Memang educasi kepada masyarakat yg harus dilakukan terus menerus. Da Nof, kami barusan pulang liburan dari jembatan aka di painan, kami ditemani oleh orang dinas parwisata pesisir selatan yg kami kenal waktu pameran deep indonesia di jkt. Waktu sampai tujuan para pemuda berlarian mengejar mobil, biasalah mereka membuat pikiran kita macam2, untungnya kit a pergi dg orangnya pemda jadi mereka mundur dan kami menikmati jembatan tersebut. Setelah pulang kami naik kemobil dan mau pindah ke air terjung bayang sani, baru duduk datang lah jagoan kita dengan muka masam dan bilang "parkir limo ribu" kita berikan 5000 perak tersebut tetapi mereka tidak memikirkan dapaknya. Bukan jembatan akar saja yg pencitraannya jelek tetapi sumbar bahkan indonesia. Didalam mobil inilah yg kita diskusikan dengan kawan pemda tsb. Memang permasalahannya kosentrasi mereka lebih kepada pekerjaan fisik saja tetapi masalah educasi ke masyarakat sangat kurang, tenaga ahlinya juga sangat kurang. Mungkin perlunya MAPPAS menjembatani pelatihan atau pendampingan sekto SDM parawisata ini. Saya sanagt menyayangkan kejadian tersebut, dan yg lebih saya sayangkan lagi belum ada sdm yg melewakan 4 rancak 5 lamaknya da Nof. Apa perlu Da Nof mengantikan James H sebelum diusung menjadi BA 1
Nanang sedang di Sawahlunto Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS/EDGE/3G network -----Original Message----- From: Yulnofrins Napilus <[EMAIL PROTECTED]> Date: Mon, 19 May 2008 00:18:40 To:RantauNet@googlegroups.com Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Kanai Pakuak Riri, Sekedar klarifikasi sajo, setidaknya untuk diri ambo surang. Tulisan Riri: Kemudian beliau2 merasa "dipakuak". Mereka teriak. Dan teriakan mereka pun diperkeras oleh awak2 ko. Rasanya kita disini tidak pernah berpikiran utk memperkeras teriakan kanai pakuak tsb. Atau isu-isu lain ttg yg mungkin masih kurang positif terjadi di Ranah ataupun di Rantau. Kita kemukakan utk mencarikan jalan keluarnya, kalau ada dan kalau bisa... Prinsipnya kan nobody is a hero, bersama akan jauh lebih baik. Sayang waktunya lah kalau hanya sekedar sorak-sorak begitu saja... Kita hargai jugalah dunsanak yg sangat sibuk dg asap dapurnya masih menyempatkan juga menulis satu dua kalimat disini. Kesimpulan yang hampir sama ini, datang juga dari sumber2 di daerah ring 1 atau ring 2 "disana" thd isu-isu yg didiskusikan di milis RN yg ternyata sangat terkenal sampai "kesana". Kok nan didiskusikan di milis itu nan buruak-buruak sajo...? Kan lai nan rancak2 nan kami buek pulo..? Onde mandee...kok dipuji-puji taruih, beko tagarubuih pulo... Salah juo kami. Baa mangko indak diingatkan dari dulu...? Alamaaak, iyo kamari bedo lo yieh... But it's ok. Itu kan namanya demokrasi, katanya... Kalau seirama pulo sadonyo, pindah aliran kito beko... Ok, back to the topic. Melihat komen2 yang masuk, ternyata pakuak tidak terjadi hanya di Sumbar saja. Juga dibanyak daerah. Yg perlu kita sigi lagi lebih jauh, apakah intensitasnya sama di semua daerah. Lalu bgmn dg tetangga kita di negeri jiran? Apakah ada faktor ini yg menyebabkan juga, salah satunya, sehingga tingkat kunjungan wisman ke Malaysia per tahun bisa mencapai 16 juta orang, sedangkan ke Indonesia baru 5,5 juta orang..? Rasanya persoalannya tidak hanya patokan harga makanan di resto saja. Ambo melihat lebih luas dari itu. Masalah kesadaran kita thd pendatang alias tamu. Apakah kita sadar bahwa mereka dengan berkunjung ke tempat kita itu mereka bawa uang..? Apakah masyarakat kita sudah bisa menyadari bahwa kalau mereka nyaman mereka akan bercerita ke banyak orang lagi sehingga itu bisa merupakan salah satu faktor utk meningkatkan PAD...? Ini yg mendorong ambo mengajukan "pancingan" usulan program "4 Rancak 5 Lamak Bana". Bbrp hari lalu saya sempat ngobrol2 dg bbrp kawan2 wartawan dari Pdg. Mrk bilang, ekspresi sambutan yang kurang hangat dari urang awak thd pendatang itu yang banyak terjadi katanya. Menurut ambo, mereka tidak salah krn mungkin mereka memang belum pernah diberi kesadaran apa artinya orang datang ke negeri awak... Termasuk juga yang di Yogya, di Jakarta dan tempat2 lain tsb. Apa artinya kalau orang datang ke Indonesia... Di milis iko kan banyak dunsanak dari negeri jiran nih. Cubo kito tanyo, bgmn kesadaran masyarakat Malaysia thd pendatang alias wisman ini? Bukan TKI lho ya...;) Tolong Kanda Jamaluddin atau Idris Talu mungkin bisa sharing sedikit... Bgmn caranya dulu di Malaysia memberi kesadaran kepada masyarakatnya sehingga sebagian besar masyarakat sangat mendukung dan cukup helpfull thd wisman...? Sehingga orang-orang asing pun lebih memilih tinggal di Malaysia dibanding tempat lain. Waktu ambo mamacik Asia Pacific utk Proyek ERP pershn Bld, semua orang asingnya minta agar Data Center ditempatkan di Kuala Lumpur. Padahal sudah jelas, produksi paling besar dan users paling banyak yang akan akses sistim tsb, ada di Indonesia... Kenyamanan dan kepastian thd lingkungan, lebih utama buat mereka dibanding sewa infrastruktur yang akhirnya jadi lebih mahal...:) Mohon maaf sebelumnya. Semoga berkenan. Terima kasih... Wassalam, Nofrins ----- Original Message ---- From: Riri Chaidir <[EMAIL PROTECTED]> To: RantauNet@googlegroups.com Sent: Monday, May 19, 2008 8:16:04 AM Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Kanai Pakuak Betul sanak Bot Perbedaan harga bisa terjadi di mana saja dan tentang apa saja. Saya tidak melihat adanya standar yang betul2 berlaku umum untuk suatu produk. McDonald atau IBM aja yang katanya ada di seluruh dunia pun harganya tidak standar. Untuk mengurangi kemungkinan dispute, harga itu dinyatakan secara tertulis. Tetapi seringkali itupun pakai embel2, misalnya yang satu excl pajak, yg satu pakai tanda asterik dengan penjelasan yang sangat kecil di footnote *condition applied" (dan ini di mana2 di dunia lho). Kalau mau tidak kecewa, ya calon konsumen harus nanya. Cuma yang bikin saya heran, seringkali para turis bule terhormat itu kalau di kampungnya bisa abis2an cari informasi ke sana kemari tentang tempat yang akan dikunjungi, dia datang ke travel agent, telpon, lewat internet, lewat brosur, leat majalah dst. Tetapi begitu sampai di kampuang awak, dia "lupa" segala macam ilmu itu. Kemudian beliau2 merasa "dipakuak". Mereka teriak. Dan teriakan mereka pun diperkeras oleh awak2 ko. RIri L 46 2008/5/18 Bot S Piliang <[EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]> >: Mmm...sekedar sumbang saran Memang harga tinggi sih sah-sah saja. DI Bali jug abegitu kok, harga untuk internasional dan domestik juga berbeda. HAnya saja di Sumbar, harga tersebut tidak standar. Sehingga turis pun bis amengira-ngira apa dan kelas apa mereka akan makan. Ya, kalau nasi kapau di PAsa Ateh dipatok mahal, ya kalau gitu turis yang berkocek tebal yang bisa makan disana. Secara, tidak semua turis, baik nusantara atau bahkan asing yang berkocek tebal. Yang ada mereka kapok dan berpikir "ternyata di makan si Sumbar mahal ya...mending cari yang di Jakarta aja, rasanya juga ga jauh beda..." Nah kalau sudah begitu gimana??? regards... --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting - Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi - Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau dibanned - Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Hindari penggunaan reply utk topik/subjek baru =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---