Wa'alaikum salam. w.w.
 
Bung Muzirman mengangkat detail demokrasi (dulu sudah sering dipelajari 
semenjak SMP)
yang banyak kecelaruannya... jadi saya lewatkan saja, yang menarik tiga 
alinea paling bawah, yang saya angkat ke atas seperti berikut ini :

>Kita persingkat, adanya keterbukaan informasi ttg executive, legislatif ttg 
>kinerja nya, dan >siapa2 yg memutuskan apa bisa di ketahui oleh rakyat
>maka nya pd Pemilu ke depan tidak kita pilih lagi , dan rakyat harus juga 
>melek informasi >atau adanya pers yg bebas. LSM, dan masyarakat menengah dll. 
>Dan ternyata ada wakil >yg kita pilih sering bolos, secara UU/Peraturan harus 
>bisa kita recall melalui pengadilan.>(sekarang rakyat tdk bisa melakukannya).

Di sini nampak bung Muzirman mencoba membetulkan atau memperbetulkan demokrasi
dan mengatakan "Inilah demokrasi yang benar". Tapi saya rasa usaha bung Muzirman
sia-sia saja karena pangkalnya sudah salah ujungnya pasti salah. Sama dengan 
kita
 berhitung satu tambah dua kita katakan empat, kemudian empat ditambah enam sama
 dengan sepuluh. Hasilnya tetap salah, walaupun empat tambah enam sudah benar 
sama dengan sepuluh. Jadi pokok persoalannya harus dikembalikan kepada 
mekanisme 
awalnya. Jika benar dari awal, tentu benar sampai ke ujung bila semua proses 
benar
 adanya.

>Dalam Musyawarah M, kita harapkan satu suara seiya sekata dan  tanpa pemilihan 
>>suara. , berariti rakyat tidak tahu siapa yg menyetujui dan menolak usulan 
>/keputusan tsb >sebelumnya. Keputusan MM merupakan yg terbaik.
>Disinilah kita berbeda pendapat, masing2 kita mempunyai kepentingan, sistem 
>nilai dll >berbeda, dan sumber daya yg langka.

Memang tidak ada pemilihan atau pungutan suara, akan tetapi semua bersuara 
mengemukakan pendapatnya. Semua punya hak mengemukakan pendapat, dan mene-
la'ah pendapat orang lain. Pendapat boleh berbeda-beda tetapi secara 
bersama-sama ditimbang baik buruk dan benar salahnya. Pendapat yang salah akan 
gugur dengan sendirinya berdasarkan kesadaran sebagai hamba Allah dan iman 
kepada Allah. (Contoh
dalam sejarah dapat dilihat ketika Nabi dan para sahabat memutuskan bertahan 
dalam
kota atau di luar kota ketika perang Uhud, dan pendapat Salman Al Farisi ketika 
meng-
hadapi perang Chandaq).

>Mis; saya adalah nelayan Muara Padang,, yg saya butuhkan adalah kredit murah 
>utk beli >sampan, alat2 tangkap ikan,. Waktu   calon anggota DPRD kampanye, 
>ada harapan utk >memperbaiki nasib nelayan. Tp keyataannya tidak, kenapa? 
>Waktu di tanyakan ke >anggota DPRD tsb, dia jawab, : "Dalam Rapat anggaran 
>bersama Pemeritah, saya kalah >suara, suara terbanyak memilih bangun Jembatan 
>Siti Nurbaya, ini bukti nya suara saya >utk anggaran kredit nelayan (atau 
>nelayan bisa minta sendiri ke DPRD).
 
... yang ini pemisalan Demokrasi ... bukan musyawarah Bung Muzirman..

>Yg terbaik adalah, waktu ada wacana membangun jembatan harus nya di dengar 
>>pendapatkan dgn rakyat, semua untung rugi, benefit cost bangun jembatan di 
>banding >kredit nelayan harus didiskusi kan secara terbuka, apakah mereka 
>setuju, atau kalau >sebahagian besar setuju,.. ya silahkan bangun, Apakah ada 
>di dengar pendapat rakyat? >Ini lah yg saya namakan demokrasi.
 
....yang ini pemisalan yang mendekati Musyawarah .... 
jadi pemisalan ini kontradiksi. Memang selintas, kelihatannya antara Demokrasi 
dan
Musyawarah mufakat hampir sama. Tapi azasnya berbeda bung Muzirman.

>Contoh St Sinaro, di MPR ada 1000 anggota, 501 anggota setan, 499 alim ulama, 
>adalah >sah /menang kalau anggota setan membuat peraturan Zina itu dihalalkan 
>krn suara nya >menang 501.
 
... inilah demokrasi,... kita redha dengan ini ?.
 
 Wah.. baru secuil demokrasi ya ok, tp dalam demokrasi yg katanya oleh
 >dan utnuk rakyat, seharus nya dalam demokrasi itu masalah besar ini harus 
juga di >dengarkan suara rakyat., kalau perlu voting (referendum) siapa yg 
setuju dan tidak setuju.
>dan seterusnya,.

memang secuil nampaknya, tapi sangat vital dan berpengaruh terhadap kehidupan 
ummat 
(rakyat).
Kalau kemudian referendum lagi, (biasanya sangat sulit untuk dilaksanakan, 
terutama
oleh orang-orang yang berambisi), artinya mementahkan kembali urusan ini, dan 
urusan
ini menjadi bolak balik menghabiskan waktu dan umur. Apakah tidak sebaiknya 
dimulai
musyawarah dari tingkat paling bawah dan di bawa ke atas ?.

Begitu Bung Muzirman, .... sebelum mengakhiri ini, kembali saya katakan bahwa,
mengapa kita pakai orang punya yang kita sendiri tidak tahu kebaikannya bahkan 
keburukannya yang mengemuka ?, tidakkah lebih baik memakai yang kita punya
yang sudah jelas kebaikannya dan dijamin oleh Penguasa jagad raya ini ?.
 
"Maka apakah mereka mencari petunjuk (agama) yang lain dari petunjuk (agama) 
Allah,
 padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, 
baik
 dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan." 
(QS:3:83)
 
Wassalam
 
St. Sinaro

NB : ambo ndak dapek juo postingan2 ko doh,  baa ko rang dapua ?.


Walaikum salam,

Yo tarimo kasih  banyak atas waktu Bung St Sinaro, dgn penyerahan ttg 
Musyawarah Mufakat MM) dgn Demokrasi ( D)., yo bisa ambo baraja , krn dlm 
tulisan pak Muchtar Naim, dgn bbrp tulisan nya terus menganjurkan MM  , dan 
termasuk dalam TTS (Tungku Tigo Sajarangan) dan Wacana MSA (Majelis Syariah dan 
Adat)

Izinkan pulo ambo ciek dgn keyakinan nan ambo caliek ttg Demokrasi ko, maklum 
awak ko baru baraja pulo, iko lamak nyo babeda pendapek, talabiah jo St.Siinaro,
Beda MM dgn D, kito persempit dlm katagori diskusi  : proses pengambilan 
keputusan utk kepentingan basamo.

Demokrasi adlah suatu sistim pemerintahan oleh rakyat, dan (harus di tambahkan 
pemerintahan untuk rakyat)

Demokrasi, , suara terbanyak rakyat  itu yg kita terima (executif  atau 
legislatif), nah disini yg saketek tak harus di lupokan (minority) juga harus 
di perhatikan. Dpl. demokratisasi adalah usaha menjaga keseimbangan hak2 antara 
pemilih (rakyat badarai) dgn yg dipilih (perwakilan ).
Demokratisasi merupakan proses usaha2 mencari persamaan hak2 ekonomi, hak2 
politik  dll diantaranya.
Ada bbrp point pelengkap  yg harus dilengkapi dlm demokratisasi , setelah 
voting suara terbanyak, : keterbukaan, petisi (recall) , kebebasan berpendapat, 
kebebasan mass media/pers,,Kalau bulieh awak, katagori kan : representatve 
demokrasi, direct demokrasi, .. dll.

Stlh pemimpin awak di pilih, Executif, Legislatif, lansung oleh rakyat, keadaan 
sekarang rakyat tidak punya suara lagi, seharus nya rakyat harus punya hak utk 
menanyakan bgmn performance (kinerja ) pemimpin atau wakil kita itu, mis. bgmn 
kehadiran anggota DPR/D kita , apakah sering bolos, tanpa alasan. dan 
sebaliknya DPR/D harus menerbitkan daftar absensi itu yg terbuka utk rakyat 
(transparancy) bisa di akses rakyat dgn murah dan gampang. Ternyata stlh di 
ketahui ada wakil rakyat (kita) yg sering bolos, nah kita harus bisa meng 
petisi nya dgn 10-15 percent tanda tangan rakyat, utk di ajukan ke sidang, 
debat, tanya jawab, dan termasuk dgn Judikatif. Dan lembaga pengadilan lah yg 
memutuskan nya utk di recall atas usulan rakyat yg sesuai dgn UU/Peraturan 
(sekarang UU/Pearturannya tidak ada, atau sengaja utk tidak diciptakan).

Di negara demokrasi yg saya lihat, Yudikatif (Jaksa dll) nya juga lansung di 
pilih rakyat.

Tp yg lbh penting, apa keputusan Executif, process pengambilan keputusan nya 
harus bersama rakyat juga, terutama yg pricinple, penting, dan ber implikasi 
besar ke rakyat, apa implikasi nya terhadap rakyat, tentu stlh ber audieinsi 
dgn DPR/D,  Sekarang keputusan besar, atau penggunaan APBD besar kan di 
putuskan oleh Gub bersama DPRD saja, tanpa melibat kan rakyat. Melibat kan 
rakyat maksud nya debat, public hearing, kalau perlu voting lagi. Siapa 
mendapat apa dalam proses keputusan itu,.
Mis , apa yg terjadi di kampuang awak, stlh cobaan musibah Gempa, ada bantuan 
Saudi Arabia, disamping bantuan utk pennangggulan rakyat kena gempa, juga 
sebagian besar utk mesjid Agung, Padang Baru, tentu stlh ada konsultasi dgn 
DPRD, Apakah ada Pemda, beraudiensi dgn rakyat, bhw sumbangan gempa ini krn 
adanya gempa, dan boleh juga utk mesjid Agung, Padang Baru, tidak kan, 
masalahnya apakah sumbangan gempa Saudi  cukup utk menjalankan kehidupan dan 
roda ekonomi pasca gempa? Disinilah,, demokrasi yg benar harus dan perlu 
berdiskusi, public hearing berdebat dgn rakyat. Di DPRD sendiri kalau diadakan 
voting, ttg hal ini, Apakah kita (rakyat)bisa mengetahui siapa yg memilih dana 
Saudi itu boleh utk mesjid.
(Seingat saya, (bisa salah) dana pembanguan pasca Gempa +/- 6 trilliun, bantuan 
Saudi =/- 500 Milyar). Kalau dizininkan rakyat pilih bolehkan sbgn dana bantuan 
utk mesjid Agung, saya jawab, tunggu dulu. Apakah pembangunan pasca gempa sdh 
cukup? kalau belum saya tidak setuju.

(  ).... di angkat ke atas ....
 
Terimakasih tas waktu St Sinaro, semoga sehat2 selalu.

Wass. Muzirman Tanjung 



      

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Reply via email to