Assalamu'alaikum Bapak, Uda, Uni, Ibu dan 
dunsanak kasadonyo. iko ado artikel dari Opini Koran Seputar Indonesia edisi 
hari ko. Mudah2an bisa jadi info tambahan
===========================

Wednesday, 06 August 2008                               
                        
                                        
                        
Setidaknya ada dua sahabat saya yang mendaftar menjadi calon anggota
legislatif alias ikut nyaleg. Yang satu, yang selama ini dikenal
sebagai analis politik Centre for Strategic and International Strategic
(CSIS), Indra Jaya Piliang.




Dia sudah berpamitan dan
menyatakan akan maju sebagai calon legislatif (caleg) Partai Golkar
dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat II.Dia masih muda. Usianya
baru 36 tahun. Dia memutuskan untuk kembali ke kampung guna minta restu
dan dukungan. Sahabat saya yang lain ialah yang selama ini dikenal
sebagai intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU), Zuhairi Misrawi. 

Dia
nyaleg di PDIP dan dapat nomor urut dua dari daerah pemilihan Jawa
Timur X yang meliputi Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan. Kalau
Indra terkesan mendadak masuk ke parpol, Zuhairi sudah aktif di salah
satu onderbouwPDIP dua tahun lalu,yaitu di sayap Islam Baitul Muslimin
Indonesia (Bamusi). 

Masih ada beberapa sahabat saya, yang
selama ini masuk dalam kategori ”intelektual-muda”masuk partai dan ikut
nyaleg. Ambil contoh Makmun Murod Al-Barbasy aktif di Partai Matahari
Bangsa (PMB); Fadli Zon di Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra);
selain yang sudah dikenal sebelumnya Budiman Sujatmiko di PDI
Perjuangan; Anas Urbaningrum di Partai Demokrat.Dan mungkin masih
banyak lagi. 

Mengapa mereka nyaleg? Tentu karena ada
peluang.Meraka akan seragam mengatakan bahwa mereka terpanggil untuk
nyaleg, untuk berpolitik praktis. Kata kuncinya adalah terpanggil.
Siapa yang memanggil? Insya Allah hati nurani mereka. Keterpanggilan
jelas selaras dengan idealisme.Mereka ingin mengaktualisasikan
idealismenya melalui jalur partai politik. 

Para pengkritik
bisa saja melontarkan kekhawatiran Julien Benda, ”pengkhianatan kaum
intelektual”, tapi saya kira mereka tidak seekstrem itu. Saya sendiri
cocok dengan pandangan Arief Budiman,bahwa cendekiawan atau intelektual
itu boleh berpolitik. Tentu politiknya bukan jenis politik kelas
rendahan—atau apa yang sering dikutip M Amien Rais sebagai low politics.

Kelas
mereka mestinya high politics. Saya mengapresiasi niat baik mereka:
datang, minta dukungan, dan hendak memperjuangkan keadaan menjadi
semakin baik. Mereka ingin menjadi, istilah Bung Karno dulu,
”penyambung lidah rakyat”. 

Banyak Lubang 

Tapi
politik itu banyak lubang. Kalau tidak hati-hati bisa kejeblos. Jangan
sampai anekdot ini terbukti: kalau dulu para aktivis masuk penjara baru
jadi pejabat, sekarang menjadi pejabat dulu baru masuk penjara. Dari
awal, saya turut mengingatkan agar sahabat-sahabat saya itu pada
akhirnya tidak masuk penjara, karena terjerat kasus korupsi, pribadi
maupun berjamaah. 

Karena berpolitik itu penuh tantangan dan
sesungguhnya merupakan pekerjaan yang mulia, saya menyampaikan
apresiasi mendalam.Mereka orang-orang yang berani.Tapi,sebagaimana yang
lain, mereka harus berkompetisi ketat. Untuk menang perlu modal.Semoga
mereka tak ikutikutan ber-money politics ria. Kalaupun menang, saya
harap kemenangannya wajar dan terhormat.Kalau kalah juga demikian. 

Mereka
akan bergelut dengan hukum atau sunatullahpolitik.Popularitas apakah
sebanding dengan elektabilitas? Atau apakah mereka sudah cukup populer
di daerah pemilihan mereka masing-masing? Indra Jaya Piliang dan
Zuhairi Misrawi, misalnya, seperti saya,dikenal sebagai para penulis
artikel di banyak media massa.

Apakah ”konstituen” mereka tahu
juga? Apakah mereka pembaca opini? Apakah wajah Indra Jaya Piliang yang
telah sering muncul di televisi sudah demikian akrab di benak voters di
daerah pemilihannya? Baik Indra, Zuhairi, dan yang lain, masih harus
bekerja keras untuk menang. Mungkin mereka harus belajar kembali Sun
Tzu, sang mbah strategi, untuk memenangkan peperangan dalam suatu medan
yang sulit. 

Daya Kritis 

Yang
kurang setuju dengan masuknya intelektual masuk partai dan berpolitik
pastilah dilatarbelakangi keraguan ini: apakah mereka masih bisa
kritis? Bukankah masuk partai berarti mengerangkeng diri dan kebebasan
mereka ke dalam sebuah sangkar? Bukankah sekalipun sangkar itu
emas,mereka tidak bisa bebas? Mari kita bertanya pada,misalnya, senior
Burhan D Magenda,Amir Santoso, Hajriyanto Y Thohari, Yuddy
Chrisnandi,Didik J Rachbini,Dradjat Wibowo, Mahfud MD, dan Mohammad AS
Hikam yang pernah jadi anggota DPR.

Atau Faisal Basri yang
pernah menjadi sekretaris jenderal sebuah partai politik; M Amien Rais
yang berpartai politik dan pernah menjadi ketua MPR; atau Laode Ida
yang menjadi anggota DPD.Ternyata banyak intelektual kita di panggung
politik praktis. Tentu mereka tidak mau dikatakan tidak kritis sewaktu
berpolitik. 

Mereka memang telah memberi warna lain di dunia
politik, tetapi tidak selaras dengan menyusutnya nominal
korupsi.Mungkin para intelektual- politikus itu tak sanggup menahan
risiko sistem yang masih membuka celah lebar untuk korup. Mungkin
mereka tidak terlibat korupsi, tapi mereka terkesan tak berdaya.
Mungkin mereka oase kecil saja. Walau demikian tetaplah diperlukan. 

Integritas Moral 

Mungkin
saya terlampau positive thinkingdengan mereka.Saya kira ini tidak
terlampau salah.Mestinya intelektual itu simbol moral juga.Mereka
menanggung beban moral itu. Mau menumpuk kekayaan? Kebangetan tentu.
Berpolitik itu mengabdi, dan harus nothing to loose.Kalau kelasnya baru
”seukuran perut”, tentu sayang sekali.Konon ada yang pernah berkata,
”Kalau mau kaya jadilah politisi.” 

Dan saya tidak yakin kalau
para intelektual itu bertujuan mau kaya. Lagipula mereka harus menjaga
integritas.Penangkapan-penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) selama ini jangan sampai menimpa mereka lagi kelak.Mereka harus
bekerja dengan amanat,jangan disia-siakan harapan dan kepercayaan
rakyat. 

Jangan ngege mongso alias terlampau bermimpi menjadi
lembu, padahal hanya seekor katak. Saya yakin mereka pun tidak juga
ikutikutan berjanji muluk yang tidak masuk akal. Saya ingin mereka
kalah atau menang secara wajar.Mereka harus tampil beda, tak sekadar
ikut arus dan tenggelam di dalamnya. Mereka harus mencerahkan.(*) 

M Alfan Alfian 
Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta 


      Yahoo! Toolbar kini dilengkapi Anti-Virus dan Anti-Adware gratis.
Download Yahoo! Toolbar sekarang.
http://id.toolbar.yahoo.com
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

  • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang
    • ... Arnoldison
    • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang
      • ... ajo duta
        • ... anggun gunawan
          • ... Benny Farlo
            • ... Dedy Yusmen
          • ... Arnoldison
            • ... Nofend Marola
              • ... Z Chaniago
                • ... benni_inayatullah
                • ... Sidi Boby Lukman

Kirim email ke