Pak Saaf Yth, iko tulisan dari seorang mahasiswa ITB nan tadi dihubuangkan
dengan *tanah* ulayat (termasuk *air* !).

Tulisan iko cuma bbrp kalimatnya nan dibold dan ditimpo warna merah lado,
tanpa merubah isi. Bisa pulo diklik lansuang di:

http://mit-itb.blogspot.com/2009/06/syariat-islam-dalam-pengelolaan-sumber.html

Salam

Abraham Ilyas Lk. 64 th
<http://mit-itb.blogspot.com/2009/06/syariat-islam-dalam-pengelolaan-sumber.html>

==============================================================

Dalam pandangan Islam, hutan dan barang tambang adalah milik umum yang harus
dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat
dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti
pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

*Paradigma pengelolaan sumber daya alam milik umum yang berbasis swasta atau
(corporate based management) harus diubah menjadi:*

* pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management) dengan
tetap berorientasi pada kelestarian sumber daya (sustainable resources
principle).*

Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk
diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh *An-Nabhani* berdasarkan
pada *hadis riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. *

Dalam hadis tersebut, Abyad diceritakan telah meminta kepada Rasul saw.
untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. meluluskan permintaan
itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat,

 *“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya?
Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir
(ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut
darinya”.*

 *Ma’u al-‘iddu *adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak
digambarkan mengalir
terus menerus.

Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak
dengan air yang mengalir.

Sikap pertama Rasulullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh
menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada
seseorang.

Akan tetapi, ketika Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan
tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir,
Rasul mencabut pemberian itu.

Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut
dikategorikan milik umum. Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh
individu.

Yang menjadi fokus dalam hadis tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan
tambangnya. Terbukti, ketika Rasul saw. mengetahui bahwa tambang garam itu
jumlahnya sangat banyak, ia menarik kembali pemberian itu.
*An-Nabhani*mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan:

 *“Adapun pemberian Nabi saw. kepada Abyadh bin Hambal terhadap tambang
garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau mengambilnya kembali
dari tangan Abyadh. Sesungguhnya beliau mencabutnya semata karena menurut
beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang dihidupkan oleh Abyadh,
lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut
(laksana) air yang mengalir, yang berarti barang tambang tersebut merupakan
benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau
mencabutnya kembali karena sunah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api,
dan air menyatakan bahwa semua manusia berserikat dalam masalah tersebut.
Untuk itu, beliau melarang bagi seseorang untuk memilikinya, sementara yang
lain tidak dapat memilikinya”.*

 Penarikan kembali pemberian Rasul saw. dari Abyadh adalah *illat *dari
larangan sesuatu yang menjadi milik umum termasuk dalam hal ini barang
tambang yang kandungannya sangat banyak untuk dimiliki individu.

Dalam hadis dari Amru bin Qais lebih jelas lagi disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan garam di sini adalah tambang garam atau *“ma’danul
milhi”*(tambang garam).

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa Rasulullah telah
memberikan tambang kepada Bilal bin Haris Al-Muzni dari kabilahnya, serta
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam kitab *al-Amwal* dari Abi
Ikrimah yang mengatakan, *“Rasulullah saw. memberikan sebidang tanah ini
kepada Bilal dari tempat ini hingga sekian, berikut kandungan buminya, baik
berupa gunung maupun tambang”* sebenarnya tidak bertentangan dengan hadis
Abyadh ini.

Hadis di atas mengandung pengertian bahwa tambang yang diberikan oleh
Rasulullah kepada Bilal kandungannya terbatas sehingga boleh diberikan.

Hal ini sebagaimana Rasulullah pertama kali memberikan tambang garam
tersebut kepada Abyadh. Akan tetapi, kebolehan pemberian barang
tambang ini jangan
diartikan secara mutlak, sebab jika diartikan demikian tentu bertentangan
dengan pencabutan Rasul setelah diketahui bahwa tambang itu kandungannya
besar bagaikan air yang terus mengalir.

Jadi, jelaslah bahwa kandungan tambang yang diberikan Rasulullah tersebut
bersifat terbatas.

Menurut konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, tambang yang
jumlahnya sangat besar, baik yang tampak sehingga bisa didapat tanpa harus
susah payah, seperti garam, batu bara, dan sebagainya; maupun tambang yang
berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh, kecuali dengan usaha
keras, seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, timah, dan sejenisnya,
termasuk milik umum. Baik berbentuk padat, seperti kristal maupun berbentuk
cair, seperti minyak, semuanya adalah barang tambang yang termasuk ke dalam
pengertian hadis di atas.

Benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah untuk dimiliki oleh pribadi
saja, maka benda tersebut termasuk milik umum.

Namun, meski termasuk ke dalam kelompok pertama, karena merupakan fasilitas
umum, benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama dari segi
sifatnya. Oleh karena itu, benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu.


Berbeda dengan kelompok pertama, yang memang boleh dimiliki oleh individu.

Air misalnya, mungkin saja dimiliki oleh individu, tapi bila suatu komunitas
membutuhkannya, individu tidak boleh memilikinya.

Berbeda dengan jalan, sebab jalan memang tidak mungkin dimiliki oleh
individu.

Oleh karena itu, sebenarnya, pembagian ini –meskipun dalilnya bisa
diberlakukan *illat syar’iyah*, yaitu keberadaannya sebagai kepentingan
umum— esensi faktanya menunjukkan bahwa benda-benda tersebut merupakan milik
umum (*collective property*), seperti jalan, sungai, laut, danau,
tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.

Yang juga bisa disetarakan dengan hal-hal tadi adalah masjid, sekolah milik
negara, rumah sakit negara, lapangan, tempat-tempat penampungan, dan
sebagainya.

*Al-‘Assal & Karim* (1999: 72-73) mengutip pendapat *Ibnu Qudamah* dalam
Kitabnya *al-Mughni* mengatakan:

 *“Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa
biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat),
petroleum, intan, dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan
individualnya) selain oleh seluruh kaum muslim, sebab hal itu akan merugikan
mereka”.*

 Maksud pendapat *Ibnu Qudamah* adalah bahwa barang-barang tambang adalah
milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus. Barang
siapa menemukan barang tambang atau petroleum pada tanah miliknya tidak
halal baginya untuk memilikinya dan harus diberikan kepada negara untuk
mengelolanya.

 *Pemasukan Negara *

Dengan memahami ketentuan syariat Islam terhadap status sumber daya alam dan
bagaimana sistem pengelolaannya, bisa didapat dua keuntungan sekaligus,
yakni didapatnya sumber pemasukan bagi anggaran belanja negara yang cukup
besar untuk mencukupi berbagai kebutuhan negara.

Selain itu, negara diharapkan mampu melepaskan diri dari ketergantungan
terhadap utang luar negeri dalam pembiayaan pembangunan negara.

Dalam sistem ekonomi Islam, menurut *An-Nabhani* (1990), negara mempunyai
sumber-sumber pemasukan tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat melalui
Baitul Mal. Baitul Mal adalah kas negara untuk mengatur pemasukan dan
pengeluaran harta yang dikelola oleh negara. Mekanisme pemasukan ataupun
pengeluarannya semua ditentukan oleh syariat Islam. Sektor-sektor pemasukan
dan pengeluaran Kas Baitul Mal adalah sebagai berikut.

*1. Sektor kepemilikan individu *

Pemasukan dari sektor kepemilikan individu ini berupa zakat, infaq, dan
shadaqah. Untuk zakat, karena kekhususannya, harus masuk kas khusus dan
tidak boleh dicampur dengan pemasukan dari sektor yang lain. Dalam
pengeluarannya, khalifah (kepala negara dalam pemerintahan Islam) harus
mengkhususkan dana zakat hanya untuk delapan pihak, sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh al-Quran (QS at-Taubah [9]: 60), yaitu: (1) Faqir, (2)
Miskin, (3) Amil zakat, (4) Muallaf, (5) Memerdekakan budak, (6) Gharimin
(terlilit utang), (7) Jihad fi sabilillah, dan (8) Ibnu sabil (yang
kehabisan bekal dalam perjalanannya). Sementara itu, infaq dan shadaqah
pendistribusiannya diserahkan kepada ijtihad khalifah yang semuanya
ditujukan untuk kemashlahatan umat.

*2. Sektor kepemilikan umum*

Tercakup dalam sektor ini adalah segala milik umum, yaitu yang berupa hasil
tambang, minyak, gas, listrik, hasil hutan, dan sebagainya. Pemasukan dari
sektor ini dapat digunakan untuk kepentingan:

Biaya eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, mulai dari biaya tenaga
kerja, pembangunan infrastruktur, penyediaan perlengkapan, dan segala hal
yang berhubungan dengan dua kegiatan pengelolaan sumber daya alam di atas.

Membagikan hasilnya secara langsung kepada masyarakat yang memang sebagai
pemilik sumber daya alam itu. Mereka berhak untuk mendapatkan hasilnya.
Khalifah boleh membagikannya dalam bentuk benda yang memang diperlukan,
seperti air, gas, minyak, listrik secara gratis, atau dalam bentuk uang
hasil penjualan.

Sebagian kepemilikan umum ini dapat dialokasikan untuk biaya dakwah dan
jihad.

*3. Sektor kepemilikan negara*

Sumber-sumber pemasukan dari sektor ini meliputi *fa’i, ghanimah, kharaj*,
seperlima *rikaz*, 10% dari tanah *‘usyriyah*, jizyah, waris yang tidak
habis dibagi dan harta orang murtad. Untuk pengeluarannya diserahkan pada
ijtihad khalifah untuk kepentingan negara dan kemashlahatan umat.

 *Khatimah *

Jelas sekali, pemerintah harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya
alam negeri ini yang sesungguhnya sangat melimpah. Harus ada strategi baru
dalam memanfaatkan sumber daya itu. Sudah saatnya, misalnya, hanya BUMN yang
berhubungan dengan hutan saja yang mengelola hutan-hutan yang ada di negeri
ini.

Demikian pula dengan sumber daya lain. Eksplorasi emas oleh PT Freeport
merupakan kesalahan besar. Sejak tahun 1973, sudah lebih dari Rp500 triliun
hasil emas melayang ke luar negeri.

Memang pemerintah mendapatkan pajak dan sebagainya. Akan tetapi, pasti
angkanya jauh lebih kecil dari hasilnya itu sendiri. Andai itu sepenuhnya
dikelola oleh negara, dana yang tidak sedikit itu tentu bisa diselamatkan
untuk kesejahteraan rakyat. Begitu pula dengan barang tambang lain.

Pemanfaatan seoptimal mungkin sumber daya alam itu hanya mungkin bila BUMN
yang menangani semua kekayaan milik umum itu dikelola secara profesional dan
amanah.

Sudah menjadi rahasia umum betapa di dalam BUMN-BUMN itu selama ini terjadi
inefisiensi luar biasa akibat praktik-praktik kolusi dan korupsi.

Akibatnya, bukan hanya dana yang tidak sampai ke tangan rakyat, tetapi juga
BUMN itu mengalami kerugian.

Bagaimana mungkin PLN, misalnya, yang menjadi perusahaan tunggal dalam
pengelolaan listrik bisa merugi? Padahal, tidak ada satu pun rakyat yang
tidak menggunakan listrik.

Di samping itu, tidak ada perusahaan lain yang menjadi saingan PLN. Itu
semua terjadi karena mismanajemen dan korupsi. Dengan efisiensi, dana yang
diperoleh bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat, selain BUMN itu juga
bisa berjalan dengan baik. Rakyatnya makmur sejahtera, negara tidak perlu
berutang ke sana kemari. Insya Allah.[]

 Wallahu a’lam bi ash-shawab.

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke