> Hm saya menjadi membaca semacam kontradiktif di sini, di satu sisi anda
> tidak terima bahwa turunya policy atas pembatasan fasilitas (misal
> perpustakaan, dsb) akibat perilaku "mayoritas" mahasiswa.  Sedangkan di
> paragraf di atsa, Anda mengharapkan kita tidak menilai berdasarkan
> minoritas.
>
> Saya pribadi tidak suka menilai berdasarkan mayoritas atau minoritas saja,
> tetapi lebih kepada esensinya.

Maksud saya begini Pak, memang betul bahwa mayoritas mahasiswa kita belum
bisa bertanggung jawab, justru ini yg ingin dirubah, supaya mayoritas
mahasiswa yg tidak bertanggung jawab itu lebih bisa bertanggung jawab, yaitu
dengan mencoba untuk mengimplementasikan perpustakaan terbuka.  Karena,
dengan perpustakaan terbuka, perilaku mahasiswa juga dapat berubah dalam hal
memelihara buku perpustakaan.  Bagaimana bisa berubah?... Karena mereka akan
lebih sering keperpustakaan untuk membaca.  Kok bisa mereka lebih sering ke
perpustakaan?   Karena dengan sistem perpustakaan terbuka, mereka tidak
harus menjalani "jalur birokrasi" yang ada (menitipkan kartu id, memohon
untuk diambilkan bukunya dsb) hanya sekedar untuk membaca buku.  Karena
kemudahan ini lah arus mahasiswa yg datang ke perpustakaan akan lebih
banyak, dan karena semakin banyak dan sering mahasiswa keperpustakaan,
tingkat kepedulian mereka terhadap buku2 perpustakaan pun akan meningkat,
dan mereka juga akan sadar bahwa mereka sangat membutuhkan buku2 tersebut,
sehingga tumbuh dalam diri mereka rasa peduli untuk menjaga buku2
tersebut.... dan lambat laun akan tercipta semacam "social enforcement" dari
mahasiswanya sendiri untuk saling mengingatkan atau menindak rekan mereka yg
tidak bertanggung jawab.  Jadi "policy pembatasan fasilitas" bisa dihapuskan
bila suasana yang tercipta di perpustakaan terbuka ini terlah terjalin.
Semua ini adalah proses, dan resiko pasti akan menghantui, tapi kalo kita
lihat "esensinya" (yaitu mengembangkan mahasiswa maupun kampus), it's worth
the risk... :)

> Sistem ke 1, memiliki kelemahan tidak flexible.  Sedankgan sistem ke 2
> memiliki kelemaham membutuhkan disiplin ketat dari komponennya.
> Mengahrapkan terbentuknya sistem baru (struktur baru) yg baik tanpa
> mengharapkan perubahan komponene di dalamyna adalah sulit, kecuali
> dilakukan "tangan besi secara total".


> Utk situasi Indonesia, sering yg "Baik" disebut tidak baik, hanya karean
> yg lain tidak melakukan hal itu..he.h.eh banyak contohnya, misal "resource
> sharing" yg terjadi di Gunadarma.. Karena sebagian besar Uni tak melakukan
> maka sering disebut Gunadarma salah dan tidak baik, dan harus
> berubah..he.he.eh.

Wah kalo ini saya setuju sekali Pak, perubahan apapun yang dilakukan oleh
kampus tentunya harus melihat tujuan dan dampaknya terhadap kampus, tidak
hanya ikut2an saja.  Tapi tentunya juga tidak tertutup kemungkinan untuk
mengikuti kampus2 lain jika yang telah diterapkan kampus2 lain itu terbukti
berguna dan dapat membangun Gunadarma.

>
> Justru itu mayoritas tak selamanya benar 8-)
>

Ini saya juga setuju Pak... :)


* Gunadarma Mailing List -----------------------------------------------
* Archives     : http://milis-archives.gunadarma.ac.id
* Langganan    : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Berhenti     : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Administrator: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke