Kalau... Kalau lho ya, gaji disamakan dgn expat dan biaya operasi jdi melonjak siap nggak dituding menumpuk kekayaan dari duit negara... :-) Dengan gaji yang sekarang saja pekerja migas selalu masuk 5 besar dalam soal penggajian... Dan yang cemburu juga banyak...maka gak heran banyak yang senang kalau industri migas juga dikuyo-kuyo...
Omong soal duit gak ada batasnya, jadi kembali lagi pada niat utk berkontribusi pada negeri ini... Salam, On Wednesday, April 3, 2013, Rovicky Dwi Putrohari wrote: > Sewaktu saya IAGI, HAGI dan IATMI diundang oleh pak SKKMIGAS, Pak Rudi dan > lengkap staff petingginya, hal ini juga muncul. Waktu itu Pak > Rudi Rubiandini (RR) mengatakan bahwa tidak benar SKKMIGAS membatasi gaji, > walaupun memang tersirat ada yg diatur. > Menurut penjelasan dari HRnya saat ini skala gaji di beberapa perusahaan > sudah menyamai skala gaji ekspat di negaranya. Sekali lagi di negaranya, > bukan disini looh. Karena ketika menjadi ekspat tentusaja ada tambahan > burden cost yang harus ditanggung oleh pengusaha. Menanggung rumah, > keluarga, dll. Hal yang sama bila ada kawan-kawan Indonesia yg menjadi > ekspat di LN. Bule-bule ini mendapatkan fasilitas karena statusnya ekspat, > demikian juga orang Indonesia di LN. Tentusaja ketika kembali ke negri > masing-masing fasilitas ekspatriat tadi ya tidak ada lagi. Karena menjadi > local employee. > > Sampai disini saya manggut-manggut, karena memang bisa melihat dengan mata > kepala sendiri ada skala gaji satu perusahaan yg memiliki operasi di > Indonesia dan di negaranya, dimana skala gaji utk staff di lokalnya > sebanding. Katakanlah saya di Indonesia mendapatkan 70 juta perbulan, maka > kawan saya selevel di amrik juga mendapatkan sekitar 7500 US$ disana. Juga > kawan di Malesa mendapatkan 25000 ringgit.Ya so-so lah. Memang ada sedikit > berbeda dalam fasilitas lokal, di amrik sana ga ada penggantian kacamata, > disini ada. Tapi di Malesa kesehatan ortu dan mertu masuk dalam scheme > fasilitas kesehatan, tapi disana tidak mengenal HOusing loan. Ini memang > membedakan. Tetapi ketika sebagai ekspat, kawan saya orang amrik > mendapatkan rumah, transport plus sopir, rumah dg satpam dll. Ini utk di > Indonesia. Namun ketika saya di Malesa, kawan amrik ini memiliki fasilitas > sama dengan yg saya peroleh di Malesa juga. > Saya masih manggut-manggut bahwa sebagai pegawe tetap kita sama dan > sederajat dengan bule. > > Dengan penjelasan diatas makanya tidak heran kalau kawan-kawan kita banyak > yg dengan suka cita dan ngguya-ngguyu menjadi ekspat di negeri orang. Lah > wong fasilitasnya itu yg diperoleh. Apakah fasilitas itu juga akan > diperolehnya ketika di Indonesia ? Tentusaja sulit memberikan justifikasi. > Lah mosok tinggal di Indonesia minta fasilitas anak sekolah di > Internasional school yang bener aja, lah. > > Terlebih lagi apa sih pengalaman di LN yg menjadi added value, secara umum > saya yakin tehnologi dan aplikasi di Indonesia lebih maju di negara-negara > lain. Tadi siang saya ngobrol dg bussines developemen managernya > halliburton yg mengatakan hal yang sama. Dia mengakui bahwa kompleksitas > dan tehnologi yg ada di migas semua ada disini. Derah rawa, shelf, laut > dalam hingga pegunungan dan volkanik ada disini. Tentunya tehnologinya apa > saja ada disini. Jdi sulit membrikan justifikasi mengapa orang Indonesia yg > balik harus di treat sebagai ekspat. > > Sampai disini saya yakin pertimbangan seseorang yg sudah terbang untuk > kembali ke negeri Indonesia bukan lagi pertimbangan finansial saja. Menarik > mereka dengan pertimbangan finansial ga berguna. Apalagi mereka sudah > merasakan enaknya jalan tanpa macet, kendaraan umum tersedia dll. Jelas > tidak worthed mengharapkan burung kembali ke sangkarnya. Ikhlaskan saja. > Pengalaman saya, kebanyakan mereka justru malah akan mengejek dan mencibir. > Hanya beberapa saja memang masih ada yg melihat positip Indonesia, lah wong > yg di Indonesia saja banyak yg mencibir negerinya sendiri kok. > > Bagaimana menjaga supaya tenaga kerja di dalam negeri ini ? > Akan saya lanjutkan sebentar lagi dengan menghitung perbandingan gaji > bulanan vs gaji harian sebagai CONSULTAN ... Barangkali ini dapat menjadi > altnatif kebuntuan diatas. > > Rdp > > On Wednesday, April 3, 2013, Andang Bachtiar wrote: > >> (Perolehan keahliannya dibiayai Migas "rakyat" Indonesia, ee,..Orang >> Asing yg memanfaatkannya) - krn kita tdk menghargai bangsa senDiri (?) >> >> ADB, geologist merdeka! >> >> Saya muLai dg fwd-an curhatan temen saya, seorang CEO sebuah perusahaan >> minyak di Jkt: >> >> "Minggu lalu saya sempat diskusi dg bbrp teman yg saya anggap punya >> otoritas di urusan per-migas-an kita tentang expat bangsa asing. Saya >> menanyakan apakah saya boleh memakai tenaga expat nasional >> (berkewarganegaraan Indonesia), dg tarif sama dg expat asing, daripada >> uangnya utk orang asing, kan lebih baik buat WNI. Yg saya maksud expat >> nasional adalah tenaga ahli WNI tapi kerja di luar negeri dg pengaLaman >> internasional di mana2. Tapi ya begitulah .. diskusinya gak ada >> kesimpulan.... Karena untuk urusan kayak begini, mentogh2nya: Masih beLum >> ada mekanismenya dlm aturan2 di permigasan kita u/menggaji tenaga ahLi >> Indonesia menyamai atau Lebih besar dr penggaJian tenaga ahli asing." >> >> (Pertanyaan saya: Memangnya mekanisme yg ada itu spt apa koq sampai tdk >> bisa mengakomodasi sistim penggajian berdasarkan fungsi, keaHLian dan >> prestasi, malahan koq berdasarkan ras "indonesia" vs asing :) >> >> Memang masaLah penggajian expat vs nasionaL-indonesia ini lucu sekaLigus >> bebaL tp nyata: sejak dulu sampai Skrg. Gak waras2 ae awak dewe iki. Contoh >> waktu ada reorganisasi suatu kumpeni PSC/KKkS asing duLu, seorang rising >> star nationaL diangkat jadi VP dan akan digaji sama dengan VP yg expat tapi >> ditolak oleh otoritas migas karena berpaspor Indonesia berdasar aturan >> BAPENAS tidak boleh. Lalu kawan ini dipindah ke headquarternya di Calgary >> dan tetap bekerja untuk blok yg di Indonesia itu, digaji standard Expat >> menggunakan anggaran PSC Blok tsb dalam "head quarter overhead". Setelah >> itu kawan ini ditranfer lagi ke Indonesia dibayar pake dolar amrik standard >> expat, gajinya tetap dari Calgary pake duit PSC (head quarter overhead) dan >> tidak ditolak oleh otoritas kita. Wkwkwkwk. Padahal dananya berasal dari >> sumber yang sama produksi migas di Blok tsb. >> >> Nah, masihkah kita akan mengulangi kebebaLan yg sama skrg ini dg >> mereka-reKa-yasa Lagi spy bisa menghargai bangsa sendiri? ApaLagi kaLo kita >> ingat bhw skrg ini banyak tenaga ahli migas WNI yg kerja di LN, mereka jadi >> pinter krn sdh dididik dg biaya Indonesia melalui cost recovery semasa >> mereka kerja di PSC ind. Sangat sayangkan, mereka jadi pinter di Indonesia >> tapi yg menikmati malah Petronas, Arab dll. Seharusnya keahlLian mrk itu >> bisaLah dinikmati Pertamina, Medco atau PSC Ind dg tarif yg sama dg expat >> sesuai keahliannya. >> >> Ayo dong, yang punya kuasa bikin2 aturan. Berhentilah bermain2 dg >> mendiskriminasi bangsa sendiri. Itu juga mungkin saLah satu penyebab knp >> gak kunjung bergerak maJu penemuan cadangan2 baru kita! >> >> SaLam >> ADB >> >> >> > > -- > *"**Good idea is important key to success, "working on it" will make it > real."* >