Hallo semuanya..

merespon keterangan bung
Ady, menurut saya jawaban itu sangat tepat: predasi dan keterbatasan 
pengamatan. Saya hanya ingin
menambahkan sedikit keterangan dibalik jawaban bung Ady. 
 
Alternatif 1: predasi.
Niche yang dimaksud
tentunya Hutchinsonian niche ya bung Hasto. Saya berpendapat bahwa selain
ketersediaan biofisik yang memungkinkan adanya niche bagi camar (potential
niche), perlu adanya factor pemicu yang menyebabkan niche itu benar-benar
ditempati (realized niche).  Factor intra
dan inter species relationship sering menjadi pemicu ini. Untuk camar saya
menduga selain predasi seperti yang diungkap bung Ady, mungkin conspecific
attraction juga menyebabkan suatu niche ditempati oleh camar atau tidak. 
 
Camar adalah burung
kolonial, jadi keputusan individu untuk settle di suatu tempat dipengaruhi oleh
keberadaan rekan sesama jenisnya.  Keberadaan
rekan sesama jenis digunakan sebagai tanda adanya kesesuaian tempat tinggal dan
mencari makan. Jika tidak ada pioner, mereka enggan untuk tinggal atau mencari
makan disitu. Hal ini mungkin yang menurut saya menjadikan mereka setia pada
tempat lahir dan menghambat adanya dispersal sampai ke indonesia (migrasi
mungkin iya, tapi tidak sampai menetap).
 
Alternatif 2: deteksi
kehadiran
Mungkin saja dari sekian
ratus jenis-jenis camar, ada yang menempati niche di indonesia, di pulau-pulau
terpencil.  Namun mereka tidak terdeteksi
atau punah secara lokal karena tidak ada dispersal. Paling ideal mungkin
menggunakan temuan fosil dan analisis genetik untuk mengetahui ada tidaknya
camar di suatu tempat.
  

Alternatif 3: memang
mereka tidak bisa reproduksi di indonesia
Karena mereka mungkin
memerlukan kebutuhan khusus untuk reproduksi, dan itu tidak tersedia di
indonesia. Mereka nampaknya specialist. Karena tidak menemukan kebutuhan itu 
maka mereka gagal reproduksi
dan tidak mau lagi tinggal di indonesia.

Begitu pendapat saya. Mohon maaf bagi rekan-rekan yang kurang berkenan dengan 
diskusi yang teoritis kayak gini.


salam

seno






________________________________
Von: Ady Kristanto <ady_krista...@yahoo.com>
An: sbi-info@yahoogroups.com
Gesendet: Freitag, den 12. Dezember 2008, 10:30:50 Uhr
Betreff: Re: [SBI-InFo] camar dan flamingo (nambahin comment)


wah kalo mau lihat burung-burung pelagic dalam jumlah banyak harus ke luar 
Jakarta mas ... seperti pulau burung di Sawarna Banten, kemudian pulau gundul 
di Karimun Jawa atau di P. Nusa Barung dekat Malang. lagi pula mungkin family 
sulidae atau angsa batu (Booby) yang mengisi relung camar. ya walaupun tempat 
berbiak mereka yang terdekat itu di P. christmas kemudian ada juga dari suku 
phaethontidae, suku hydrobatidae dll.  

Kalau jumlahnya yang sedikit sekarang ini, ya jangan heran, pengrusakan habitat 
burung-burung laut yang dilakukan manusia terlebih di Indonesia semakin besar, 
contoh P. gundul yang merupakan habitat bersarang dara laut, karena letaknya 
diluar taman nasional eh di jadikan pulau sasaran tembak AL. dan yang mesti 
dilihat juga masuknya tikus ke pulau-pulau terpencil. mereka bisa dengan buas 
memakan telur burung laut tersebut.

Saya yakin kok semua yang ada di bumi ini diciptakan secara seimbang jenis 
hewan lain akan menempati relung yang ditinggalkan seperti kata teori. namun 
saya yakin kalo sekarang teori-teori itu dilihat lagi, banyak yang nggak cocok 
deh. wong manusianya juga merasa paling pintar, paling hebat jadi tidak butuh 
teori-teori- an yang penting kenyang bisa tidur enak, masa bodo ama lingkungan 
atau burung laut yang jumlahnya sedikit.

ada Info lain; di tulisannya Appelman dan Siccama tentang P. Nusa Barung tahun 
1939 ada foto angsa batu 200an ekor di pulau tersebut wow!!! keren. tapi 
sekarang di pulau tersebut jumlahnya masih segitu nggak ya?

Salam

Ady Kristanto 




________________________________
From: Hasto P Irawan <hpirawan2005@ yahoo.com>
To: sbi-i...@yahoogroup s.com
Sent: Friday, December 12, 2008 3:25:56 PM
Subject: Re: [SBI-InFo] camar dan flamingo (nambahin comment)


 
Mo nambahin komentar nih buat Bung Sena:)
 
Teori2 anda semua masuk akal. Misalnya soal homerange flamingo adalah daerah 
subtropis sehingga walo di daerah tropis banyak makanan, mereka gak ke sini 
karena itu gak cocok dgn iklim mikro yg mereka butuhkan untuk breeding dll. 
Juga soal camar.
 
Tapi ada pertanyaan yg muncul di benak saya soal camar, karena kayaknya 
kasusnya beda. Sebabnya adalah niche yg ditempati camar itu (yaitu burung 
pelagic yg cari makan dengan terbang berkeliling di laut2 atau di pantai2 dan 
kawasan pesisir) sepertinya kok "kosong" atau hanya sedikit yg menempati di 
daerah tropis (dara laut, yg menempati niche itu di daerah tropis, jumlahnya 
juga gak melimpah). 
 
Kalo gak salah, camar atau gull itu terdiri dari ratusan sub-spesies. Yg bikin 
saya bingung: kenapa di antara ratusan spesies gull itu tak ada yg dalam 
perjalanan evolusinya beradaptasi untuk breeding dan menetap di daerah tropis?? 
(kalau memang benar di daerah tropis makanan untuk niche ini melimpah). 
 
Katakanlah kalau ada "camar versi iklim sedang", mestinya ada juga "camar versi 
tropis", sehingga niche ini di daerah tropis ada yg menempati, dan makanan yg 
melimpah di niche ini di daerah tropis ada yg memanfaatkan (dengan catatan, 
memang benar ada makanan yg melimpah buat camar di daerah tropis).
 
Agak sulit dipahami kenapa, kalau memang di daerah tropis ikan melimpah dan 
memungkinkan mendukung kehidupan burung pelagic spt camar, kenapa tak ada 
spesies yg memanfaatkan sumber pakan itu supaya tidak "mubazir". Bukankah pakan 
adalah sumberdaya yg sangat berharga bagi setiap mahluk, untuk mendapatkan 
energi untuk breeding dan kelangsungan spesiesnya, yg selalu dicari setiap 
spesies untuk kelangsungan hidup mereka??
 
Sulit dipahami bahwa, selama ribuan tahun evolusi burung, diantara ratusan 
spesies burung pelagic itu (yg sangat mudah berpindah dan menemukan daerah 
sumber pakan baru) tak ada satu pun yg menemukan "sumberdaya yg mubazir" itu 
dan kemudian beradaptasi untuk breeding dan tinggal di daerah tropis dan 
jumlahnya menjadi melimpah spt gull di daerah beriklim sedang--dengan tujuan 
untuk memanfaatkan "pakan yg melimpah" itu. 
 
Dengan berpegang pada kenyataan itu, saya jadi agak ragu, benarkah memang pakan 
untuk niche itu melimpah di sini.
 
Salam,
Hasto Pratikto


--- On Wed, 12/10/08, Hasto P Irawan <hpirawan2005@ yahoo.com> wrote:

From: Hasto P Irawan <hpirawan2005@ yahoo.com>
Subject: Re: [SBI-InFo] camar dan flamingo
To: sbi-i...@yahoogroup s.com
Date: Wednesday, December 10, 2008, 11:22 AM


Akhirnya ada juga nih pakar yg mau "turun gunung" dan membagi ilmunya:)
 
Terima kasih, Mas Sena, atas penjelasannya yang komprehensif, lengkap, dan dari 
berbagai sisi tentang habitat satwa. Semua "teori" yang Anda kemukakan masuk 
akal juga. Memang faktor yg mempengaruhi pilihan habitat mestinya banyak dan 
kompleks, dan musti dijelaskan oleh yg punya ilmunya:)
 
Kalau saya kan cuma bisa memandang dan mengira-ngira dari satu sisi saja dan 
kemudian menarik kesimpulan yg dangkal. Maklum saya gak punya ilmunya he he.. 
Thanks, Mas, atas infonya.
 
Salam,
Hasto Pratikto

--- On Tue, 12/9/08, sena adisubrata <adisubrataugm@ yahoo.de> wrote:

From: sena adisubrata <adisubrataugm@ yahoo.de>
Subject: [SBI-InFo] camar dan flamingo
To: sbi-i...@yahoogroup s.com
Date: Tuesday, December 9, 2008, 5:36 PM


Dear mas Hasto,

Pertanyaan-pertanya an anda selalu cerdas dan sulit dijawab. Topik seperti ini 
menarik dan menurut saya juga mengasah pengetahuan kita, disamping identifikasi 
burung. Tidak mudah memang memahami ekosistem tropis yang sangat kompleks. Saya 
mencoba merespon semampu saya. Setahu saya, sebagian besar teori yang ada 
sekarang ini berpangkal pada teori adaptasi Darwin (atau mungkin Alfred Wallace 
?). salah satu inti teori ini adalah semua perilaku atau perubahan ditujukan 
untuk memaksimalkan fitness (survival dan reproduksi) dan meminimalkan 
mortalitas. Termasuk perilaku memilih (seleksi) untuk tinggal atau sekedar 
lewat. jadi untuk tinggal satwa mesti mendapatkan keuntungan fitness, baik 
berupa makanan, peluang breeding, perlindungan predator, atau sekedar melatih 
ketrampilan. 

Karena begitu banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan untuk 
tinggal suatu lokasi , dianggap satwa memilih melalui beberapa tahap mulai dari 
yang paling luas: geografi, landscape, homerange, patch, site. Tahap yang 
diatas menentukan tahap dibawahnya. 

Saya sering mengilustrasikannya seperti burung migran dari subtropis ke tropis. 
Dari ketinggian, yang bisa dirasakan mungkin hanya perbedaan suhu (atau mungkin 
medan magnet bumi), maka ia menggunakannya sebagai acuan untuk mendekat ke 
tropis(geografis) . Semakin dekat ke tropis, akan semakin kelihatan kondisi 
pulau, hutan, air dll, maka ia akan menggunakan sebagai acuan untuk mencari 
lokasi misalnya pulau yang mempunyai hutan dan di tepi pantai (landscape). 
Semakin ia terbang rendah semakin kelihatan kondisi hutan yang rapat tapi dekat 
muara sungai (homerange) sebagai acuan, semakin dekat lagi ia akan semakin bisa 
melihat lebih jelas pohon mana yang akan dipakai hinggap, dan setelah hinggap 
ia akan memilih lagi cabang mana yang akan digunakan untuk tidur. dst.  jadi 
meskipun ada jenis pohon yang sama di pegunungan, tapi ia tidak akan 
menggunakannya karena seleksi homerange mengantarkannya pada pohon di tepi 
pantai. 

jadi misalnya pada level geografi, faktor yang paling penting bagi flamingo 
adalah temperatur di sub tropis, maka pilihan lokasi homerange yang tersedia 
hanya di lokasi sub tropis, meskipun misalnya makanan banyak di indonesia tapi 
karena temperatur tidak disukai untuk breeding, maka ya ia nggak suka di 
indonesia. meskipun jika terpaksa yang bisa hidup. karena semua makhluk hidup 
bisa beradaptasi.

Masing-masing species akan mempunyai kebutuhan yang unik. Dugaan saya untuk 
camar pada musim breeding mungkin yang diperlukan adalah nesting site yang aman 
dari predator (karena sarang mereka relatif terbuka maka sering memilih tempat 
yang remote),  iklim mikro yang mendukung penetasan, dekat dengan sumber pakan. 
 jadi pada saat breeding karena nesting site yang mereka butuhkan ada di sub 
tropis, maka meskipun makanan berlimpah di Indonesia mereka ya nggak kesini.  
Mungkin pada saat nggak breeding mereka menghindari musim dingin dengan migrasi 
ke arah tropis yang hangat. jadi pada musim ini mereka lebih memerlukan suhu 
hangat yang makanan sekedarnya untuk bekal migrasi. Didukung oleh mobilitas 
yang tinggi, mereka akan bisa memilih tempat yang paling sesuai untuk mereka. 

Tapi ini hanya prediksi saya saja berdasar "Darwin centris". Semoga bisa 
membantu. Mungkin ahli-ahli yang lain bisa menambahkan atau membetulkan 
barangkali salah. 


Salam.

NB: kalau ingin searching informasi di internet, coba gunakan key word: multi 
level habitat selection, hierarchy, adaptive.   

   

___ 
 
 

    


      

Kirim email ke