Saya alumni dari Akademi kedinasan di bawah DEPHUB / DITJEND Perhubungan Laut di Semarang.
Akademi saya, dulu juga menerapkan sistem yg mirip dng IPDN (Sistem semi militer) tapi seingat saya tidak separah, dan tidak sengawur IPDN. "Pembinaan" fisik yg dilakukan senior selalu dibawah kontrol dari Perwira Jaga atau Perwira Pembina Taruna. Dan di tiap barak selalu ada Perwira Kompi yang tinggal bersama para Taruna (24 jam, karena rata - rata para Perwira kompi itu masih bujang). Kita memang menggunakan istilah - istilah dan kebiasaan militer dalam kehidupan sehari - hari di Asrama, karena 50% output dari akademi tersebut mengabdi sebagai Perwira TNI AL dan POLISI Perairan. Sisanya ada yg menjadi pegawai di DEPHUB dan swasta. Hal ini memang menjadi ironi, sekolah kedinasan yg dikelola DEPHUB, tetapi outputnya justru lebih banyak utk TNI / POLRI. Sekarang ini (sudah hampir 10 tahun) sistem kekerasan sudah di tinggalkan di sekolah kedinasan tersebut. Apalagi sejak 3 tahun terakhir ini, perubahan besar telah terjadi seiring dengan perubahan nama dari Pendidikan Perwira Pelayaran Besar / Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran menjadi Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP). Sekarang ini sudah banyak Taruna yg di ijinkan tinggal di luar asrama. Pemukulan sudah dilarang, tapi kedisiplinan tetap di tegakkan. Biaya pendidikan 75% ditanggung pemerintah (DEPHUB) dan 25% dibayar orang tua Taruna sendiri. Jadi menurut saya, sistem ini seharusnya juga bisa di terapkan di IPDN. Kalau perguruan tinggi kedinasan yg lain bisa kenapa IPDN tidak ? ----- Original Message ---- From: Teh An2 <[EMAIL PROTECTED]> To: idakrisnashow@yahoogroups.com Sent: Monday, April 9, 2007 11:42:00 AM Subject: Ida Arimurti IPDN (Insitut Penyiksaan di Nagari) Miris sekali mendengar lagi-lagi ada korban penyiksaan di kampus IPDN Sumedang..padahal rasanya belum lama alm Wahyu Hidayat meninggal akibat kasus yang sama dan mungkin juga puluhan siswa lainnya (yg tidak diakui oleh pihak institut dan tidak terekspos media) menjadi korban kebrutalan di kampus IPDN. Jujur saya tidak akan pernah memasukan anak saya ke kampus model seperti itu walaupun 'gratis' istilahnya, saya lebih baik banting tulang agar anak saya dapat sekolah yang lebih 'beradab' dan saya rasa kalaupun anak saya ingin nantinya untuk menjadi peg negeri ataupun pamong praja masih banyak jalan utk menuju kesana tanpa harus melalui IPDN yg luar biasa brutalnya. Saya tidak percaya pihak rektorat tidak mengetahui hal ini, seperti yang pernah ditayangkan di salah satu TV swasta thn lalu bagaimana sewenang-wenangnya praja senior menendang, memukul bahkan meninju dada, ruas punggung (dimana letak sel2 syaraf banyak disitu), apa yang ada di benak mereka semua, bagaimana mungkin mereka tidak mengetahui sedangkan kegiatan tersebut berada di KAMPUS!! dan dalam jumlah yang MASSAL...!! bukan di tengah hutan belantara, bagaimana mungkin mereka tidak mengetahui hal tersebut kala puluhan orang keluar dan kabur dari Kampus krn tidak tahan disiksa, dan bagaimana mungkin mereka tidak mengetahui hal tersebut kalau Pos Kesehatan mereka dan juga RS terdekat yang sering sekali menerima pasien luka luar maupun dalam yang parah dari Kampus IPDN. Saya punya saudara yg rumahnya dekat sekali dengan IPDN dan pernyataan salah satu dosen IPDN dulu (Inoe?) bahwa seks bebas dan perkosaan kadang kerap terjadi itu betul adanya, banyak korban yg tdk mau bicara krn kembali lagi masalah etika timur, bahwa betul kekerasan di IPDN itu luar biasa sekali brutalnya, sering saudara saya melihat siswa IPDN yg kadang seperti org linglung (mungkin kebanyakan digampar kepalanya). Dan kembali saya lebih prihatin kala kasus Alm Wahyu seakan-akan dikubur begitu saja tidak menjadi pelajaran bagi IPDN, kenapa yang katanya Indonesia lebih beradab, lebih sopan, lebih beragama tapi ternyata jauh lebih brutal dibanding negara yang katanya tidak beradab dan tidak taat beragama? Jadi bagaimana Bangsa ini mau maju kalau dipimpin oleh orang2 brutal seperti itu? Kalau saya atau keluarga saya diberi kesempatan jadi pejabat pemerintah tidak akan pernah menerima lulusan IPDN krn sudah pasti mentalnya gila.. Walaupun mereka yang menjadi korban itu bukan siapa2 saya, tapi saya menangis sedih membayangkan Ibunya yang begitu banyak perjuangannya dari mulai hamil, melahirkan membesarkan mereka yang tentunya tidak hanya materi saja tetapi juga limpahan kasih sehingga mereka bisa berhasil masuk ke IPDN tapi apa yang Ibu-Ibu itu dapatkan? anaknya kembali dalam peti mati terbujur kaku justru karena anaknya ingin menjadi seorang Pamong Praja yang akan membawa nama baik keluarga yang nantinya akan mengangkat derajat orang tuanya? Mudah2an ini yang terakhir di IPDN karena saya setuju 1000% IPDN harus bubar karena kalau sistemnya tidak diperbaiki, mau ganti pimpinan 1000 kali pun IPDN tetap Kampus Penyiksaan Di Nagari... Semoga Pemerintah dan Bapak-bapak yang duduk di atas sana kali ini mau mendengarnya sebelum ada lagi yang jatuh korban. Kami sekeluarga turut berduka cita kepada kel, Clift...semoga pengorbanan Clift tidak sia-sia dan juga sanksi2 yang dijatuhkan adalah betul2 sesuai hukum yang berlaku tanpa bisa dibeli maupun dibayar... Teh An2 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger .yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] ____________________________________________________________________________________ Never miss an email again! Yahoo! Toolbar alerts you the instant new Mail arrives. http://tools.search.yahoo.com/toolbar/features/mail/ [Non-text portions of this message have been removed]