--- Sutan Sinaro <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Padang 16 April 2008 15:40, Rahima > <[EMAIL PROTECTED]> menulis: > >. > Assalamu'alaikum .w.w. > > ... Ima benar .... dengan semua keterangannya... > dan maaf kalau terlambat me-replynya... > > Saya (Kami) sedang berusaha ke arah itu.... sedapat > mungkin... > Memang belum semua yang berpikiran begitu, dan > selalu kita ajak-ajak > dalam setiap pembicaraan, bahkan rapat-rapat... Da Sutan Sinaro, dan dunsanak RN. Alhamdulillah kalau begitu. Sebenarnya saya justru sangat mengharapkan para ilmuwan alamlah yang justru lebih banyak menjelaskan ayat-ayat kauniyah ini. Kalau untuk bahasa Arabnya, sebenarnya sudah ada. Alhamdulillah saya telah memiliki buku-buku tentang ilmu alam, matematika, ilmu hewan, fhisika dllnya. Hanya tinggal menterjemahkan dan sedikit mengomentari sajanya tugas saya, karena sudah ada koq di tulis oleh ilmuwan yang berasal dari Mesir dan Timteng lainnya.. Contoh, Prof.Dr.Mustafa Mahmud. Prof.Dr.Zaglol Annajjaar, juga tafsir ilmiyah oleh Grand Syeikh Al Azhar sekarang oleh Prof. Dr. Thantawi, juga ulama salaf dulunya, Tafsir Arrazi, dllnya, sangat banyak sekali. Namun baru sebahagian saja sepertinya yang baru diterjemahkan kebahasa Indonesia, sehingga orang kita Indonesia, menyangka tidak ada peran Muslim, atau Al Azhar dalam bidang keilmuwan sains ini, padahal ada. Juga kalau diteliti dengan sejarah, ilmu Al Jabar(Matematika, Logaritma, Geometri, dllnya itu), asal muasalnya sebenarnya berasal dari ilmuwan Muslim Arab, yang kemudian di kembangkan oleh ilmuwan Barat. Sayangnya Barat mengklaim itu berasal dari mereka, merekalah penemu pertama. Ini hanya sebahagian bangsa Barat saja koq, sebahagian lain, bersikap adil dan netral, mengakui kalau itu berasal dari muslim, dengan adanya ratusan manuscrip asli dari Arab, sebagai barang bukti. Sayang sekali ilmuwan Matematika tidak meneliti manuscrip yang banyak ini, bahkan sangat jarang menjelaskan pada murid/siswanya dari mana asal ilmu itu, karena ketidak tahuannya masalah sejarah Islam ini pula.Dimana manuscrip yang lainnyapun banyak terbakar pada saat perang Salib, juga pembakaran khazanah ilmu pengetahuan Islam di Baghdad. Dan kita tidak bisa menyalahkan juga, karena inilah salah satu keberhasilan dari missionaris orientalis, untuk menjauhkan umat Islam dari ajaranNYA, juga keilmuwan islam lainnya dengan memisahkan antara sekolah agama dan umum. Kalau belajar umum yah umum saja tanpa agama, atau sebaliknya. Kalau saya tugasnyakan hanya menterjemah, meneliti AlQuran Al Hadits, dalam kajian sisi ayat tanziliyyahmya, Etimologi, Lughah, sastra, fiqh, ushul fiqh,dllnya,dan itupun tak pula pernah terlepas dari buku-buku dan pendapat ulama salaf. Ok. Untuk Kanda Bagindo, sebenarnya saya dah membalasnya, namun tidak tahu, apakah terkirim atau tidak, maka saya posting ulang lagi. Maaf, saya juga sangat-sangat sibuk beberapa hari belakang, juga kedepannya untuk urusan kuliyah saya juga. Makasih. Mohon Maaf. --- Mybagindochaniago <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Bissmilahirahmanirahim,.. > Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh, Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh > > Ustadzah Rahima dan kanda Abraham Ilyas, serta sanak > sapalanta > kasadonyo, Kakanda Bagindo, dan dunsanak RN, > > > Terima kasih, buat Rahima atas pemaparan dan > penjelasannya. Sama-sama.Saya juga berterimakasih atas pemaparan, penjelasan dan klarifikasinya. > Yang seharusnya ""Karena saya dapat cerita bahwa > orang di Mesir > banyak mendapatkan gelar "Doktor" (dimaksudkan tidak > hanya > alumni Al Azhar, tapi Universitas lainnya yang ada > di Mesir), namun ada > diantara mereka yang bekerja sebagai tukang > "bengkel" > (klasifikasi bengkel dalam pengertian luas dan tidak > terbatas pada > bengkel otomotive saja) atau tukang "mancing" (kalau > tidak > salah, mohon dibetulkan), lantas kalau telah > demikian, apa sebenarnya > hakikat-nya mendapat gelar Doktor itu ?" > > > Saya mohon maaf kepada Rahima para alumni Al Azhar > kalau tulisan saya di > atas sedikit agak terusik, maklumlah dikarenakan > keterbatasan saya, > misalnya saya itu tahu mana rendang yang enak, tapi > saya tidak pandai > bagaimana meramu dan memasak rendang supaya enak, > tentu kembali kepada > ahlinya. Tidak apa-apa kanda bagindo. Memang permasalahan ini, agak sensitif sedikit. Karena begitu banyaknya tudingan orang lain, terhadap tammatan Timteng, macam-macam. Baik itu dari Al Azhar maupun non Al Azhar. Dan sering dibandingkan dengan tammatan Barat, yang terkadang mereka lebih maju dalam sisi ekonomi,entahlah sayapun kurang tahu. Yang pasti sering saya mendengarnya dari teman-teman sendiri, betapa banyaknya orang menilai tingkat kemajuan dan keberhasilan seseorang di tinjau dari sisi material belaka. Lihatlah si Anu..sudah jadi ini..itu..pemimpin ini, manager ini dan lain sebagainya(pandangan kemajuan umumnya dilihat dari sisi material). Sehingga semua ini menjadi tantangan tammatan Timteng, selain mereka mempersiapkan mental, mereka juga harus memperlihatkan kepada khalayak, bahwa mereka tidak semiskin yang diduga. Mereka sering bukan sekedar mengajarkan ilmunya, tetapi bekerja diluar itu, seperti travel, bisnis, dllnya.(Ini subjektif, tidak semua mau melakukan hal semacam itu). > > Sesungguhnya dalam kalimat diatas ada pertanyaan > yang butuh penjelasan > yaitu "apa sebenarnya hakikat-nya mendapat gelar > Doktor itu ?" Hmmm...pertanyaan ini, tergantung pribadi masing-masing. Apa niatnya untuk mencapai gelar doktor. Kalau niat orang lain yang ditanya, saya ngak bisa menjawab masalah hati mereka, ngak pandai menduga-duga isi hati orang lain. Tetapi, kalau pertanyaan itu ditujukan khusus untuk saya, apa hakikat mendapat gelar doktor? Saya dulu pernah menjawabnya: 1. Bagi saya pribadi, tercapai atau tidak tercapai gelar doktor itu, yang penting saya dah menjalankan keinginan suami saya, patuh aja sama beliau dah cukup bagi saya, beliau ingin saya doktor, selagi saya mampu, saya laksanakan, tugas utama saya ibu RT, dan patuh sama suami(tentu selain Allah yang lebih utama lagi). 2. Kenapa di Al Azhar? Karena hanya disana untuk Mesir ini yang punya sistem ketetapan hafalan AlQuran. Dan sejak dari kecil, hobby saya menghafal AlQuran, dan ini ngak bisa dibendung, suka saja menghafal apalagi mendalami isinya, tidak tau kenapa, namun sayangnya nilai tertinggi saya di jurusan hadits, mungkin ada hikmahnya. Karena jurusan apa saja, tetap ketetapan hafalan AlQuran ada dan pelajaran tafsir juga ada. Untuk informasi saja. Khusus Al Azhar(PT lain, saya ngak berani berkomentar, takut salah), semakin tinggi kita mencapai suatu gelar, semakin dalam ilmu kita, misalkan hanya tammat Lc saja, jujur, ilmu belum sampai seberapa disana, buku-buku yang dipelajari hanya baru sampai kulitnya saja(kecuali bagi yang Lc itu banyak membaca). Hafalan AlQuran untuk S2, s3 juga jauh lebih banyak ketimbang Lc yang hanya 8 juz. Bisa saja kita hafal secara keseluruhan, namun dengan adanya ketetapan dari kuliyah, bacaan yang akan kita hafal lebih teliti lagi. Disini(Mesir), banyak ma'had tahfidzul Quran 30 juz, dan musim panas (liburan), banyak yang kesana larinya. Saya juga sejak pertama datang ke Mesir, yang saya cari adalah ma'had tahfidzul Quran ini. AlQuran ini lain, kalau tidak diulang-ulang, bisa hilang hafalannya, bisa lupa(naudzubillahi mindzalik). Menghafal AlQuran sangat mudah, namun mempertahankannya 10 kali lipat sulitnya. Dan ini tantangan, maksudnya tentu agar kita selalu dekat dengan Allah Ta'ala, via shalat yang harus khusyu', kita mengulang kembali hafalan AlQuran itu, mau ngak mau, waktu kita banyak berinteraksi dengan Allah Ta'ala. Semakin banyak hafalan AlQurannya, maka interaksi dengan Allahpun semakin tinggi.Dan inilah tujuan utama saya, agar semakin dekat dan banyak waktu berinteraksi dengan Allah ta'ala. Saya tidak tahu, bagaimana perasaan orang yang hafal AlQuran lainnya, yang pasti, kalau saya pribadi ketenangan dan ketentraman hidup saya, ada disana, disaat berinteraksi dengan Allah ta'ala via hafalan AlQuran itu. Ngak mungkin AlQuran itu masuk, kalau kita tidak khusyu'. Entahlah kalau yang otaknya genius, bisa masuk tanpa kosentrasi penuh.Saya sering menangis, tatkala menghafal AlQuran itu, terkadang terisak-isak, tidak kuat, karena terasa begitu dekatnya dengan Allah, terasa kecilnya kita dihadapanNya. Saya sangat bersyukur, karena dengan semakin tingginya gelar yang akan saya capai, maka perbendaharaan bahasa Arab saya semakin kuat, AlQuran semakin mantap, sehingga seakan-akan waktu saya bercengrama dengan Allah serasa semakin lapang, komunikasi semakin jelas, karena semakin terbukanya ilmu yang dulu tidak saya ketahui, karena semakin saya mengenalNya, semakin saya mencintaiNya, dan membuat saya semakin belajar, dan belajar terus, tidak sampai doktoral saja, kalau ada yang lebih tinggi dari itu, akan saya gapai. Sulit saya ungkapkan, bagaimana indahnya bercengrama dengan Allah, betapa sejuk dan damainya, tatkala kita faham dan mengerti bahasa AlQuran itu. Dengan melanjutkan tahap pendidikan selanjutnya, magister, apalagi doktoral, maka semakin memantapkan dan mendalamkan ilmu itu. Kenapa saya katakan begitu? Karena jelas, melalui pengalaman saya, bisa merasakan ditingkat magister, untuk menulis saja, kita masih mengikuti 2 tahun dulu tahap pendidikan yang masih talaqqi(diskusi langsung dengan para pembimbing hampir bebagai bidang keilmuwan agama), dan kita lebih banyak dituntut meneliti dan membaca buku-buku turats, buku asli karangan ulama terahulu, dan ini jarang didapatkan pada tahapan S1(Lc), yang hanya berputar pada kitab kontemporer, buku diktat yang dikarang oleh dosen-dosen itu sendiri.Ini jauh beda, mempelajari buku-buku asli, dengan buku-buku yang sudah diolah oleh para dosen. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan titel yang akan dicapai, seharusnya semakin seseorang merasakan haus ilmu(justru memang inilah yang saya rasakan). Ngak habis-habisnya, bahkan saya justru merasakan(sejujurnya), semakin tidak punya apa-apa.Itu sebabnya, kemaren, saya pernah bilang saat menanggapi komentar kakanda Zulkarnaen, untuk mendalami ilmunya saja, kagak habis-habisnya, apalagi mencari ilmu science. Mempelajari fiqh, ushul fiqh, hadits, tafsir, aqidah, syari'ah sastra dllnya dari keilmuwan agama itu saja, waktu itu masih sangat kurang sekali, gimana mo mempelajari ilmu lainnya, ngak lain dan ngak bukan diharapkan dari ilmuwan umum itu, sehingga kita hanya menikmati hasilnya saja, kalau kita pula yang diminta menelitinya, benar-benar waktu ngak cukup, karena waktu untuk mempelajari bidang agama itu sendiri masih sangat kurangnya. Belum lagi, disela-sela mempelajari itu, kita juga harus mengajarkannya pada orang lain bukan?Ini tanggung jawab ilmu, amanah dari Allah ta'ala. Menulis di dunia maya, hanya sebahagian kecil dari waktu saya, saya lebih banyak menghabiskan waktu didunia nyata. Dakwah itu bagi saya merupakan tanggungjawab personil, kita baru bisa dikatakan umat terbaik, kalau yang satu ini(dakwah), kita lakukan. Kita malah bisa dikatakan manusia terjelek, kalau justru yang satu ini kita hindarkan, apalagi dengan jalan menghalanginya, menghalangi orang berdakwah lebih parah lagi, sudah tak berdakwah, menghalangi pula lagi, maka kejelekannya berkwadrat. Bukankah kaedah ilmu tafsir, "Menyuruh sesuatu, berarti larangan pada didduhu(lawannya)".Maksudnya, kita disuruh berbuat baik pada ayah ibu, ini berarti larangan untuk melawannya."Larangan makan yang haram, berarti suruhan mencari makanan yang halal" Kalau kita mau belajar hadits, harus pelajari dulu ilmu-ilmu hadits. Kalau mau belajar ilmu tafsir, maka harus dipelajari dulu kaedah-kaedah ilmu tafsir itu. Kalau mau belajar fiqh, harus dipelajari juga ilmu-ilmu ushul fiqh Kalau mau pintar bahasa Arab, bahasa AlQuran, maka pelajari dulu kaedah-kaedah ilmu bahasa Arab itu. Dan seterusnya. Sehingga, bila kita benar-benar faham agama secara kaffah, maka dipelajari semua ilmu yang berkaitan dengan agama itu. Pelajari fiqihnya, haditsnya, tafsirnya, lughah, sastra, aqidah, dan sebagainya. > > Karena kita menyakini bahwa, Maha Besar Allah yang > dengan ilmu-Nya telah > membuat jagat raya beserta isinya tercipta. Betapa > Ia menciptakan segala > yang dikehendaki-Nya itu cukup dengan perkataan "kun > fayakun!". Sepintar > apapun manusia, ia begitu kecil di hadapan Allah. > Ilmu yang dimilikinya > hanyalah setetes kecil saja dari samudera ilmu yang > Allah miliki. Iyah benar. Apa yang kanda Bagindo katakan. Namunpun begitu, "Al 'Ilmu bitta'allum"(Ilmu itu dengan dipelajari). 'Al i'lmu Yukta walaa yakti"(Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi). Mohon maaf, kalau ada tersalah, tolong dibetulkan. Wassalamu'alaikum. Cairo, April 2008. Rahima. ____________________________________________________________________________________ Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet. - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting. - Hapus footer & bagian tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi. - Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---