1930-an.

Evakuasi semua pekerja dan keluarganya yang masih tertinggal dimulai. 
Evakuasi akan dilakukan ke Dobo di Kepulauan Aru, bukan ke Jawa karena 
kuatir Jepang akan menyerang Jawa, pusat pemerintahan Belanda di Hindia 
Belanda. Keputusan tepat sebab Jepang menyerang Jawa dan menjatuhkannya
pada 
Maret 1942. Evakuasi karyawan di Babo dilakukan dari Sungai Kaitero
melalui 
Taniba. Setelah melintasi hutan rawa dan hutan perbukitan Taniba,
rombongan 
tiba di Teluk Arguni. Di teluk ini, dua kapal NNGPM menunggu : Soedoe
dan 
Minjak Tanah. Kedua kapal ini membawa rombongan ke Dobo, Kepulauan Aru.

Minekus, karyawan NNGPM menceritakan evakuasi ini, "Kami merasa susah
mesti 
melalui sungai-sungai kecil berawa-rawa berlumpur coklat. Sebuah
perjalanan 
yang sangat menyiksa melalui daerah tak berpenduduk yang hanya dihuni 
bakau-bakau yang tinggi. Tanda-tanda kehidupan hanyalah suitan burung 
kakatua putih di atas kami. Kami juga mesti berjalan cepat sebelum
pasang 
naik menyergap. Ketika kami sampai di perbukitan, pemandangan lumayan
indah, 
tetapi di sepanjang perjalanan kami melihat kampung2 suku Papua yang
sudah 
ditinggalkan."

Demikianlah sekelumit kisah berakhirnya peradaban perminyakan di Babo
yang 
disusun berdasarkan laporan-laporan Belanda NNGPM.

Minyak membuka dan menutup peradaban di Babo. Semoga tak terulang lagi.

Salam,
awang

--- On Fri, 1/30/09, Edward, Syafron <edward.syaf...@se1.bp.com> wrote:

From: Edward, Syafron <edward.syaf...@se1.bp.com>
Subject: RE: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Friday, January 30, 2009, 1:37 PM

Cerita yang sangat menarik dan inspiratif dari pak Awang.
Kelihatannya memang Babo telah menjadi primadona bagi Industri Petroleum

sejak
dulu, sekarangpun BP menjadikan Babo sebagai Bandara penghubung dari
Biak ke 
LNG
Tangguh.
Kalau masalah lapangan Golf di Babo, saya baru dengar sekarang, mungkin 
sudah
dihancurkan oleh Jepang waktu menduduki Babo dulu, karena ketika BP 
me-renovasi
Bandara Babo, memang banyak ditemukan Ranjau-ranjau Jepang dan juga 
sisa-sisa
pesawat tempur Jepang yang menandakan bahwa Jepang juga menjadikan Babo 
sebagai
basenya waktu itu.

Salam
edo

-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com]
Sent: Friday, January 30, 2009 12:10 PM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] Papua Petroleum Exploration 1930s

Dua puluh tahun yang lalu, Juni 1988, di tengah saya libur setahun dari 
kuliah,
saya berada di Jajayapura, bekerja selama dua minggu memilih-milih
laporan
Belanda, memotokopinya, dan menerjemahkannya untuk sebuah perusahaan
emas 
asal
Australia. Pada saat itulah saya menemukan buku-buku lapangan asli
beberapa
geologist Belanda yang pernah bekerja di Papua, yang namanya selama itu 
hanya
saya baca dari buku van Bemmelen (1949), antara lain Molengraaff. Saya
pun
menemukan beberapa laporan NNGPM tentang awal eksplorasi perminyakan di 
wilayah
Papua.

Jayapura, Juni 1988 adalah sebuah kota yang mahal dan tetap terpencil. 
Ongkos
fotokopi Rp 75 selembar (saat itu di Bandung fotokopi Rp 15-Rp 20).
Koran 
Kompas
datang terlambat 3-4 hari. Harian lokal, Cenderawasih, terbit seminggu 
sekali.
Beberapa tabloid yang terbit di Jakarta terlambat satu-dua minggu di
sini. 
Di
kota, para pedagang makanan adalah dominan orang2 Bugis : ikan bakar.
Satu
restoran Padang ada. Sementara itu, penduduk aslinya hanya menggelar
tikar 
1x1
meter berjualan kapur, sirih, dan buah matoa, itu saja. Malam minggu,
hotel
tempat saya menginap penuh dengan penduduk asli ini (para pegawai
kantor),
mereka membelanjakan gajinya untuk minum-minum bir dan membeli porkas
(jenis
lotere yang populer saat itu). Minggu paginya, saya menemukan mereka
bergelimpangan di pinggir jalan - pulas tertidur. Di ujung jalan, saya 
melihat
dua orang dari mereka sedang berkejaran, yang mengejar membawa pecahan
botol
sambil berteriak "Kubunuh kau...!".
Hm..masih mabuk rupanya. -demikian sepenggal paragraf buku harian saya.

Belum lama ini saya membuka kembali catatan2 saya itu. Sebagian saya
ingin
menceritakannya di bawah ini. Semoga menjadi variasi bacaan dari
tulisan2 
saya..

---------------
Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk
diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama,

yang
sulit terbuka untuk umum. Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau 
terakhir
yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.

Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum
Maatschappij) 
mulai
mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop - Bird's Head, alias Kepala
Burung) seluas 10 juta hektar. Pulau besar ini belum pernah dipetakan,
peta 
yang
ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim
besar 
di
bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai 
melakukan
perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai
pertimbangan, 
NNGPM
memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area

yang
sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang.
Pesawat
amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan
ini. 
Para
pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut
dan
berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara 
celah-celah
tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian
12.000 
kaki,
beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal
-semacam
reconnaissance survey.

Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. 
Torehan
banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan
geologi
wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak 
wilayah
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua 
sendiri
kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih
merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara 
Inggris
di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar 
musuhnya
melewati garis batas demarkasi. Para geologists yang memetakan geologi
Papua
memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam
hutan 
yang
sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset,
radio,
kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi 
harus di
atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai

para
buaya. Detasemen militer tentu selalu berjaga mengawal para geologists
dan
kru-nya ini, maklum mereka berada di wilayah yang alam dan penduduknya 
dinilai
tidak ramah.

Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa
wilayah
telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama
telah 
dibor
: Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai 
meramaikan
bagian barat Papua, perahu2 kecil yang pada awalnya kecil telah menjadi
kapal-kapal besar bermotor dengan nama : Jan Carstenz, Soedoe, Moeara, 
Boelian,
Minjak Tanah, dan Casuaris. Desa Papua Babo, di sebuah pulau delta kecil
Sianiri Besar, tetap dipilih sebagai base. Ini karena posisinya yang
berada 
di
tengah di antara wilayah eksplorasi NNGPM. Sungai di depannya, Sungai 
Kasira,
juga cukup dalam untuk kapal-kapal besar berlabuh. Meskipun deltanya
tentu 
saja
berawa-rawa, tetapi Babo base terletak diatas bukit berkerikil setinggi
30 
kaki
dan masih aman dari pasang naik di sekitarnya. Di bukit ini kantor NNGPM
dibangun, juga pemukiman para pekerjanya. Dan di sekitar Babo ada ruang
luas
yang telah dibuka tempat dibangun aerodrom, hanggar, perbengkelan, rumah

sakit,
lapangan golf, dan bioskop (bayangkan di tepi hutan Papua yang
terpencil, 
pada
tahun 1930-an telah ada lapangan golf).

Suku2 Papua pun mulai mau bekerja sama dengan para pendatang ini. 
Sebelumnya,
mereka jarang melihat para pendatang berkulit putih, kecuali para
pemburu 
burung
cenderawasih atau para pedagang Cina. Orang2 Papua ini diperkerjakan
NNGPM 
untuk
membongkar muat barang-barang dari kapal2 yang berlabuh di depan Babo
dan
menarik batang2 pohon dari sekitar hutan Babo untuk membangun perumahan.

Bahkan,
mereka juga mau berbulan-bulan meninggalkan kampung2nya membantu NNGPM 
membuka
hutan. Mereka bekerja untuk "Tuan Merah", begitu mereka memanggil
tuan-tuan Belanda ini (mungkin karena muka Belanda ini merah bila 
kepanasan).
Dari suku pemburu menjadi suku pekerja, tentu sebuah perubahan budaya
yang 
besar
buat mereka. Diceritakan bahwa suku-suku Papua ahli menggunakan tombak, 
busur
dan anak panah. Keahlian ini telah menjadi rezeki untuk seluruh kru
sebab 
mereka
bisa dengan mudah makan daging segar kanguru, babi, dan merpati hutan. 
Mereka
meninggalkan kewajiban mengolah sagu kepada para perempuan di sukunya. 
Sebelum
kedatangan NNGPM, suku2 Papua ini masih menggunakan cangkang kerang
sebagai 
alat
pembayaran, kini mereka mempunyai uang Belanda sebagai upah mereka
bekerja. 
Dan
saat mereka membawa uang Belanda ke toko-toko yang baru dibuka, mereka 
begitu
takjub bisa mendapatkan barang2 yang semula tak mereka lihat. Dan,
standar 
hidup
suku Papua pun meningkat dengan cepat. Mereka mengalami revolusi budaya 
dalam
beberapa tahun saja, jauh lebih cepat daripada lebih dari 1000 tahun
sejak 
nenek
moyangnya mulai mendiami wilayah ini.

Para pekerja Eropa NNGPM pun yang semula hanya laki-laki saja mulai
membawa
kaum perempuannya ke Babo. Maka komunitas seperti di kota besar pun
mulai
tumbuh, laki-laki perempuan bercampur baur. Bila ada kelahiran anak,
maka
bendera di kantor NNGPM dinaikkan, bila ada anak kembar lahir; maka dua 
bendera
NNGPM akan dikibarkan. Rute2 penerbangan keluarga mulai ada, sekaligus 
membawa
semua keperluan untuk komunitas. Inilah cikal bakal penerbangan ke
Papua. 
Pada
tahun 1940, diresmikan layanan terbang ke wilayah ini "Groote Oost
Luchtvaart" (Great East Flight) oleh KNILM (Koninklijke Nederlandsch
Indische Luchtvaart Maatschappij) yang punya airport di Babo.

Semua pesta2 penting tentu saja diadakan dengan meriah : Kelahiran Ratu
Belanda, festival St Nicholas, Natal, dan Tahun Baru. Setiap malam
minggu 
ada
pemutaran film di bioskop perusahaan, ada pertandingan hoki, sepak bola,

tenis
dan golf. Para wanita Belanda pun dengan bantuan suku2 asli yang telah 
menjadi
pekerja NNGPM punya hobi baru yaitu mengumpulkan anggrek hutan dari
berbagai
varietas. Para botanist dan zoologist amatir mulai bermunculan dengan 
kayanya
flora dan fauna Papua ini. Komunitas ini pun menghasilkan para etnograf 
amatir
yang meneliti para suku2 Papua di sekitar Babo. Suatu hari, Mr. Wissel, 
seorang
insinyur NNGPM terbang di atas Punggung Papua (Pegunungan Tengah) Papua
dan
menemukan beberapa danau besar di sekitar wilayah Enarotali sekarang.
Pantai
danau ini dihuni oleh suku2 Papua yang belum dikenal sama-sekali oleh
dunia
luar. Saat Wissel turun dari pesawat, ia disambut sebagai "dewa dari
langit". Kemudian, danau ini sekarang terkenal sebagai Danau Wissel.
Hubungan baik terbina, beberapa orang suku Papua penghuni pantai danau
ini
pernah diterbangkan ke Babo untuk operasi darurat.

Begitulah sekelumit sejarah pembukaan wilayah Papua di Kepala Burung. 
Membuka
semuanya : pengetahuan geologi, membawa minyak ke permukaan (lapangan 
Klamono,
Mogoi, Wasian, dll.), dan membuka keterpencilan suku-suku Papua. Ini
sebuah
contoh bagaimana minyak bisa membuka dunia yang semula "back of
beyond".

Teman-teman ex Petromer Trend (kini PetroChina) yang menemukan lapangan2

besar
di Salawati awal tahun 1970-an (misal Walio dan Kasim), BP yang sedang
mengembangkan Tangguh di Berau Bay, dan Genting Kasuri yang mau memulai 
survey
di wilayah ex Babo, pasti punya cerita tersendiri dan terkini membuka
Kepala
Burung ini; saya hanya menceritakan sedikit masa lalunya.

Salam,
awang




------------------------------------------------------------------------
--------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
------------------------------------------------------------------------
--------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
------------------------------------------------------------------------
-----
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted 
on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall
IAGI 
and
its members be liable for any, including but not limited to direct or 
indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use,
data 
or
profits, arising out of or in connection with the use of any information

posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------













__________ NOD32 3823 (20090203) Information __________

This message was checked by NOD32 antivirus system.
http://www.eset.com


------------------------------------------------------------------------
--------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
------------------------------------------------------------------------
--------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
------------------------------------------------------------------------
-----
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no
event shall IAGI and its members be liable for any, including but not
limited to direct or indirect damages, or damages of any kind
whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of
or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing
list.
---------------------------------------------------------------------


--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
tunggulah 'call for paper' utk PIT IAGI ke-38!!!
akan dilaksanakan di Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------




      

Kirim email ke