On Thursday, June 21, 2012, kartiko samodro wrote: > Mas Vicky > > Saya kira sebagai anggota bangsa Indonesia tentunya kita bangga dengan > semua urusan nasionalisasi.. > Teknikal sudah pasti mampu , sudah banyak orang hebat yang diakui di dalam > dan luar negeri...teknologi bisa dipelajari...modal ada . > Tapi pertanyaannya adalah setelah beberapa puluh tahun mengapa Pertamina > belum bisa seperti Petronas ? > Mengapa Indonesia belum semaju Malaysia ? > Apa yang masih kurang dari kita atau kah ada sesuatu yang di luar kontrol > kita ? > Pendek kata , jangan sampai nasionalisasi menjadi bancaan segelintir orang > / partai saja. >
Mas Kartiko, Kalau Mas bertanya mengapa Pertamina tidak atau belum bisa seperti Petronas, kalau melihat konteks ini barangkali karena kita (Indonesia) tidak mengikuti langkah Malaysia dalam menasionalisasi industri atau usaha migas. Seperti yg saya tuliskan, Malaysia menggunakan momentum pengembalian Blok-blok PSCnya menjadi saat mulainya berkiprah sendiri dan mandiri pada asset negara sendiri. Sebelum adanya pengembalian blok-blok yg sebelumnya dioperasikan Shell (di Sabah dan Sarawak) dan Exxon (di Malay Peninsular), Petronas juga cuman gini-gini saja. Petronas saat sebelum memiliki blok-blok yg masih berproduksi ini, ya masih seperti Pertamina sekarang atau malah jauh dibelakangnya. Tapi setelah Petronas mengelola asset-asset yg dikembalikan Shell dan Exxon ini, mereka langsung gagah dan "high profile", Mereka tidak malu mengakui dulu belajar dari Pertamina. Namun sekarang kita semestinya juga tidak perlu malu belajar dari mereka untuk menasionalisasi saat kontrak habis. Nah bagaimana supaya tidak hanya menjadi bancakan partai dan segelintor orang ? Ya kitalah yg wajib ikut njagain bersama kepentingan nasional ini. Jngan ngikut arus media dan ruang mainnya politikus. Rdp -- *"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"*