Iseng2 sen. Bisa baliak kamaso lampau carono hijrah ka pulau pulau nan layak 
huni tapi alun bahuni. Dipulau iko balaku sistem kamanakan barajo kamamak. 
Mamak barajo kapangulu dst. Tiok pulau ciek suku sen. Bia murah di kelola oleh 
pangulu masiang2 suku. Anak padusi lalok di rumah gadang. Nan alah balaki lalok 
di kamar. Nan alun balaki lalok di ruang kaluarga. Untuak itu anak laki2 ndak 
buliah lalok di rumah gadang kacuali kalau alun basalero kapadusi . Untu ak 
anak laki2 dibuek surau. Surau gon juo jd tampek lalok laki2 nan marando atau 
nan sadang baganyi. Nan maagiah makan urang di rumah gadang adolah mamak2 nan 
ado di pulaudun. Untuak mangalola pandapatan mamak2 gon dipiliah salah surang 
padusi nan terhebat di rumah gadang sahinggo padusidun bisa maangkek harkat dan 
martabat dari mamak2 mereka. Tantu salah satu kriteria padusi dtn adolah pandai 
berhemat. Sahinggo sang mamak bisa pai kamakah jo tabungan bundo kanduang dun. 
Aturan nan balaku di pulau iko
 ndak buliah dirubah. Kalau ado nan ndak katuju buliah marantau cino. Dengan 
bpt pulau2 ini nanti bisa jd tujuan wisata budaya mancanegara. Salam. Hanifah

Erwin wrote: 
> Wa'alaikum salam Pak Saaf yang ambo hormati,
> Terima kasih Pak atas responnya, dan mohon maaf lambat merespon kembali. 
> semata-mata ini karena saya pun harus lambat-lambat mencernanya.
> setidaknya ada tiga catatan saya dari tanggapan Bapak,
> pertama, soal pilihan pertama adalah: kembali ke masa lampau yang "gemilang" 
> yang "tak lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh", apakah bentuk konkretnya 
> dan penjelasan lainnya buat saya yang awam ini, ini dari judulnya sangat 
> interesting.
> kedua, soal pilihan kedua adalah: "menata diri untuk menghadapi tantangan 
> masa 
> datang, menilai norma dan lembaga yang masih sesuai dan mana yang tidak 
> sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat". Ini rasanya terkait dengan ABSSBK, 
> dan rasanya sangat tak sabar untuk mendengar pokok-pokoknya 22 januari nanti.
> ketiga, soal tiadanya institusi supra-nagari.  sesuatu yang memprihatinkan. 
> secara rasional, ketiadaan institusi supra-nagari membuat posisi nagari lemah 
> terhadap institusi supra lainnya, misalnya pemerintah daerah atau pemilik 
> modal, yaitu tidak mempunyai daya tawar dan daya desak yang cukup. mungkin 
> ini sebabnya kehidupan nagari tidak bergerak bahkan mundur. mungkin nagari 
> mengambil pendekatan personal mengatasi masalah ini, misalnya pejabat 
> diangkat sebagai pemimpin adat, tapi apakah hal ini cukup efektif dan 
> menyelesaikan masalah? 
> wassalam
> erwin z
> On Thursday 10 January 2008 14:15, Dr.Saafroedin BAHAR wrote:
>> Assalamualaikum w.w. Bung Erwin,
>>
>>   Jika kita renungkan baik-masalah yang sudah, sedang, dan akan dihadapi
>> oleh masyarakat Minangkabau -- khususnya di Ranah -- cepat atau lambat kita
>> akan sampai pada kesimpulan bahwa masalah dasar Minangkabau adalah
>> bagaimana mengkonsolidasikan demikian banyak perubahan -- bahkan goncangan
>> -- sosial yang terjadi sejak Perang Paderi 1803-1838, untuk kemudian
>> menghadapkannya kepada tantangan yang kita hadapi hari ini dan dalam
>> tahun-tahun mendatang. Surau merupakan salah satu institusi Minangkabau
>> yang telah, sedang, dan akan terus menghadapi perubahan dan goncangan ini.
>>
>>   Dalam pertemuan untuk menyusun Rencana Strategis Jangka Menengah Sumatera
>> Barat di Bukit Tinggi bulan Januari 2006 dahulu saya pernah menyampaikan
>> pendapat bahwa ada dua pilihan dasar yang terbuka dan mau tidak mau harus
>> diambil keputusan terhadapnya jika kondisi 'terapung tak hanyut terendam
>> tak basah' seperti sekarang ini tidak berlarut-larut.
>>
>>   Pilihan pertama adalah: kembali ke masa lampau yang "gemilang" yang "tak
>> lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh". Mungkin sekali pertemuan para
>> penghulu se Kabupaten Agam di Bukit Tinggi baru-baru ini dengan tema
>> "Kembali ke Rumah Gadang" -- yang ditanggapi Ananda Hanifah dengan sebuah
>> puisi -- termasuk dalam pilihan ini. Pilihan pertama ini kelihatannya cukup
>> kuat pendukungnya pada [sebagian] pemuka masyarakat Minangkabau. Kita bisa
>> menamakan pilihan pertama ini sebagai pilihan konservatif, bahkan pilihan
>> regresif.
>>
>>   Pilihan kedua adalah: menata diri untuk menghadapi tantangan masa datang,
>> menilai norma dan lembaga yang masih sesuai dan mana yang tidak sesuai lagi
>> dengan kebutuhan masyarakat, seperti kata pepatah : "lapuak-lapuak
>> dikajangi, usang-usang dibarui" Norma dan tatanan yang masih berfungsi,
>> tetap dipertahankan dengan penyempurnaan seperlunya. Adapun norma serta
>> tatanan yang dinilai tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman, dengan
>> takzim diletakkan dan dikenang dalam khazanah sejarah. Kita bisa menamakan
>> pilihan kedua ini sebagai pilihan progresif atau pilihan antisipatif.
>>
>>   Menurut penglihatan saya, sampai saat ini tidak demikian banyak pemuka
>> Minangkabau yang secara terbuka selain menyatakan mendukung pilihan kedua
>> ini juga mengambil langkah konkrit untuk menindaklanjutinya. Walaupun
>> demikian, secara pribadi, saya memilih pilihan kedua ini, karena
>> setidak-tidaknya bernuansa "masih ada harapan" sesuai dengan judul buku
>> yang saya tulis bersama dengan Sanak Ir Mohammad Zulfan Tadjoeddin, MA
>> (2004)..
>>
>>   Masalah selanjutnya adalah bagaimanakah prosedurnya agar masyarakat
>> Minangkabau dapat membuat keputusan bersama, agar bisa 'sadanciang bak basi
>> saciok bak ayam' "  Ini memang agak susah, karena sampai sekarang
>> Minangkabau tidak atau belum mempunyai suatu institusi supra-nagari. Sampai
>> saat ini tanggapan dan pendapat terhadap dua masalah yang demikian mendasar
>> masih tetap bersifat pribadi, sporadis, dan fragmentaris. Mungkin itulah
>> yang menyebabkan mengapa secara perseorangan ada tokoh Minang yang maju,
>> namun sebagai suatu etnik [=suku bangsa] jelas sekali orang Minang jalan di
>> tempat atau malah mundur terus menerus.
>>
>>   Sebagai suatu langkah sederhana ke arah konsolidasi masyarakat
>> Minangkabau ini, dalam tahun-tahun terakhir ini dengan sungguh-sungguh saya
>> mendorong diselesaikannya Kompilasi Hukum ABS SBK, yang syukur
>> Alhamdulillah sudah mendapat sambutan baik. Jika tidak ada aral melintang,
>> pokok-pokoknya akan bisa kita dengar dari makalah yang akan disampaikan tim
>> Sumatera Barat dalam diskusi panel Perang Paderi tanggal 22 Januari yang
>> akan datang. Menurut perkiraan saya, draft pertama Kompilasi Hukum ABS SBK
>> tersebut akan selesai dalam waktu dua tahun, jika dikerjakan secara
>> sungguh-sungguh. Jika tidak, tentu tidak akan pernah selesai.
>>
>>   Wassalam,
>>   Saafroedin Bahar
> 


      
____________________________________________________________________________________
Never miss a thing.  Make Yahoo your home page. 
http://www.yahoo.com/r/hs

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: 
[EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to