Yaa terimakasih diingetken.
Mari bersatu bebasken minyak Indonesia dari isapan asing.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: Agus Irianto <agiria...@yahoo.com>
Date: Wed, 11 Apr 2012 01:18:41 
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Artikel: Kontrak migas jaman Bung Karno
KEDAULATAN ENERGY
 
 
Sekedar me-refresh sejarah Bangsa: 

-op
-----------------------------------------------
“Kamu tahu? 

Sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini. 

Soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka. Jadi,
 Indonesia ini tidak hanya
berhadapan dengan kolonialisme, tapi berhadapan dengan modal asing yang
memperbudak bangsa Indonesia. 

Aku ingin modal asing ini dihentiken, dihancurleburken dengan kekuatan rakyat,
kekuatan bangsa sendiri. 

Bangsaku harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita
punya. Coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan
minyak.” 

(BUNG KARNO kepada Menkeu Djuanda, 1960, soal KEDAULATAN ENERGI)

Salam,
Agus Irianto (copy paste ajalah...utk kita saling mengingatkan)



________________________________
 From: Prakosa Rachwibowo <siwo_g...@yahoo.com>
To: "iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id> 
Sent: Wednesday, April 11, 2012 7:00 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Artikel: Kontrak migas jaman Bung Karno
 

rawe


________________________________
 From: Eko Prasetyo <strivea...@gmail.com>
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Wednesday, 11 April 2012 6:41 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Artikel: Kontrak migas jaman Bung Karno
 

Nasionalisme Sejati dengan diplomasi sebagai senjata. Sayang JFK Di bunuh Dan 
Soekarno dikudeta. 
On Apr 10, 2012 11:52 PM, "Bandono Salim" <bandon...@gmail.com> wrote:

 
>Kebanggaan semu dan pura2 kaya?
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>________________________________
>
>From:  "Sugeng Hartono" <sugeng.hart...@petrochina.co.id> 
>Date: Tue, 10 Apr 2012 20:52:58 +0700
>To: <iagi-net@iagi.or.id>; <iagi-net@iagi.or.id>
>ReplyTo:  <iagi-net@iagi.or.id> 
>Cc: <airia...@calmarine.ptc.co.id>
>Subject: [iagi-net-l] Artikel: Kontrak migas jaman Bung Karno
>
>
>Selamat malam semuanya.
>Artikel ini saya temukan di tumpukan koran yg baru saya buka setelah pulang 
>dari rig.
>Semoga bermanfaat bagi kita semua.
>Salam,
>sugeng
>
>
>Ketidakpastian: Tragedi
>Budiarto Shambazy, Wartawan Senior KOMPAS
>07 April 2012
>
>
>
>Di awal 1960-an, minyak mencakup seperempat dari total ekspor yang didominasi 
>multinational corporations yang menanam modal 400 juta dollar AS dan 
>diperkirakan melonjak 1 miliar dollar AS tahun 1965.
>Caltex (AS) menguasai 85 persen ekspor, Stanvac (AS) 5 persen, dan Permina 10 
>persen. Tahun 1963 total ekspor 94 juta barrel per tahun atau 1,7 persen dari 
>konsumsi dunia.Ekspor minyak dikuasai Shell (Belanda) yang per tahunnya 43 
>juta barrel, Stanvac 10 juta barrel. Penerima terbesar AS, Jepang, dan 
>Australia.
>
>Sejak 1951, Bung Karno (BK) membekukan konsesi bagi multinational corporations 
>(MNC) dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960. UU ini menegaskan,  
>Seluruh pengelolaan minyak dan gas alam dilakukan negara atau perusahaan 
>negara. 
>
>Sejak merdeka, MNC berpegang pada  let alone agreement . Cara ini menghindari 
>nasionalisasi, tetapi mewajibkan MNC mempekerjakan mayoritas SDM lokal. 
>Pembekuan konsesi membuat MNC kelabakan karena laba menurun dan produksi 
>terhambat.  Tiga Besar  (Stanvac, Caltex, dan Shell) langsung minta negosiasi 
>ulang.
>
>BK menjawab, kalau MNC, ia akan jual konsesi ke Jepang. Maret 1963, BK 
>menegaskan,  Saya berikan Anda waktu beberapa hari untuk berpikir dan saya 
>akan batalkan seluruh kontrak lama jika tuan-tuan tak mau terima tuntutan 
>saya. 
>BK menuntut Caltex menyuplai 53 persen dari kebutuhan domestik yang harus 
>disuling Permina. Surplus produksi Tiga Besar harus dipasarkan ke luar negeri 
>dan hasilnya diserahkan kepada kita.
>
>Caltex wajib menyerahkan fasilitas distribusi dan pemasaran dalam negeri dan 
>biaya prosesnya diambil dari laba ekspor. Caltex menyediakan valuta asing yang 
>dibutuhkan untuk biaya pengeluaran dan investasi modal yang dibutuhkan Permina.
>BK menuntut Caltex menyuplai kebutuhan minyak tanah dan bahan bakar minyak 
>(BBM) dalam negeri. Formula pembagian laba 60 persen untuk kita dalam mata 
>uang asing dan 40 persen untuk Caltex dalam rupiah.
>
>Caltex panik dan minta bantuan Presiden John F Kennedy. Mereka menilai, 
>tuntutan BK tidak masuk akal dan bisa membuat Caltex bangkrut.
>Washington DC sempat anggap BK gertak sambal. Namun, waktu Presiden China Liu 
>Shaoqi dan menteri Uni Soviet ke Jakarta membahas penjualan konsesi, mereka 
>sadar BK tidak main-main.
>
>Duta Besar AS di Jakarta Howard Jones pusing.  Jika Tiga Besar keluar, AS 
>tidak punya pilihan kecuali membatalkan bantuan ekonomi. Jangan mengancam BK,  
>lapor Jones ke Kennedy.
>Saat itu RI ingin ikut program paket stabilisasi IMF yang ditawarkan Kennedy. 
>Sehari setelah penandatanganan paket itu, BK menerbitkan  Regulasi 18  yang 
>isinya tuntutan dia.
>
>BK tidak mau paket stabilisasi dikaitkan dengan Regulasi 18. Kennedy 
>ketar-ketir dan segera mengirimkan utusan khusus, Wilson Wyatt, ke Tokyo, 
>mencegat BK di Jepang.
>
>Lewat negosiasi alot, BK dan Wyatt menyepakati sistem  kontrak karya  yang 
>disahkan DPR, 25 September 1963. Intinya, RI memiliki kedaulatan atas kekayaan 
>minyak dan gas sampai point of sales.
>MNC cuma kontraktor: Stanvac untuk Permina, Caltex untuk Pertamin, dan Shell 
>untuk Permigan. Jangka waktu dan area konsesi dibatasi dibandingkan dengan 
>kontrak-kontrak lama.
>
>MNC menyerahkan 25 persen area eksplorasi setelah lima tahun dan 25 persen 
>lainnya setelah 10 tahun. Pembagian laba tetap 60:40, MNC wajib menyediakan 
>kebutuhan untuk pasar domestik dengan harga tetap dan menjual aset 
>distribusi/pemasaran setelah jangka waktu tertentu.
>
>MNC menerima karena yang penting batal kehilangan konsesi. Kennedy dan Kongres 
>menyetujui paket stabilisasi IMF, yang oleh BK diselaraskan dengan Rencana 
>Pembangunan Nasional Ketiga yang berlaku delapan tahun sejak 1961.
>Bandingkan kontrak karya dengan profit-sharing agreement (PSA) ala Orde Baru 
>yang justru antinasionalisasi. PSA seolah menempatkan kita sebagai pemilik, 
>MNC hanya kontraktor.
>
>Namun, pada praktiknya, MNC yang mengontrol ladang yang mendatangkan laba 
>berlipat ganda yang mirip kolonialisme. PSA  pernikahan ideal  antara kontrak 
>bagi hasil yang seolah menempatkan negara menjadi majikan dan sistem kontrak 
>berbasis konsesi/lisensi yang profit oriented.
>
>Kita seakan pegang kendali, padahal MNC-lah yang punya kedaulatan.  Klausul 
>stabilisasi  PSA mengatakan, UU kita tidak berlaku bagi setiap kegiatan MNC 
>dan tidak bisa menjadi rujukan jika terjadi sengketa yang berlaku hukum 
>internasional yang tidak kenal kepentingan nasional.
>
>Ironisnya,  cerita sukses  PSA ini yang dipakai MNC untuk menguras minyak Irak.
>Lebih ironis lagi, sikap BK ditiru Presiden Bolivia Evo Morales.
>
>Namun, dulu ekonomi bangsa ini kuat karena lebih dari 50 persen GNP berasal 
>dari pertanian dan dari industri 15 persen. Utang luar negeri cuma 2,5 miliar 
>dollar AS dan TNI kita disegani.
>Kini, ekonomi kita morat-marit walau bangga menjadi anggota G20 karena setiap 
>sebentar dikait-kaitkan dengan proyeksi Bank Dunia, IMF, atau harga BBM di 
>Nymex. Utang luar negeri sudah mencapai Rp 1.800 triliun, TNI-nya low battery.
>Tak salah belajar dari sejarah: negosiasi ulang tidak mustahil, perubahan UU 
>bukan barang haram. Jika kepemimpinan nasional seperti Morales, kemelut 
>anggaran/kenaikan harga BBM selesai.
>
>Keputusan mengambangkan kenaikan harga BBM membuat ketidakpastian yang 
>menimbulkan kerugian sosial, politik, dan ekonomi yang semakin besar. Tugas 
>kepemimpinan nasional ialah melindungi rakyat dari situasi serba tidak pasti 
>itu.
>Jika pemimpin nasional memperlihatkan sikap tidak pasti, kita akan mengalami 
>tragedi. Setiap pemimpin selayaknya berani bilang,  Saya tak akan biarkan 
>bangsa kita tenggelam ke jurang tragedi.  
>
>
>"Save a Tree" - Please consider the environment before printing this email.
>
> 
>
>________________________________
> “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email.
>
>====================================================================================================================================================================================
>DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is 
>intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain 
>confidential information. You are hereby notified that the taking of any 
>action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, 
>distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by 
>anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. 
>If you have received this Message in error, you should delete this Message 
>immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and 
>other information in this Message that do not relate to the official business 
>of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies 
>shall be understood as neither given nor endorsed by 
>PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies within 
>the Group.
>==============================================================================================================================================================
>

Kirim email ke