Assalamu'alaikum wr.wb.

Ko lanjutan nyo :
http://rhenaldkasali.com/menyoal-ribut-ribut-kereta-cepat-jakarta-bandung-bagian-2/

Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 2)

by Rhenald <http://rhenaldkasali.com/author/kodok/> | Oct 13, 2015 | 2015
<http://rhenaldkasali.com/category/kompas/2015-kompas/>, Kompas
<http://rhenaldkasali.com/category/kompas/> | 0 Comments
<http://rhenaldkasali.com/menyoal-ribut-ribut-kereta-cepat-jakarta-bandung-bagian-2/#disqus_thread>

Perbincangan tentang kontroversi proyek kereta cepat masih beredar di
masyarakat. Kemarin sudah saya ulas mengapa proyek ini menjadi terkesan
kontroversial, dan betapa rumitnya memahami peluang dan resiko dari bisnis
ini.

Benar, saya bukanlah politisi dan kurang paham bagaimana politik menjalin
berbagai kepentingan, maka saya fokuskan pada analisis usahanya.

Kemarin juga sudah saya bahas, betapa era baru dalam dunia bisnis global
telah mengubah *business landscape* kita secara besar-besaran. Dunia usaha
tak lagi bisa dianalisis antar-moda (antar-produk), melainkan melalui *business
model*. Pengusaha dan BUMN harus mampu melihat potensi *recurring income*,
serta membaca peluang dalam ekosistem bisnisnya.

Baca: Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 1)
<http://www.rumahperubahan.co.id/blog/2015/10/12/menyoal-ribut-ribut-kereta-cepat-jakarta-bandung-bagian-1/>

Setahu saya misalnya, sampai 30 tahun pun kereta api dari kota menuju
bandara akan tetap rugi karena ia memang dibangun untuk kepentingan
pelayanan publik. Untuk itulah kita harus siap menerima ketidaklayakan
proyeknya secara singular. Namun dalam ekosistemnya, bukankah ia akan
menciptakan sirkulasi ekonomi yang mampu menciptakan banyak kegiatan
ekonomi?



*Bukan Hanya Tiket*

Baiklah supaya lebih jelas, saya akan uraikan dulu bisnis kereta cepat yang
hitungan singularnya (*an sich* proyek kereta api, tanpa mengukur
ekosistemnya) menuai pro kontra. Proyek ini digagas oleh Presiden Joko
Widodo ketika berkunjung ke Tiongkok menjelang akhir Maret 2015.

Sementara, rute yang dirancang adalah dari Stasiun Gambir di Jakarta sampai
Stasiun Gedebage di Bandung, Jawa Barat. Panjangnya 150 kilometer.
Investasinya setelah dihitung ulang, menjadi 5,5 miliar dollar AS, atau
kalau kita hitung memakai kurs sekarang nilainya bisa sekitar Rp 74 triliun.

Ini investasi yang tidak sedikit bagi negara. Tapi, kalau dilihat dari *value
creation* pada ekosistemnya, uang sebesar itu bagi pengusaha swasta bukan
uang yang besar-besar amat. Apalagi ada banyak *project finance *yang bisa
digarap dan memberi ruang penguatan BUMN yang besar.

Ini tentu masih harus dijelaskan secara bertahap. Mengapa bertahap?  Saya
pikir ini karena ia memang rumit dan sudah pasti BUMN kita yang menangani
proyek besar ini harus beradaptasi dengan perubahan. Beradaptasi itu baik,
karena ia bukanlah bebek yang lumpuh. Lagi pula di sana akan ada banyak
spekulasi yang dapat menghambat dan mengorbankan kepentingan rakyat kecil.
Ini tentu harus dijaga negara.

Jadi bagi saya sudah seharusnyalah pemerintah melibatkan swasta dan
mengajukan skema non-APBN.  Juga, tidak ada jaminan dari pemerintah itu
baik bagi kita.  Risikonya harus disebar. Jadi skemanya murni *Business to
Business* (B2B). Apalagi yang kita takuti?  Kalau takut menghadapi risiko,
sudah saja kasih perusahaan swasta semua. Pasti peminatnya banyak.

Skema semacam ini, di lain pihak, ternyata tidak sesuai dengan model bisnis
dan regulasi dari Pemerintah Jepang. Mereka tetap minta jaminan pemerintah.
Ini berarti risiko sepenuhnya diserahkan pada kita, sedangkan industri
mereka sudah dijamin hidup dengan pembelian besar gerbong dan lokomotif
kereta cepat dan jasa-jasanya. Masalah menjadi rumit karena Jepang sangat
menginginkan proyek itu.

Lalu, sebagai gantinya saya melihat masuklah konsorsium delapan BUMN
Tiongkok yang dipimpin oleh China Railway Corporation (CRC). Konsorsium CRC
itu akan berkongsi dengan empat BUMN, yakni PT Wijaya Karya Tbk (pemimpin
konsorsium), PT Kereta Api Indonesia, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan
Nusantara VIII.

Konsorsium CRC itu bahkan sudah menyiapkan China Development Bank (CDB)
sebagai penyandang dana. Nilai investasinya pun berkurang menjadi 5,5
miliar dollar AS. Saya melihat suku bunga pinjaman tawaran CDB cukup
kompetitif. *Fair*. Apalagi jangka waktu pengembaliannya juga sampai 40
tahun, ditambah dengan *grace period* 10 tahun. Ini waktu yang cukup.

CRC juga siap berpatungan dengan konsorsium BUMN kita dengan komposisi
kepemilikan saham 60 persen untuk konsorsium BUMN kita dan 40 persen CRC.

Lalu, bagaimana dengan kelayakan bisnisnya? Menurut data JICA, pada tahun
2020 bakal ada 44.000 penumpang per hari yang naik kereta cepat itu. Dengan
harga tiket Rp 200.000 per penumpang, itu berarti penerimaan per bulan Rp
264 miliar, atau per tahun menjadi Rp3,17 triliun. Kalau 40 tahun, dengan
asumsi tanpa penambahan jumlah penumpang dan kenaikan harga tiket, berarti
Rp126,8 triliun.

Bagi saya  nilai sebesar ini masih kondisional. Artinya, apakah benar ada
orang sebanyak itu yang bersedia membayar sebesar itu tiga-empat tahun dari
sekarang? Bagaimana kalau tidak? Itu sebabnya saya katakan kondisional dan
beresiko. Tapi BUMN harus cerdas.

Kalau  kota-kota baru dibangun dalam koridor, maka
mekanisme*cross-subsidy* dapat
menyelamatkan masa depannya. Ingat nasehat para taipan yang saya ceritakan
dalam tulidan kemarin: siapkan landbank untuk memanfaatkan turunan usahanya.

Selain mengurangi kepadatan di pusat kota, peremajaan kota sudah amat
mendesak. Ini berarti, semua terpulang pada kemampuan implementasi pada
semua pihak dalam mengemban resiko masing-masing. Dan dalam bisnis, resiko
seperti ini amat wajar. Makin besar bisnisnya tentu tidak kecil resikonya.
Demikian juga sebaliknya.

Maka, saya tak mengerti dengan ribut-ribut soal kelayakan bisnis dari
proyek tersebut. Apalagi, saya yakin, peluang untuk menjaring pendapatan
tak hanya datang dari para penumpang. Pada bagian awal tulisan saya sudah
menyinggung soal model bisnis yang berbasis ekosistem. Artinya,
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembangunan proyek ini juga bisa
menjaring pendapatan dari berbagai sumber, sejauh itu masih berada dalam
satu ekosistem bisnisnya. Bisnis kereta cepat pun, saya yakin, seperti itu.



*Mengajari “Bebek” Berenang*

Sekarang pertanyaannya, dimana letak peluang bisnis pada ekosistemnya?
Bagaimana hitung-hitungannya? Mari kita telaah.

Paling mudah, bisnis-bisnis turunan akan datang dari area seputar
stasiun-stasiun kereta cepat tersebut. Ini mirip dengan konsep inti plasma,
dengan stasiun menjadi intinya. Kalau melihat proposalnya, ada delapan
stasiun yang menjadi jalur lintasan kereta cepat tersebut, yakni Gambir,
Manggarai, dan Halim yang berada di Provinsi DKI Jakarta. Lalu,
lima stasiun lainnya, yakni Cikarang, Karawang, Walini, Kopo dan Gedebage
berada di Provinsi Jawa Barat.

Kelak, akan banyak peluang tercipta berkat kehadiran stasiun-stasiun
tersebut. Semua itu akan mendatangkan mitra dan permodalan, bahkan capital
gain yang besar bagi negri ini. Saya tidak akan bicara Jakarta, yang
meskipun sudah terlalu *crowded*, masih menjanjikan banyak peluang. Saya
akan langsung masuk ke Cikarang dan Karawang.

Selama ini dua kawasan tersebut dikenal sebagai pusat industri, dengan
sebagian di antaranya untuk ekspor. Banyak perusahaan multinasional yang
membuka pabrik di sana. Maka, Cikarang dan Karawang dapat menjadi semacam
Industrial Business Hub. Banyak proyek bisa dibangun di sana. Misalnya,
area untuk perwakilan dari perusahaan-perusahaan multinasional, sehingga
mereka tak perlu berjejal-jejal berkantor di Jakarta yang mahal tarif
sewanya dan bikin macet.

Di sana juga menurut proposal yang saja baca, akan dibangun industri
penunjang bagi pabrik-pabrik tersebut. Misalnya, industri komponen atau k
emas <http://bisniskeuangan.kompas.com/tag/emas>an. Untuk menopang semua
kegiatan tersebut juga dibutuhkan banyak fasilitas, seperti hotel,
apartemen, rumah sakit, kampus, sekolah, perkantoran, *retail business*,
transportasi, serta area dan fasilitas publik lainnya, seperti rumah sakit,
sekolah dan sebagainya.

Investasi untuk membangun industri penunjang maupun berbagai fasilitas
bakal mendatangkan investasi baru triliunan rupiah. Ini sekaligus akan
menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Jadi akan banyak uang berputar di
seputar kawasan tersebut. Dan ini baik untuk menggerakkan perekonomian yang
pertumbuhannya terancam melambat. Jangan lupa industri perumahan dan
pembangunan kawasan ini menyerap komponen lokal di atas 80 persen.

Jika kawasan tersebut dan segenap fasilitasnya selesai dibangun, saya
optimis, akan lebih banyak lagi uang yang berputar. Misalnya, uang yang
berasal dari penjualan dan sewa ruang kantor, dari sewa kamar-kamar hotel
dan apartemen, dan dari bisnis retail. Taksiran kasar saya, nilainya
sekurang-kurangnya bisa Rp 18,5 triliun. Belum lagi rusun untuk buruh dan
kalangan rakyat jelata yang memang menjadi kewajiban pemerintah.

Anda menduga BUMN-BUMN kita yang terlibat dalam proyek kereta cepat ini tak
mempunyai kapabilitas untuk menangkap peluang tersebut? Salah besar. Wijaya
Karya, misalnya, memiliki banyak anak usaha. Ada yang bergerak di bisnis
konstruksi, ada yang di bisnis properti. Mereka tentu sudah lama membangun
keahlian dalam bisnis properti dan membaca peluang-peluang bisnis tersebut.

Sekarang kita fokus di Walini dan Gedebage. Luas dua kawasan ini tidak
main-main. Walini (milik PTP VIII) mencapai 1.270 hektar dan siap
dikembangkan hingga 2.995 hektar. Sementara, Gedebage mencapai 430 hektar.
Dua kawasan tersebut juga sudah menyiapkan konsepnya. Walini akan menjadi
kota baru dengan jantungnya adalah pusat riset kesehatan dan obat-obatan,
serta teknologi pertanian dan bioteknologi.

Konsep Gedebage lain lagi,   konsepnya teknopolis, yakni menjadikan
Gedebage sebagai pusat produksi dan pengembangan untuk industri kreatif dan
ICT.

Apa pun konsepnya, keduanya membutuhkan fasilitas pendukung yang luas, baik
yang bisa dikerjakan BUMN, swasta maupun UMKM. Semua itu adalah peluang
bisnis yang amat besar bagi perekonomian kita.  BUMN-BUMN kita dari
kejauhan tentu sudah melihat peluang tersebut. Kita tak perlu lagi
mengajarinya. Bahkan mungkin justru merekalah yang menciptakan
peluang-peluang bisnis tersebut.

Maka kalau kita solid, *governance*-nya bagus dan implementasinya benar,
hadirnya proyek koridor jakarta-bandung ini akan membuka banyak peluang
bisnis. Maka bisnis skala besar ini harus terus dikawal publik, dan
dimotivasi agar benar-benar mampu memberi manfaat bagi perekonomian kita.

Kekhawatiran yang berlebihan terhadap kemampuan BUMN-BUMN kita, saya lihat,
sama sekali tidak beralasan. *Preparing for the worst* oke-oke daja, tapi
itu jangan menyurutkan langkah kita untuk maju.

Mungkin selama ini kita melihat BUMN-BUMN kita seperti bebek yang hilir
mudik berenang di kolam kecil. Lalu, kita cemas ketika bebek-bebek tersebut
diterjunkan ke danau, yang jauh lebih luas ketimbang kolam. Dan bebek-bebek
itu pun belajar terbang.

Begitu cemasnya sampai kita lupa bahwa entah di kolam atau di dunia,
keduanya hanya membutuhkan kemampuan yang sama: berenang dan belajar
mengambil resiko untuk terbang. Dan, kita tak perlu mengajari bebek-bebek
itu berenang, bukan?



Salam


Reza

Zaman alah barubah. Kadang pola pikia maso lalu, terkadang harus diupgrade
supayo bisa mairiangi kemajuan teknologi.





2015-10-23 9:26 GMT+07:00 muhammad syahreza <muhammadsyahr...@gmail.com>:

> Assalamu'alaikum wr.wb.
>
>
> Mungkin tulisan Pak Rhenald Kasali ko bisa pulo untuak mambuka pikiran
> kito..
>
>
>
> http://rhenaldkasali.com/menyoal-ribut-ribut-kereta-cepat-jakarta-bandung-bagian-1/
>
> Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 1)
>
> by Rhenald <http://rhenaldkasali.com/author/kodok/> | Oct 12, 2015 | 2015
> <http://rhenaldkasali.com/category/kompas/2015-kompas/>, Kompas
> <http://rhenaldkasali.com/category/kompas/> | 0 Comments
> <http://rhenaldkasali.com/menyoal-ribut-ribut-kereta-cepat-jakarta-bandung-bagian-1/#disqus_thread>
>
> Seperti investasi besar lainnya, pembangunan kereta cepat (*high speed
> train*), yang nilainya mencapai 5,5 miliar dollar AS menjadi berita yang
> kontroversial.
>
> Pertama, siapa yang menyangka presiden Joko Widodo memutuskan begitu
> cepat? Maklumlah kita sudah amat terbiasa menyaksikan ketakhadiran
> pengambilan keputusan strategis yang *agile* dan cepat.
>
> Anda masih ingat bukan, proyek-proyek infrastruktur yang sudah disetujui
> saja bahkan  dibiarkan mangkrak bertahun-tahun. Rencana tinggallah rencana.
> Ribut sedikit saja sudah membuat penguasa takut dan tidak bekerja. Proyek
> jalan tol Cipularang yang bisa dituntaskan setahun saja, bahkan dulu sempat
> dibiarkan berlubang dan berdebu lebih dari 5 tahun.
>
> Kedua, Jepang yang sudah lama mengincar proyek ini ternyata tidak
> terpilih. Memang Jepang terkesan amat berhati-hati karena kereta dapat
> mengganggu industri otomotifnya yang *market size*-nya begitu besar di
> sini. Siapapun tahu, sistem transportasi publik berbasiskan kereta api
> dapat mengganggu penjualan otomotif. Maka wajar bila banyak menawar dan
> mengulur waktu.
>
> Sikap Jepang tiba-tiba berubah begitu menyaksikan kesungguhan Tiongkok
> dalam bersaing. Jepang yang melakukan studi dan membuat FS terlebih dahulu
> merasa lebih berhak menentukan masa depan transportasi publik Indonesia,
> namun tetap menuntut jaminan pemerintah.
>
> Ketiga, menjadi kontroversial karena keputusan pada level bisnis juga
> cepat sekali dan terus berkembang (adaptif). Karena tak melibatkan uang dan
> jaminan negara, maka Menteri Perhubungan pun menyerahkan sepenuhnya pada
> mentri BUMN dengan skema *business to* *business*.
>
> Melalui konsorsiumnya, Mentri BUMN merumuskan *business model* yang bukan
> menjadikannya sebagai proyek pembangunan kereta api semata-mata, melainkan
> hadir bersama mega proyek kota- kota baru di sekitar jalur kereta. Maka
> Gubernur Jabar dan walikotanya pun dilibatkan.
>
> Dalam strategi pengembangannya, bukan lagi menjadi sekedar proyek
> transportasi, melainkan sebuah kegiatan ekonomi skala besar yang kelak akan
> melibatkan begitu banyak pelaku usaha besar maupun kecil. Value creation
> nya amat besar sehingga melibatkan minimal 4 BUMN inti. Ini tentu
> mengecohkan para pembuat opini yang hanya berhitung *cost-benefit-risk
> analyses* pada aspek bisnis kereta api cepat semata-mata.
>
> Keempat, proses cepat ini ternyata ada *cost*-nya, yaitu kurang
> terinformasinya publik atas *opportunity* serta nilai yang diciptakan.
> Dilema di era keterbukaan dan partisipasi publik ini memang dapat kita
> rasakan: antara hak untuk tahu publik dengan keputusan bisnis adaptif yang
> cepat berubah dengan motif ambil untung para makelar tanah. Akibatnya para
> pengamat kebijakan publik dapat memberikan opini yang keliru atas
> ketidaksempurnaan informasi.
>
> Kelima, persaingan Jepang vs Tiongkok dalam proyek ini telah menimbulkan
> opini pro-kontra, apalagi ruang untuk pertumbuhan ekonomi di kedua negara
> itu makin terbatas. Mereka punya kepentingan, sementara kita punya kendali
> dan kepentingan yang harus dijaga pula. Kehadiran proyek infrastruktur
> skala besar di tanah air tentu saja menimbulkan daya Tarik sendiri yang
> sudah pasti melibatkan perang opini yang dapat melibatkan *conflict of
> interest* yang cukup luas.
>
> Tentu masih ada isu-isu lain dari proyek yang sebenarnya bagus bagi
> perekonomian kita, akhirnya terkesan kontroversial. Apakah itu pro-kontra
> jalur Jakarta -Bandung vs Jakarta-Surabaya, pertanyaan mengenai siapa saja
> pihak yang dapat bermitra, kesungguhan Tiongkok berinvestasi, di mana letak
> titik perberhentiannya, masalah apa yang akan muncul dalam tahap
> implementasi, negosiasi, dan lain sebagainya.
>
> Tapi baiklah kita fokuskan pada keputusan yang sudah diambil dan bagaimana
> proyek ini bisa menciptakan *value* bagi perekonomian kita, bukan
> Tiongkok dan bukan Jepang. Karena saya bukan Menteri BUMN, maka saya
> mencoba menganalisis dari kacamata ilmuwan dan praktisi bisnis yang saya
> miliki. Maaf saya sama sekali tak mengerti soal politik, sehingga tidak
> mengkaitkan analisis ini dengan masa jabatan presiden sehingga pilihannya
> mungkin turut terpengaruh.
>
> Saya hanya ingin membaca dan mengarahkan agar pemerintah paham soal
> ekosistem bisnis, peluang dan ancaman yang mungkin timbul. Saya juga ingin
> agar informasi ini dimiliki publik yang dapat membaca peluang yang mungkin
> bisa dimanfaatkan untuk keluar dari perangkap ketakutan krisis.
> Bahan-bahannya saya kumpulkan setelah bersusah payah mengorek dari para
> pihak yang terlibat.
>
> *Perubahan** Business Model*
>
> Beberapa tahun silam saya pernah meneruskan pertanyaan para pimpinan
> negara kita kepada pimpinan BUMN di Tiongkok tentang cepatnya pembangunan
> jalan tol di negeri itu. Harap maklum, selama 35 tahun Jasa Marga berdiri,
> hanya 850 kilometer jalan tol yang bisa kita bangun, sementara Tiongkok
> dalam 15 tahun bisa membangun puluhan ribu kilometer.
>
> Jawabnya sederhana sekali. Pertama model pembangunan infrastruktur di
> Tiongkok diserahkan kepada BUMN sehingga dapat menjadi aset yang tumbuh.
> Dan kedua, BUMN Tiongkok melakukan *value creation* yang utuh, bukan
> sekedar membangun jalan tol. Termasuk di dalamnya menjaga kepentingan
> publik yang luas, ya lingkungan, ya rakyat jelata, petani dan pemilik
> tanah. Ini berbeda sekali dengan pembangunan jalan tol di sini.
>
> Waktu saya tanyakan pada para taipan kita yang membangun kawasan
> permukiman dan industri di tepi-tepi jalan tol, mereka pun buka mulut.
> “Pemerintah kita tidak pandai memanfaatkan peluang. Bangun jalan tol tetapi
> hanya membebaskan jalannya saja. Kami lihat itu sebagai peluang, maka kami
> bebaskan tanah-tanah di dekat jalur keluarnya agar menjadi kawasan industri
> dan pemukiman,” kata seorang pengusaha.
>
> Seorang taipan mengaku *value creation-*nya mencapai 30 hingga 50 kali
> lipat. Dari modal Rp 1 triliun kembalinya Rp 30 triliun. Modalnya pun
> disediakan mitra asing. Pantaslah mereka begitu cepat masuk dalam daftar
> orang terkaya dunia.
>
> Lantas bagaimana BUMN kita? *Business model*  BUMN kita di masa lalu
> hanya fokus pada keahliannya saja, ya fokus. Ambil contoh saja Perumnas
> yang membangun kawasan pemukiman, lalu menyerahkan perawatan wilayahnya
> pada pemerintah daerah. *Business* *model* mereka tidak menghasilkan
> pendapatan yang berkelanjutan *(recurring income).*
>
> Sekarang bandingkan dengan pengembang-pengembang superblok yang setiap
> bulan memungut *service charge* dari berbagai jasa yang mereka jual:
> kebersihan, listrik dan air, sewa, keamanan, parkir, dan seterusnya. Kalau
> Anda tinggal di gedung bertingkat, Anda tentu paham apa yang saya maksud.
> Setiap bulan Anda kena pungutan antara Rp 500.000 hingga Rp 2 juta. Itu
> semua masuk ke tangan pengelola gedung, yang tak lain adalah pengembang itu
> sendiri.
>
> Sekarang kita jadi mengerti mengapa return BUMN kita banyak yang kurang
> menarik, padahal mereka berusaha dalam bidang yang sangat menguntungkan dan
> pasarnya *captive*.
>
> Kini ketika cara pandangnya berubah, giliran kita banyak yang tidak siap
> dan mati-matian mengkritik. Sementara, kalau BUMN kita kalah dengan Temasek
> (BUMN Singapura) atau Khazanah (Malaysia) kita juga ikut mengejek mereka.
> Padahal keuntungan BUMN dapat menjadi kontributor penting bagi APBN. Ia
> juga bisa menjadi akselerator pembangunan yang bekerja sama dengan
> mitra-mitra usaha swasta nasional.
>
>
>
> *Kuncinya: Mengenal Ekosistem Bisnis*
>
> Ini bukan soal pat gulipat memutar uang, tetapi pemahaman atas *business
> model*. Kalau Anda masih belum paham, mari kita lihat bisnisnya anak-anak
> muda yang kalau anda kurang paham anda pasti akan mengatakan mereka tak
> bakalan untung. Misalnya, bagaimana mungkin Gojek bisa untung kalau hanya
> memungut limabelas ribu rupiah untuk rute yang lumayan jauh. Padahal ojek
> pangkalan saja untuk rute yang sama jauhnya menuntut Rp 30.000?
>
> Anda juga pasti akan ditertawakan Starbucks kalau menjual secangkir kopi
> seharga Rp 7.000. Mengapa? Karena ia saja terancam rugi walaupun harga
> secangkir kopi pahitnya (Americano) sudah Rp 40 ribu.
>
> Seven Eleven Indonesia dengan model bisnis berbeda mampu membuktikan bahwa
> ia bisa untung sekaligus menjadikan outletnya teramai di dunia. Jawabnya
> adalah business model mereka berbeda.
>
> Yang satu jual kopi yang lainnya jual ekosistem anak muda, yang satu
> bisnis ojek dan satunya bisnis aplikasi internet. Dan untuk memahami hal
> ini Anda perlu mempelajari ekosistem usaha yang digeluti.
>
> Demikian juga Anda bisa menertawakan Tune Hotel yang menyewakan kamarnya
> di bawah Rp 100.000 per malam, dan mungkin Anda akan ikut menolak proposal
> bisnisnya karena hotel yang menjual kamar seharga Rp 1 juta per malam saja
> belum tentu menangguk untung.
>
> Jangan lupa Tune hotel pernah memasang iklan beberapa tahun lalu dengan
> tarip Rp 35 (ya tiga puluh lima perak) permalam. Kok bisa bertahan tahunan
> dan untung?
>
> Jawabnya karena *business model* hotel lainnya dengan Tune berbeda.
>
> Sekarang saya ajak anda melirik goncangan dalam industri media. Dulu
> penerimaan media berasal dari dua sumber, yakni sirkulasi dan iklan. Kini
> tidak lagi. Berbekal luasnya jaringan narasumber, kini setiap media punya
> unit yang mengelola bisnis seminar, pelatihan, *event organizer,* dan
> penerbitan.
>
> Sama halnya dengan bisnis perbankan yang meraup untung bukan dari
> pendapatan bunga, melainkan *fee-based income*. Jadi kini sumber
> penerimaan perusahaan tak lagi dari satu atau dua sumber konvensional, tapi
> lebih luas. Sumber itu datang dari ekosistem industrinya.
>
> Hal serupa terjadi pada industri yang lain. Perusahaan-perusahaan
> kontraktor, misalnya, dulu sumber penerimaannya hanya dari bisnis
> kontruksi. Kini tidak lagi. Mereka juga menggali penerimaan dari bisnis
> jasa rekayasa, pengadaan dan konstruksinya, atau biasa disebut Engineering,
> Procurement & Construction (EPC).
>
> Belajar dari membangun proyek orang lain, perusahaan kontraktor jadi
> bertambah pintar. Mereka nyaris tahu segala sektor industri. Maka, tak
> heran kalau bisnis perusahaan-perusahaan konstruksi melebar ke mana-mana.
> Ada yang masuk ke bisnis properti, pembangkit listrik, jalan tol, hingga
> menjadi perusahaan investasi (*investment company*).
>
> Menggali bisnis dari ekosistem industrinya membuat perusahaan lebih punya
> banyak peluang untuk menjaring pendapatan. Itulah yang dilakukan
> perusahaan-perusahaan kita, termasuk BUMN. Itulah dunia mereka. Maka, saya
> tak habis mengerti ketika ada pihak yang begitu kuatir saat BUMN-BUMN kita
> diajak berkongsi menggarap proyek kereta cepat dalam koridor
> Jakarta-Bandung.
>
> Mereka khawatir BUMN kita tak mampu, bakal merugi atau modalnya tidak
> cukup. Tapi itu belum cukup. Tuduhannya banyak sekali yang intinya:
> sudahlah jangan lakukan, Anda tak akan sanggup! Bahkan ada yang mengatakan
> BUMN-BUMN kita mau karena dipaksa menterinya.
>
> Pendapat semacam ini jelas naif dan merendahkan kemampuan BUMN kita yang
> sudah piawai dalam berbisnis. Bahwa mereka masih perlu belajar, ya, itu
> sudah pasti. Tapi sudah saatnya kita satukan kekuatan, percayai bangsa
> sendiri dan sama-sama hadapi kekuatan lobi asing yang modalnya tak terbatas
> untuk memecah belah masa depan bangsa ini.
>
> Zaman sudah berubah, pengetahuan kita pun jauh lebih baik. Sayang kalau
> para pengamat kurang berani menggalinya. Konsep bisnis memang bukan hal
> yang mudah untuk dianalisis dalam sejam dua jam. Ilmu ini terus berkembang.
>
> Baiklah bagaimana peluang bisnis yang akan muncul dalam eko-sistem proyek
> koridor Jakarta-bandung ini akan saya bahas lebih lanjut besok. Semoga anda
> bersabar.
>
>
> Salam
>
>
> Reza
>
>
>
>
> 2015-10-23 7:54 GMT+07:00 Dr. Saafroedin Bahar <
> saafroedin.ba...@rantaunet.org>:
>
>> Terima kasih Bung Anwar Djambak. Sudah saya posting di Facebook.
>> Pada 23 Okt 2015 07:19, "'AnwarDjambak' via RantauNet" <
>> rantaunet@googlegroups.com> menulis:
>>
>>>
>>> Silahkan Pak Saaf
>>>
>>> MHT = M Hatta Taliwang
>>>
>>> AnwarDjambak
>>> Alam Takambang Jadikan Guru
>>> Sent by Maxis from my BlackBerry® smartphone
>>> ------------------------------
>>> *From: * Saafroedin Bahar <drsaafroedin.ba...@gmail.com>
>>> *Sender: * rantaunet@googlegroups.com
>>> *Date: *Thu, 22 Oct 2015 21:11:53 +0700
>>> *To: *Rantau Net Rantau Net<rantaunet@googlegroups.com>
>>> *ReplyTo: * rantaunet@googlegroups.com
>>> *Subject: *Re: [R@ntau-Net] SURAT UNTUK BAPAK JOKOWI DAN IBU RINI
>>> SOEMARNO(KADO 1 TAHUN PEMERINTAHAN)
>>>
>>>  Siapa itu MHT penulisnya ? Bung Anwar Djambak, izin share ya ?
>>>
>>> Dr.Saafroedin Bahar
>>> Male, 78 yrs, Jakarta
>>>
>>> 2015-10-22 12:24 GMT+07:00 'AnwarDjambak' via RantauNet <
>>> rantaunet@googlegroups.com>:
>>>
>>>>
>>>>
>>>> SURAT UNTUK BAPAK JOKOWI DAN IBU RINI SOEMARNO
>>>>
>>>> (KADO 1 TAHUN PEMERINTAHAN)
>>>>
>>>> Selamat pagi/siang/sore/malam, Pak Jokowi dan Bu Rini.
>>>>
>>>> Semoga bapak dan ibu tetap sehat meski saya yakin anda berdua pasti
>>>> super sibuk.
>>>> Banyak sekali urusan yang membuat bapak dan ibu terpaksa terlibat di
>>>> dalamnya.
>>>>
>>>> Bagi-bagi sembako dan kartu sakti pun harus pak Jokowi yang turun
>>>> langsung.
>>>> Belum lagi Pak Jokowi pasti sibuk mempersiapkan kunjungan ke Amerika
>>>> Serikat dan sarapan bersama dengan pucuk pimpinan eksekutif (CEO) Freeport
>>>> Mc Moran, di Washington DC dan makan malam bersama CEO Apple. Tentu semua
>>>> itu menyita pikiran bapak, bagaimana membuat para CEO perusahaan asing itu
>>>> bisa “ramah” menyambut kedatangan bapak.
>>>>
>>>> Begitu juga dengan Bu Rini, kantor Pelindo II digeledah Bareskrim pun,
>>>> harus bu Rini yang menelpon Kapolri.
>>>>
>>>> Belum lagi Ibu Rini harus kerja keras agar proyek kereta cepat kerja
>>>> sama dengan china bisa berjalan sesuai rencana.
>>>> *** *** ***
>>>> Pak Jokowi dan Bu Rini, besok tepat 1 tahun pak Jokowi dilantik dan
>>>> setahun kurang seminggu bu Rini dilantik jadi Menteri BUMN.
>>>> Ada sebuah tanya dari saya, rakyat biasa yang merasa miris, ngeri dan
>>>> prihatin dengan masa depan beberapa BUMN cemerlang di negeri ini.
>>>>
>>>> Sejak bu Rini menggandeng 3 bank BUMN untuk mendapatkan hutang dari
>>>> China, sumpah hati saya teriris, kenapa ibu tega MENGGADAIKAN 3 bank BUMN
>>>> itu?
>>>> Maaf saya gunakan terminologi “GADAI” sebab sependek pengetahuan saya
>>>> yang awam, hal itu mirip sistem gadai.
>>>> Ibu membawa 3 bank BUMN, lalu mendapatkan pinjaman/HUTANG yang langsung
>>>> cair saat itu juga, USD 3 MILYAR atau setara Rp. 43,28 TRILYUN.
>>>> Masing-masing bank mendapat USD 1 M atau Rp. 14,426 T.
>>>> UNTUK APA PINJAMAN ITU, Bu Rini?
>>>>
>>>> 3 Bank itu tak bisa menggunakannya untuk hal lain, sebab DIKHUSUSKAN
>>>> UNTUK PEMBIAYAAN PROYEK INFRASTRUKTUR!!
>>>>
>>>> Dan lebih khusus lagi : PROYEK INFRASTRUKTUR YANG KONTRAKTOR-nya ASAL
>>>> CHINA.
>>>> Saya tak mau menyebut investor, sebab sejatinya mereka BUKAN INVESTOR.
>>>>
>>>> Investor datang dengan membawa MODAL, sementara yang ini modalnya
>>>> disiapkan oleh 3 bank BUMN, lewat HUTANG yang dikucurkan China.
>>>>
>>>> Lalu kemana dana pengalihan subsidi BBM, Pak Jokowi?!
>>>> Bukankah 17 Nopember 2014 ketika bapak mencabut subsidi BBM, KONON
>>>> KATANYA dana subsidi akan DIALIHKAN UNTUK MEMBIAYAI INFRASTRUKTUR??
>>>> Untuk itulah kami, rakyat, diminta untuk bersabar dan nrimo.
>>>>
>>>> Tapi kenapa setiap kali bapak menambah hutang luar negeri, selalu saja
>>>> alasannya untuk membiayai proyek infrastruktur, yang kami tak pernah tahu
>>>> proyek infrastruktur apa yang akan direalisasikan dalam waktu dekat?!
>>>>
>>>> Bukankah ribuan km jalan toll yang diresmikan pak Jokowi itu sudah
>>>> dibangun sejak jaman pak SBY?
>>>> *** *** ***
>>>> Pak Jokowi dan Bu Rini,
>>>> Menurut data yang saya dapat dari Kompas edisi 7 Nopember 2014, asset 3
>>>> bank BUMN sbb :
>>>>
>>>> 1. Bank Mandiri = Rp. 798,19 Trilyun
>>>> 2. Bank BRI = Rp. 705,29 Trilyun
>>>> 3. Bank BNI = Rp. 408,05 Trilyun
>>>>
>>>> Kalau di konversi ke US dolar menggunakan kurs pada saat itu (Rp.
>>>> 12.000,00/USD) maka nilai asset ,
>>>>
>>>> Bank Mandiri = USD 66,515 M ;
>>>> BRI = USD 58,774 M ;
>>>> BNI = USD 34,004 M.
>>>>
>>>> Kalau menggunakan kurs sekarang (Rp. 14.000,00/USD) dengan asumsi
>>>> assetnya tidak meningkat, maka,
>>>>
>>>> Bank Mandiri = USD 57,014 M ;
>>>> BRI = USD 50,378 M ;
>>>> BNI = USD 29,146 M.
>>>>
>>>> Lalu kenapa bank-bank itu HARUS BERHUTANG USD 1 M?!
>>>>
>>>> Jangan bilang 3 bank itu kesulitan likuiditas, sebab 3 bank itu
>>>> “dipaksa” MENERIMA HUTANG yang peruntukannya hanya bagi pembiayaan proyek
>>>> infrastruktur.
>>>> Bagi bank Mandiri, pinjaman itu hanya senilai 1,81% saja dari nilai
>>>> assetnya.
>>>> Bagi Bank BRI, pinjamannya hanya 2,05% saja dari nilai asset dan bagi
>>>> BNI hanya 3,54% saja dari nilai asset.
>>>>
>>>> Jadi sesungguhnya bank-bank BUMN itu kalau hanya untuk menjalankan
>>>> business-nya as usual TIDAK BUTUH HUTANG DARI CHINA!
>>>> *** *** ***
>>>> Kenapa bank-bank China tidak langsung saja mengucurkan kredit kepada
>>>> kontraktor yang akan menggarap proyek tersebut?!
>>>> Apakah bank-bank China sendiri tak yakin kontraktor yang menggarap
>>>> memiliki asset yang cukup untuk jadi jaminan kredit?!
>>>> Ataukah bank-bank di China sendiri ragu proyeknya akan feasible dan
>>>> pinjaman modal bisa kembali dengan lancar sesuai batas waktunya?!
>>>> Lalu kenapa 3 bank BUMN itu harus DIKORBANKAN?!
>>>>
>>>> Tidakkah Pak Jokowi dan Ibu Rini takut kalau sesuatu yang diluar dugaan
>>>> terjadi, semisal proyek tak berjalan sesuai perkiraan, atau kontraktornya
>>>> wan-prestasi, bukankah 3 bank BUMN itu yang HARUS MENANGGUNG HUTANG kepada
>>>> China?!
>>>>
>>>> Tidakkah Pak Jokowi dan Ibu Rini ngeri jika 3 bank yang sudah pasti
>>>> BERDAMPAK SISTEMIK itu dijadikan jaminan hutang?!
>>>>
>>>> Tidakkah bapak dan ibu ingat, simpanan mayoritas perusahaan2 BUMN dan
>>>> BUMD ada di bank2 pelat merah tersebut?
>>>>
>>>> Uang rakyat juga disimpan disitu,
>>>> uang BPJS Kesehatan,
>>>> uang BPJS Ketenagakerjaan juga disana,
>>>> uang pensiunan PNS pun ada disitu.
>>>> Sudahkah Pak Jokowi dan Ibu Rini pikirkan semuanya dengan baik-baik dan
>>>> matang?!
>>>> *** *** ***
>>>> Kini, anda pun memaksakan proyek kereta cepat, lagi-lagi dari China,
>>>> yang menawarkan selesai 2018, persis di tahun “pemanasan” jelang Pemilu dan
>>>> Pilpres 2019.
>>>>
>>>> Konsorsium 4 BUMN diminta MEMBIAYAI proyek yang konon katanya B to B
>>>> (business to business) tanpa melibatkan dana Negara.
>>>>
>>>> Konsorsium 4 BUMN itu adalah
>>>>  PT. WIKA (Wijaya Karya),
>>>>  PT. Jasa Marga,
>>>>  PT. KAI dan
>>>>  PTPN VIII.
>>>>
>>>> Nilai investasinya fantastis :
>>>> sekitar USD 5,5 M atau sekitar Rp. 78 T!!!
>>>> Konsorsium 4 BUMN itu harus menyetor equity 25% dari nilai investasi,
>>>> kira-kira Rp. 19,5 T.
>>>>
>>>> Lalu konsorsium 4 BUMN itu masih HARUS BERHUTANG lagi, sebab sisa biaya
>>>> investasi yang 75%, yaitu sekitar Rp. 58,5 T, lagi-lagi berupa PINJAMAN
>>>> PEMERINTAH CHINA KEPADA KONSORSIUM 4 BUMN dengan tenor (jangka waktu) 60 
>>>> th,
>>>> ya, ENAM PULUH TAHUN!!
>>>> Lagi dan lagi, BUMN-BUMN potensial DIIJINKAN BAHKAN DISURUH BERHUTANG
>>>> demi proyek mercusuar!!
>>>> *** *** ***
>>>>
>>>> Pak Jokowi dan Bu Rini,
>>>> Anda berdua masih ingat lagu “INDONESIA PUSAKA” yang diajarkan sejak SD
>>>> dulu? Let’s sing…
>>>> “Indonesia tanah air beta..., pusaka abadi nan jaya….
>>>> Indonesia sejak dulu kala slalu dipuja-puja bangsa….
>>>> Disana tempat lahir beta…, dibuai dibesarkan Bunda…
>>>> Tempat berlindung di hari tua…, sampai akhir menutup mata…”
>>>> Belakangan ini lagu itu terus terngiang-ngiang di telinga saya dan
>>>> membuat saya miris tiap mendengar bait terakhirnya.
>>>>
>>>> Pak Jokowi dan Bu Rini, tidakkah anda sadari bahwa Indonesia itu BUKAN
>>>> MILIK KITA yang hidup sekarang? Indonesia adalah “PUSAKA” atau warisan yang
>>>> kita terima dari para pendahulu kita yang dulu memperjuangkan tegaknya
>>>> kemerdekaan. Dan nanti, sepeninggal kita, tanah air ini pun akan jadi
>>>> pusaka, yang kita wariskan pada generasi setelah kita.
>>>> “Indonesia tanah air beta, PUSAKA ABADI nan jaya”.
>>>>
>>>> Lalu kenapa harus MEWARISKAN HUTANG hingga jangka waktu 60 tahun untuk
>>>> anak dan cucu kita 2 generasi ke depan?!
>>>>
>>>> Sadarkah anda pak Jokowi dan ibu Rini, bayi-bayi yang baru lahir pada
>>>> saat anda berdua dilantik, akan ikut menanggung hutang itu sampai mereka
>>>> jadi kakek2 dan nenek2 di usia 60 tahunan.
>>>>
>>>> Ingatkah anda berdua, bahwa pendahulu anda, ibu Megawati Soekarnoputri
>>>> dulu pun meninggalkan beban yang harus ditanggung oleh satu generasi?!
>>>>
>>>> Akibat adanya Instruksi Presiden No. 8/ 2002 tanggal 30 Desember 2002,
>>>> maka diberikanlah Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikenal dengan
>>>> kebijakan Release and Discharge.
>>>> SKL itu membuat kasus BLBI dihentikan penyidikannya (SP3) oleh
>>>> Kejaksaan Agung di masa itu
>>>> SKL diberikan pemerintah Megawati kepada konglomerat konglomerat hitam
>>>> yang hanya membayar sebagian kecil dibandingkan total hutangnya, sehingga
>>>> NEGARA DIRUGIKAN sebesar Rp. 138 TRILYUN, yang harus ditanggung oleh
>>>> seluruh rakyat Indonesia dalam bentuk bunga obligasi rekapitalisasi di APBN
>>>> SAMPAI TAHUN 2033!!
>>>>
>>>> Artinya ibu Megawati MEWARISKAN BEBAN itu kepada kami SELAM 30 TAHUN,
>>>> sementara para konglo hitam ongkang-ongkang kaki menikmati kucuran dana
>>>> BLBI yang mereka larikan ke bank-bank di luar negeri!
>>>>
>>>> Apakah anda berdua ingin MEMECAHKAN REKOR WARISAN HUTANG bagi
>>>> anak-cucu, kalau dulu bu Mega mewariskan 30 tahun, anda berdua ingin
>>>> mewariskan 60 tahun?
>>>> *** *** ***
>>>> Pak Jokowi dan Bu Rini,
>>>> Dulu kami diam ketika INDOSAT DIJUAL (tahun 2002).
>>>> Dulu kami tak tahu ketika BCA dilego (BCA sempat dimiliki Pemerintah
>>>> sebagian sahamnya pasca krisis moneter 1998, sebelum akhirnya dijual tahun
>>>> 2002).
>>>>
>>>> Kini kami hanya bisa GIGIT JARI, ketika tahu valuasi nilai assetnya
>>>> sekarang.
>>>> Indosat dijual (2002) dengan harga HANYA USD 627 juta, atau setara
>>>> dengan Rp. 5,6 T (kurs saat itu 1 USD = Rp. 8.900-an).
>>>>
>>>> Sekarang nilai asset Indosat per 30 Juni 2015 senilai Rp. 58,69 T alias
>>>> sudah bengkak menjadi LEBIH DARI 10 x LIPAT HARGA JUALNYA !
>>>>
>>>> BCA dijual (2002) dengan harga HANYA USD 425 juta, atau setara dengan
>>>> Rp. 5,34 T saat itu.
>>>> Kini, nilai asset BCA pada kwartal I tahun 2015 sudah menjadi Rp.
>>>> 557,44 T alias sudah melambung jadi 71,5 x LIPAT HARGA JUALNYA !
>>>> Akankah nanti nasib 3 bank BUMN akan menyusul BCA karena proyek-proyek
>>>> infrastrukturnya tak berjalan sesuai rencana dan tak memberikan return dan
>>>> profit seperti yang diharapkan?!
>>>> Akankah nanti nasib 4 BUMN yang disuruh mendanai kereta cepat bikinan
>>>> China, juga akan sama dengan Indosat?!
>>>>
>>>> Akankah nanti Pemerintah terpaksa menyuntikkan PMN besar-besaran yang
>>>> lagi-lagi itu duit rakyat, atau terpaksa melego sahamnya dan kehilangan
>>>> kepemilikan di BUMN-BUMN potensial tersebut?!
>>>>
>>>> Pak Jokowi dan Ibu Rini,
>>>> Ingatlah, anda hanya diberi AMANAH UNTUK MENGELOLA asset-asset Negara
>>>> demi kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
>>>>
>>>> BUKAN menjadikan asset-asset bangsa sebagai JAMINAN HUTANG yang harus
>>>> dibayar puluhan tahun oleh seluruh rakyat Indonesia.
>>>> Ingat Pak Jokowi dan Bu Rini, anda hanya menjabat selama beberapa waktu
>>>> saja.
>>>>
>>>> Tapi jika anda salah ambil keputusan, 250 juta rakyat yang sekarang
>>>> hidup dan anak-anak yang akan terlahir tahun-tahun ke depan, akan terus
>>>> menanggung dampaknya!
>>>>
>>>> Pernahkah anda berdua renungkan bahwa jabatan yang anda emban bisa
>>>> berakhir kapan saja?
>>>> Bisa 4 tahun lagi, atau 4 bulan lagi, bisa saja 4 hari lagi, bahkan
>>>> bisa 4 jam lagi.
>>>> Jika TUHAN Yang Maha Berkehendak menarik kembali kekuasaan yang DIA
>>>> pinjamkan, mencabut kemuliaan pada seorang manusia, niscaya apa saja bisa
>>>> terjadi kapan saja.
>>>>
>>>> Tapi…, Indonesia ini milik 250 JUTA RAKYAT-nya, yang berharap tanah
>>>> airnya bisa jadi “tempat berlindung di hari tua” bagi mereka.
>>>> Yang mereka impikan jadi tempat yang aman, nyaman dan damai “sampai
>>>> akhir menutup mata”.
>>>>
>>>> Apa yang terjadi kalau nanti bank-bank BUMN itu sampai berpindah
>>>> kepemilikan kepada China?
>>>>
>>>> Tidakkah anda berdua masih ingat bagaimana nasib nasabah bank Century
>>>> yang tak jelas uangnya?
>>>> Mereka harus berdemo, meski usia sudah tua.
>>>>
>>>> Akankah nanti kami, jutaan nasabah bank-bank BUMN terpaksa harus
>>>> mengemis belas kasihan pada China?!
>>>> Haruskah para pensiunan nanti tak tenang di hari tuanya?!
>>>>
>>>> Pikirkan sekali lagi Pak Jokowi dan Ibu Rini, apa kita benar-benar
>>>> sudah butuh kereta cepat?
>>>>
>>>> Apa kita-benar-benar butuh china untuk menggarap proyek-proyek
>>>> infrastruktur?
>>>> Tak bisakah itu digarap BUMN-BUMN kita sendiri?
>>>> Atau menarik INVESTOR asing yang benar-benar berniat untuk investasi,
>>>> bukan mau enaknya jadi kontraktor tapi minta modal disediakan.
>>>>
>>>> Indonesia adalah harapan kami satu-satunya. Kami lahir disini dan kelak
>>>> pun ingin mati disini.
>>>>
>>>> Kami tak punya tempat pelarian, kami tak menyimpan uang kami di bank
>>>> luar negeri,
>>>> kami tak berinvestasi property di luar negeri, yang sewaktu-waktu bisa
>>>> jadi tempat kami melarikan diri kalau terjadi apa-apa di Indonesia.
>>>> TIDAK!!!
>>>>
>>>> Bagi kami, INDONESIA adalah
>>>>
>>>>  “tempat berlindung di hari tua…, sampai akhir menutup mata.”
>>>> Bukannya “tempat bayar hutang di hari tua…, sampai akhir menutup mata.”
>>>>
>>>> Selamat merayakan 1 tahun kepemimpinan anda,
>>>> ingatlah, apapun keputusan anda yang membebani kami rakyat biasa, kelak
>>>> akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
>>>>
>>>> Selamat berpikir, mikir, mikir, mikir baru kerja.
>>>>
>>>> MHT
>>>>
>>>>
>>>>
>>>> Copas
>>>>
>>>>
>>>>
>>>>
>>>> AnwarDjambak
>>>> Alam Takambang Jadikan Guru
>>>> Sent by Maxis from my BlackBerry® smartphone
>>>>
>>>> --
>>>> .
>>>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
>>>> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>>>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>>>> ===========================================================
>>>> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>>>> * DILARANG:
>>>>   1. Email besar dari 200KB;
>>>>   2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>>>>   3. Email One Liner.
>>>> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7)
>>>> serta mengirimkan biodata!
>>>> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>>>> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>>>> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
>>>> mengganti subjeknya.
>>>> ===========================================================
>>>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan
>>>> di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
>>>> ---
>>>> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari
>>>> Google Grup.
>>>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>>>> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
>>>> Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>>>>
>>>
>>> --
>>> .
>>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
>>> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>>> ===========================================================
>>> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>>> * DILARANG:
>>> 1. Email besar dari 200KB;
>>> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>>> 3. Email One Liner.
>>> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
>>> mengirimkan biodata!
>>> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>>> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>>> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
>>> mengganti subjeknya.
>>> ===========================================================
>>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan
>>> di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
>>> ---
>>> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
>>> Grup.
>>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>>> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
>>> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>>>
>>> --
>>> .
>>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
>>> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>>> ===========================================================
>>> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>>> * DILARANG:
>>> 1. Email besar dari 200KB;
>>> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>>> 3. Email One Liner.
>>> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
>>> mengirimkan biodata!
>>> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>>> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>>> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
>>> mengganti subjeknya.
>>> ===========================================================
>>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan
>>> di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
>>> ---
>>> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
>>> Grup.
>>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>>> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
>>> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>>>
>> --
>> .
>> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
>> lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
>> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
>> ===========================================================
>> UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
>> * DILARANG:
>> 1. Email besar dari 200KB;
>> 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>> 3. Email One Liner.
>> * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
>> mengirimkan biodata!
>> * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
>> * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
>> * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
>> mengganti subjeknya.
>> ===========================================================
>> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
>> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>> ---
>> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google
>> Grup.
>> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
>> kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
>> Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
>>
>
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke