Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Lama gak gabung. Ikutan nimbrung. Jurisprudensi soal Burhanuddin Abdullah dan dana YPPI BI tidak tepat digunakan. Pertama, beda bentuk lembaga. Kedua, beda sebab aliran dana. Dody From: prastowo prastowo To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Tue, December 22, 2009 4:07:40 PM Subject: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century Apakah Ketua BPK dan Wakil Ketua KPK bicara dalam bahasa politik dan Ketua LPS dalam bahasa hukum? bisa ya dan bisa tidak. Saya tak mau memperdebatkannya lebih jauh karena agaknya yg tidak jelas ada pada konsepnya sendiri. Tentang apa itu uang negara saya belum memiliki referensi yg cukup, karena Ketua BPK jika bicara demikian sesuai aturan, ia seharusnya bicara dlm bahasa hukum, pula Wakil Ketua KPK. Argumen Ketua BPK, tugasnya mengaudit keuangan negara dan sesuai UU LPS, lembaga ini wajib diaudit BPK, artinya terkait keuangan negara. Argumen Wakil Ketua KPK lain lagi, ia berargumen modal LPS dari negara dan jika kekurangan dana minta ke pemerintah. Lalu ada jurisprudensi soal Burhanudin Abdullan dan dana YPPI BI, di mana dana YPPI adalah uang negara yang dipisahkan tapi BA divonis merugikan keuangan negara dan dikukuhkan oleh MA. Apa pun pendapat kita, sebaiknya juga hormat pada tafsir lembaga hukum ini. Lalu soal sistemik-non sistemik. Saya terima penjelasan Anda. Tapi mengapa Miranda Gultom lalu mengelak dan justru mengatakan TIDAK SISTEMIK ketika diminta pendapat soal bail out ini (cmiiw, saya hanya baca di detikcom). Memang ia agak kabur dan tampak ragu, maka terkesan ia hendak melemparkan masalah ke Ketua KSSK. BA juga mengacu ke Northern Bank sebagaimana sering Anda contohkan, bahkan ia bertanya soal adakah teori (ilmu) lain, dan dijawab Boediono ada ilmu lain. Artinya mereka bicara dlm kasus yg sama, bukan berbeda. salam [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Bung Oka, Rasanya pernah didiskusikan di milist ini bhw ada dua issu yg terkait dng kasus Cnetury. Pertama keputusan untuk bail-out; dan isu kedua, jumlah talangan. Isu kedua adalah konsekuensi dari isu pertama. Dan, melihat sidang pansus tadi pagi sampai siang (aku ngak pernah lihat yg kemarin2), rasanya masih seputar isu pertama - meskipun suka masuk jg ke sana. Betul bhw ada/tidaknya krisis tidak gampang.Tapi kalau itu saja sulit untuk mencari kesamaan, policy2 yg dibuat oleh BI dan pemerintah saat itu menjadi sgt debatable. Pemerintah -dlm kasus ini BI dan KSSK - tentu melihat dari antisipasi terhadap dampaknya terhadap krisis. Sementara yg dipakai oleh politisi (dan jg orang luar) ialah ukuran2 normatif dalam kondisi normal. Yah..kan sulit "nyambung" dong... Sekarang, jika pada isu pertama, ada kesepakatan ada/tidaknya krisis, maka kita bisa moving ke isu kedua..[yg bisa jd lebih rentan dgn menyesulupnya "penumpang2 gelap"]. Meskipun aku agak pesimis, tapi aku masih berharap anggota Pansus benar2 ingin mengurai fakta, bukan melulu untuk kepentingan politik mereka atau partai mereka Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "oka.widana" wrote: > > Mas Enda, > > Kali ini saya yang ngak sepakat dengan Anda. Mencari kesepakatan, apakah > pada saat itu situasi krisis atau tidak, tak akan pernah terjadi. Dikalangan > para profesional saja berbeda-beda, apalagi kalo kita berharap kesepakatan > dikalangan politikus (atau malah lebih mudah dikalangan politikus, selama > kepentingan mereka bisa diakomodasi?). > > > > Kebijakan yang sudah diambil tidak bisa dihakimi, selama pejabat yang > mengambil kebijakan itu secara hukum (undang2 yang berlaku) memiliki > kewenangan untuk itu dan formalitas proses pengambilan keputusan telah > ditempuh. Seperti anda bilang, keputusan Pilot pada situasi turbulensi, ya > tidak bisa digangu gugat. Nah, situasi turbulensi udara mudah dikenali > kerena indikatornya bersifat pasti dan terukur, agak berbeda dengan > tubulensi ekonomi. Akan tetapi kalo analaginya kita rubah sedikit, pilot > mengantisipasi turbulensi dirute perjalanan, dia kemudian berbelok mengambil > rute alternative, eh malah (sorry just contoh) nabrak gunungkita tetap > tak bisa menghakimi judgment pilot... Apakah benar situasi tubulensi pasti > terjadi? Apakah instrumen dan radar sudah benar cara membacanya, apakah tak > ada kerusakan?.saya kira sama, KKSK pada saat itu hanya mengantisipasi > tubelensi ekonomi... IMHO mau sampai kapanpun ngak pernah ketemu kesepakatan > apakah ada turbulensi ekonomi itu...apalagi diperdebatkan apatah bail > out Century akan menghasilkan perbankan yang lebih kuat atau tidak:D =D > > > > Saya lebih setuju kalo DPR dan Pemerintah mestinya memastikan bahwa > keputusan itu tak ada vested interest apapuntak ada penumpang > gelap...tak ada partai, anggota DPR, pegawai BI, Menteri, Keluarga Pejabat > yang diuntungkan secara tak patutpintu masuknya jelas kok yaitu UU No. > 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (UU Anti Korupsi). > > Pasal 2, disebutkan: " Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan > perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang > dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan > .." atau > > Pasal 3 disebutkan : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri > sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, > kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang > dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan > ..." > > > > Nah kalo tindak pidana korupsi berhasil diidentifikasiimplikasi > politiknya terserah DPR lah... tapi kalo tidak ya sudah berhenti sampai > disini. Saya cuma kuatir jangan sampai dimasa yang akan datang, para pejabat > yang seharusnya mengambil keputusan, jadi takut di "pnasus"kan malah > akhirnya berabe untuk kita semua
RE: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Mas Enda, Kali ini saya yang ngak sepakat dengan Anda. Mencari kesepakatan, apakah pada saat itu situasi krisis atau tidak, tak akan pernah terjadi. Dikalangan para profesional saja berbeda-beda, apalagi kalo kita berharap kesepakatan dikalangan politikus (atau malah lebih mudah dikalangan politikus, selama kepentingan mereka bisa diakomodasi?). Kebijakan yang sudah diambil tidak bisa dihakimi, selama pejabat yang mengambil kebijakan itu secara hukum (undang2 yang berlaku) memiliki kewenangan untuk itu dan formalitas proses pengambilan keputusan telah ditempuh. Seperti anda bilang, keputusan Pilot pada situasi turbulensi, ya tidak bisa digangu gugat. Nah, situasi turbulensi udara mudah dikenali kerena indikatornya bersifat pasti dan terukur, agak berbeda dengan tubulensi ekonomi. Akan tetapi kalo analaginya kita rubah sedikit, pilot mengantisipasi turbulensi dirute perjalanan, dia kemudian berbelok mengambil rute alternative, eh malah (sorry just contoh) nabrak gunungkita tetap tak bisa menghakimi judgment pilot... Apakah benar situasi tubulensi pasti terjadi? Apakah instrumen dan radar sudah benar cara membacanya, apakah tak ada kerusakan?.saya kira sama, KKSK pada saat itu hanya mengantisipasi tubelensi ekonomi... IMHO mau sampai kapanpun ngak pernah ketemu kesepakatan apakah ada turbulensi ekonomi itu...apalagi diperdebatkan apatah bail out Century akan menghasilkan perbankan yang lebih kuat atau tidak:D =D Saya lebih setuju kalo DPR dan Pemerintah mestinya memastikan bahwa keputusan itu tak ada vested interest apapuntak ada penumpang gelap...tak ada partai, anggota DPR, pegawai BI, Menteri, Keluarga Pejabat yang diuntungkan secara tak patutpintu masuknya jelas kok yaitu UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (UU Anti Korupsi). Pasal 2, disebutkan: " Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan .." atau Pasal 3 disebutkan : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan ..." Nah kalo tindak pidana korupsi berhasil diidentifikasiimplikasi politiknya terserah DPR lah... tapi kalo tidak ya sudah berhenti sampai disini. Saya cuma kuatir jangan sampai dimasa yang akan datang, para pejabat yang seharusnya mengambil keputusan, jadi takut di "pnasus"kan malah akhirnya berabe untuk kita semua From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of irmec Sent: 22 Desember 2009 16:05 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century Hari ini, aku sempet lihat pansus Century memeriksa pak Boediono. Aku pikir titik berangkat polemik tsb akan lebih mudah jika kita bisa setuju atau tidak, perekonomian kita sedang krisis atau tidak. Ketika krisis, betapapun kecil bisa jadi sistemik {sebaliknya yg besar bisa jg tidak punya implikasi yg sistemik). Jika kita sudah sepakat, maka semua langkah apapun yg dilakukan oleh para pengambil keputusan tinggal lihat resultnya saja, apakah berhasil mengatasi krisis (paling kurang menglokalisir krisisnya) Aku mungkin analogikan kondisi Dewan Gubernur BI saat itu seperti pilot pesawat yg masuk turbulensi, dan salah satu engines memperlihatkan trouble. Ketika pswt tersebut kemudian akhirnya bisa landing, itu sgt tergantung judgment dari pilot. Para pilot sering bilang decision making is about doing the right thing at the right time. In other words, learning and putting to practice good judgment, which is the ability to decide what is right, good, and practical. Bukan lagi lihat speed, thrust, wind velocity, etc. Kalau "definisi" krisis belum sepakat, maka yah...rasanya pansus going to nowhere...seperti jg kita.. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com <mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com> , prastowo prastowo wrote: > > Kalau itu biar jadi urusan yang di Senayan sanalah. Saya hanya bertanya sejauh pernah didiskusikan di sini, bagaimana mungkin dan bisa, para pejabat di periode rezim yang sama, di posisi yg sama, dg mekanisme dan teori yg sama menyimpulkan hal yang berbeda soal sistemik- non sistemik ini? Lalu bagaimana pula antarlembaga negara memiliki pandangan berbeda soal uang negara atau bukan uang negara? > > Kalau soal coleng-mencoleng, mungkin saja ini sedang disusun sebuah kisah menangkap pencoleng, tapi memakai stategi "sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui", politik dapet, hukum juga dapet, bukannya yg sedang memproses juga penco**ng. Atau jangan2 dari skenario sistemik ini pencolengan lebih mudah dilakukan, lebih
Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
At 04:07 PM 12/22/2009, you wrote: >Apakah Ketua BPK dan Wakil Ketua KPK bicara dalam bahasa politik dan >Ketua LPS dalam bahasa hukum? bisa ya dan bisa tidak. Saya tak mau >memperdebatkannya lebih jauh karena agaknya yg tidak jelas ada pada >konsepnya sendiri. Tentang apa itu uang negara saya belum memiliki >referensi yg cukup, karena Ketua BPK jika bicara demikian sesuai >aturan, ia seharusnya bicara dlm bahasa hukum, pula Wakil Ketua KPK. >Argumen Ketua BPK, tugasnya mengaudit keuangan negara dan sesuai UU >LPS, lembaga ini wajib diaudit BPK, artinya terkait keuangan negara. >Argumen Wakil Ketua KPK lain lagi, ia berargumen modal LPS dari >negara dan jika kekurangan dana minta ke pemerintah. Lalu ada >jurisprudensi soal Burhanudin Abdullan dan dana YPPI BI, di mana >dana YPPI adalah uang negara yang dipisahkan tapi BA divonis >merugikan keuangan negara dan dikukuhkan oleh MA. Saya merasa bahwa terlalu banyak yang bicara bahasa politik, dan tidak merujuk pada aspek hukum yang sesungguhnya. >Apa pun pendapat kita, sebaiknya juga hormat pada tafsir lembaga hukum ini. > >Lalu soal sistemik-non sistemik. Saya terima penjelasan Anda. Tapi >mengapa Miranda Gultom lalu mengelak dan justru mengatakan TIDAK >SISTEMIK ketika diminta pendapat soal bail out ini (cmiiw, saya >hanya baca di detikcom). Memang ia agak kabur dan tampak ragu, maka >terkesan ia hendak melemparkan masalah ke Ketua KSSK. BA juga >mengacu ke Northern Bank sebagaimana sering Anda contohkan, bahkan >ia bertanya soal adakah teori (ilmu) lain, dan dijawab Boediono ada >ilmu lain. Artinya mereka bicara dlm kasus yg sama, bukan berbeda. Saya juga baca di detik dan dari yang saya baca Miranda Goeltom menyatakan bahwa Bank Century tidak berdampak sistemik dalam keadaan normal - sementara kejadian berlangsung tidak normal. http://www.detikfinance.com/read/2009/12/22/161228/1264507/5/miranda-likuiditas-ketat-salah-satu-pemicu-jatuhnya-century
Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Apakah Ketua BPK dan Wakil Ketua KPK bicara dalam bahasa politik dan Ketua LPS dalam bahasa hukum? bisa ya dan bisa tidak. Saya tak mau memperdebatkannya lebih jauh karena agaknya yg tidak jelas ada pada konsepnya sendiri. Tentang apa itu uang negara saya belum memiliki referensi yg cukup, karena Ketua BPK jika bicara demikian sesuai aturan, ia seharusnya bicara dlm bahasa hukum, pula Wakil Ketua KPK. Argumen Ketua BPK, tugasnya mengaudit keuangan negara dan sesuai UU LPS, lembaga ini wajib diaudit BPK, artinya terkait keuangan negara. Argumen Wakil Ketua KPK lain lagi, ia berargumen modal LPS dari negara dan jika kekurangan dana minta ke pemerintah. Lalu ada jurisprudensi soal Burhanudin Abdullan dan dana YPPI BI, di mana dana YPPI adalah uang negara yang dipisahkan tapi BA divonis merugikan keuangan negara dan dikukuhkan oleh MA. Apa pun pendapat kita, sebaiknya juga hormat pada tafsir lembaga hukum ini. Lalu soal sistemik-non sistemik. Saya terima penjelasan Anda. Tapi mengapa Miranda Gultom lalu mengelak dan justru mengatakan TIDAK SISTEMIK ketika diminta pendapat soal bail out ini (cmiiw, saya hanya baca di detikcom). Memang ia agak kabur dan tampak ragu, maka terkesan ia hendak melemparkan masalah ke Ketua KSSK. BA juga mengacu ke Northern Bank sebagaimana sering Anda contohkan, bahkan ia bertanya soal adakah teori (ilmu) lain, dan dijawab Boediono ada ilmu lain. Artinya mereka bicara dlm kasus yg sama, bukan berbeda. salam Dari: Poltak Hotradero Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 22 Desember, 2009 00:44:23 Judul: Re: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century At 02:33 PM 12/22/2009, you wrote: > > >Semoga belum bosan dg kasus Bank Century. Jika beberapa waktu lalu >kita sempat berdebat soal apakah uang LPS itu uang negara atau >bukan, ada perkembangan pendapat yg menarik dicermati. >Ketua LPS menganggap itu bukan uang negara (di Gatra dan Tempo >terbaru), sedangkan Ketua BPK dan Wakil ketua KPK (Bibit S Riyanto) >berpendapat lain, bahwa uang LPS adalah uang negara, argumen >keduanya agak berbeda. >Mana yang benar? Mereka merasa benar karena berbicara dalam bahasa berbeda. Yang satu berbicara bahasa politik (uang negara), sementara LPS berbicara bahasa hukum (bukan uang negara). Sekarang kita lihat aplikasinya: Kalau LPS melakukan bail out dan membayarkan dana pengganti kepada seorang nasabah bank maka yang jadi pertanyaan adalah : untuk pembayaran tersebut, apa yang diterima oleh negara? Tidak ada. Apakah negara / pemerintah boleh menarik uang yang ada di brankas LPS untuk kegiatan lain? Tidak boleh. Ini jelas berbeda dengan pengeluaran negara yang ada di APBN - di mana untuk setiap yang dibayarkan oleh negara -- terdapat klaim negara atas barang/jasa yang harus dipenuhi oleh pihak yang dibayar. Bilamana klaim tersebut tidak dipenuhi sebagaimana seharusnya - maka bisa dianggap bahwa negara dirugikan, dan tindakan tersebut disebut sebagai korupsi. Maka mengingat bahwa sifat penggantian adalah transaksional (karena nasabah sudah membayar premi - sehingga berhak memperoleh perlindungan dari LPS bila bank mengalami kegagalan) -- maka tidak bisa lagi disebut uang tersebut sebagai uang negara. >Soal sistemik - non sistemik. Jika orang luar dan pinggiran >berdebat, mudah sekali jatuh ke ideologi tertentu, tapi hari-hari >ini kita menyaksikan betapa para mantan pejabat BI saja berbeda soal >ini. Burhanudin Abdullah dan Anwar Nasution seia sekata, sedangkan >Miranda Gultom kadang seia kadang tidak sekata, alias bingung. >Boediono sendiri keukeuh ini sistemik (baca detikcom hari ini). >Mana yang benar? Tidak perlu sampai ke ideologi. Cukup kita lihat ke sejarah. Ada hal yang harus diperhatikan: apakah institusi-nya bersifat sistemik? (too big to fail atau too connected to fail) ATAU keadaannya yang istimewa, sehingga setiap institusi bersifat mampu memicu resiko sistemik. Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution bicara soal institusi sistemik - sementara Miranda Goeltom dan dan Boediono berbicara tentang KEADAAN bersifat istimewa sehingga institusi yang dalam keadaan normal tidak beresiko sistemik -- dalam keadaan tertentu bisa memicu resiko sistemik. Di akhir tahun 2008 jelas keadaan tidak normal. Dan dalam catatan sejarah -- bank yang memicu krisis perbankan ternyata tidak selalu bank besar. Krisis perbankan di masa Great Depression 1930 dipicu oleh sebuah bank kecil (bernama Bank of United States) yang cuma menempati sekitar urutan ke 26 dari ukuran asset bank di Amerika. Segera setelah Bank of United States ditutup, dalam sebulan terjadi penutupan 300 bank lainnya - akibat dibobol oleh para penabung. Bagaimana dengan krisis perbankan di Eropa tahun 1970? Ternyata dipicu oleh ditutupnya sebuah bank kecil bernama Herstatt Bank. Jadi jelas bahwa institusi bersifat sistemik dan keadaan yang mampu memicu resiko sistemik -- adalah h
Re: Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Hari ini, aku sempet lihat pansus Century memeriksa pak Boediono. Aku pikir titik berangkat polemik tsb akan lebih mudah jika kita bisa setuju atau tidak, perekonomian kita sedang krisis atau tidak. Ketika krisis, betapapun kecil bisa jadi sistemik {sebaliknya yg besar bisa jg tidak punya implikasi yg sistemik). Jika kita sudah sepakat, maka semua langkah apapun yg dilakukan oleh para pengambil keputusan tinggal lihat resultnya saja, apakah berhasil mengatasi krisis (paling kurang menglokalisir krisisnya) Aku mungkin analogikan kondisi Dewan Gubernur BI saat itu seperti pilot pesawat yg masuk turbulensi, dan salah satu engines memperlihatkan trouble. Ketika pswt tersebut kemudian akhirnya bisa landing, itu sgt tergantung judgment dari pilot. Para pilot sering bilang decision making is about doing the right thing at the right time. In other words, learning and putting to practice good judgment, which is the ability to decide what is right, good, and practical. Bukan lagi lihat speed, thrust, wind velocity, etc. Kalau "definisi" krisis belum sepakat, maka yah...rasanya pansus going to nowhere...seperti jg kita.. Salam, Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo wrote: > > Kalau itu biar jadi urusan yang di Senayan sanalah. Saya hanya bertanya > sejauh pernah didiskusikan di sini, bagaimana mungkin dan bisa, para pejabat > di periode rezim yang sama, di posisi yg sama, dg mekanisme dan teori yg sama > menyimpulkan hal yang berbeda soal sistemik- non sistemik ini? Lalu bagaimana > pula antarlembaga negara memiliki pandangan berbeda soal uang negara atau > bukan uang negara? > > Kalau soal coleng-mencoleng, mungkin saja ini sedang disusun sebuah kisah > menangkap pencoleng, tapi memakai stategi "sekali merengkuh dayung dua tiga > pulau terlampaui", politik dapet, hukum juga dapet, bukannya yg sedang > memproses juga penco**ng. Atau jangan2 dari skenario sistemik ini pencolengan > lebih mudah dilakukan, lebih rapi. Tapi saya tidak mau suuzon, itu biar jadi > urusan parlemen, polisi, jekso, dan KPK. > > Seriusnya: sistemik-non sistemik dan uang negara-bukan uang negara ini > implikasinya besar, baik kelembagaan maupun hukum, karena kepada siapa lagi > kita akan percaya ketika otoritas ternyata berbeda-beda? > > salam
Re: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
At 02:33 PM 12/22/2009, you wrote: > > >Semoga belum bosan dg kasus Bank Century. Jika beberapa waktu lalu >kita sempat berdebat soal apakah uang LPS itu uang negara atau >bukan, ada perkembangan pendapat yg menarik dicermati. >Ketua LPS menganggap itu bukan uang negara (di Gatra dan Tempo >terbaru), sedangkan Ketua BPK dan Wakil ketua KPK (Bibit S Riyanto) >berpendapat lain, bahwa uang LPS adalah uang negara, argumen >keduanya agak berbeda. >Mana yang benar? Mereka merasa benar karena berbicara dalam bahasa berbeda. Yang satu berbicara bahasa politik (uang negara), sementara LPS berbicara bahasa hukum (bukan uang negara). Sekarang kita lihat aplikasinya: Kalau LPS melakukan bail out dan membayarkan dana pengganti kepada seorang nasabah bank maka yang jadi pertanyaan adalah : untuk pembayaran tersebut, apa yang diterima oleh negara? Tidak ada. Apakah negara / pemerintah boleh menarik uang yang ada di brankas LPS untuk kegiatan lain? Tidak boleh. Ini jelas berbeda dengan pengeluaran negara yang ada di APBN - di mana untuk setiap yang dibayarkan oleh negara -- terdapat klaim negara atas barang/jasa yang harus dipenuhi oleh pihak yang dibayar. Bilamana klaim tersebut tidak dipenuhi sebagaimana seharusnya - maka bisa dianggap bahwa negara dirugikan, dan tindakan tersebut disebut sebagai korupsi. Maka mengingat bahwa sifat penggantian adalah transaksional (karena nasabah sudah membayar premi - sehingga berhak memperoleh perlindungan dari LPS bila bank mengalami kegagalan) -- maka tidak bisa lagi disebut uang tersebut sebagai uang negara. >Soal sistemik - non sistemik. Jika orang luar dan pinggiran >berdebat, mudah sekali jatuh ke ideologi tertentu, tapi hari-hari >ini kita menyaksikan betapa para mantan pejabat BI saja berbeda soal >ini. Burhanudin Abdullah dan Anwar Nasution seia sekata, sedangkan >Miranda Gultom kadang seia kadang tidak sekata, alias bingung. >Boediono sendiri keukeuh ini sistemik (baca detikcom hari ini). >Mana yang benar? Tidak perlu sampai ke ideologi. Cukup kita lihat ke sejarah. Ada hal yang harus diperhatikan: apakah institusi-nya bersifat sistemik? (too big to fail atau too connected to fail) ATAU keadaannya yang istimewa, sehingga setiap institusi bersifat mampu memicu resiko sistemik. Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution bicara soal institusi sistemik - sementara Miranda Goeltom dan dan Boediono berbicara tentang KEADAAN bersifat istimewa sehingga institusi yang dalam keadaan normal tidak beresiko sistemik -- dalam keadaan tertentu bisa memicu resiko sistemik. Di akhir tahun 2008 jelas keadaan tidak normal. Dan dalam catatan sejarah -- bank yang memicu krisis perbankan ternyata tidak selalu bank besar. Krisis perbankan di masa Great Depression 1930 dipicu oleh sebuah bank kecil (bernama Bank of United States) yang cuma menempati sekitar urutan ke 26 dari ukuran asset bank di Amerika. Segera setelah Bank of United States ditutup, dalam sebulan terjadi penutupan 300 bank lainnya - akibat dibobol oleh para penabung. Bagaimana dengan krisis perbankan di Eropa tahun 1970? Ternyata dipicu oleh ditutupnya sebuah bank kecil bernama Herstatt Bank. Jadi jelas bahwa institusi bersifat sistemik dan keadaan yang mampu memicu resiko sistemik -- adalah hal yang berbeda.
Bls: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Kalau itu biar jadi urusan yang di Senayan sanalah. Saya hanya bertanya sejauh pernah didiskusikan di sini, bagaimana mungkin dan bisa, para pejabat di periode rezim yang sama, di posisi yg sama, dg mekanisme dan teori yg sama menyimpulkan hal yang berbeda soal sistemik- non sistemik ini? Lalu bagaimana pula antarlembaga negara memiliki pandangan berbeda soal uang negara atau bukan uang negara? Kalau soal coleng-mencoleng, mungkin saja ini sedang disusun sebuah kisah menangkap pencoleng, tapi memakai stategi "sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui", politik dapet, hukum juga dapet, bukannya yg sedang memproses juga penco**ng. Atau jangan2 dari skenario sistemik ini pencolengan lebih mudah dilakukan, lebih rapi. Tapi saya tidak mau suuzon, itu biar jadi urusan parlemen, polisi, jekso, dan KPK. Seriusnya: sistemik-non sistemik dan uang negara-bukan uang negara ini implikasinya besar, baik kelembagaan maupun hukum, karena kepada siapa lagi kita akan percaya ketika otoritas ternyata berbeda-beda? salam Dari: Hardi Darjoto Kepada: Milis Keuangan Terkirim: Sel, 22 Desember, 2009 00:04:29 Judul: Re: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century Sekalian sy juga nanya lagi, semoga belum bosan. 1. Yang diributin apa sih? Penilaian sistemik atau tidak? Keputusan ditalangi atau ditutup? Biaya talangan yang membengkak dri 600an M jd 6,7M? Atau adanya dugaan duit talangan itu dicoleng / dibajak / digunakan oleh pihak yg tdk berhak kemudian dipakai kampanye? 2. Jika ada pencolengan, bagaimana mekanismenya? Uang tunai karungan dr LPS lgs dibagi-bagi ke para pencoleng tanpa masuk bank Century? Di trf dr BC lgs ke rekening para pencoleng? Membuat rekening baru di BC lalu memaksa pengelola BC (baru) merekayasa seolah-olah itu rekening lama yg punya dana milyaran? Atau menjadi markus dr rekening2 fiktif yg diciptakan Tantular cs, sehingga para pencoleng dapet fee markus pencairan dana rekening DPT yg seharusnya tidak boleh dicairkan itu? (Mirip kasus Budi Sampurna dg Susno Duaji, walau dlm hal ini rek BS bukan rekening fiktif DPT) 3. Jika masalahnya pencolengan dana, bukankah tidak ada bedanya BC ditalangi atau ditutup? Ditalangi: LPS keluar dana 6,7T (hmpr 2T diantaranya msh utuh dismpan di BI). Ditutup: LPS keluar dana 5,5T. Dua skema pengucuran dana ini kan sama2 rawan pencolengan. 4. Jika masalahnya pencolengan dana, atau besarnya dana (6,7T atau 5,5T), bukankah ga relevan lg memperdebatkan sistemik atau tidak. Outcomenya kan sama: keluar duit gede yg rawan pencolengan. 5. Jadi kenapa ga langsung saja selidik segi pencolengan itu, daripada puter2 ke masalah merger BC, sistemik atau tidak, non-aktif atau aktif. Bingung nih Salam Hardi drivit av Telkomsel Björnbär® -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Tue, 22 Dec 2009 15:33:59 To: keuangan milis Subject: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century Semoga belum bosan dg kasus Bank Century. Jika beberapa waktu lalu kita sempat berdebat soal apakah uang LPS itu uang negara atau bukan, ada perkembangan pendapat yg menarik dicermati. Ketua LPS menganggap itu bukan uang negara (di Gatra dan Tempo terbaru), sedangkan Ketua BPK dan Wakil ketua KPK (Bibit S Riyanto) berpendapat lain, bahwa uang LPS adalah uang negara, argumen keduanya agak berbeda. Mana yang benar? Soal sistemik - non sistemik. Jika orang luar dan pinggiran berdebat, mudah sekali jatuh ke ideologi tertentu, tapi hari-hari ini kita menyaksikan betapa para mantan pejabat BI saja berbeda soal ini. Burhanudin Abdullah dan Anwar Nasution seia sekata, sedangkan Miranda Gultom kadang seia kadang tidak sekata, alias bingung. Boediono sendiri keukeuh ini sistemik (baca detikcom hari ini). Mana yang benar? Entahlah. Kini yg sibuk berbantahan justru yg diasumsikan sekubu, seasumsi dan sepemikiran. Adakah perkembangan baru esok hari? entahlah. Yang jelas kita sedang dilanda kebingungan sistemik akibat para ahli berpendapat berbeda-beda, dg argumennya sendiri, dan makin lucu saja. Saya hanya awam yang masih mencoba sabar menanti akhir lakon nan lucu ini. Kira2 teori apa lagi yg hendak diperkenalkan kepada publik? salam Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] = Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com - Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 - Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com = Perhatian : - Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik a
Re: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Sekalian sy juga nanya lagi, semoga belum bosan. 1. Yang diributin apa sih? Penilaian sistemik atau tidak? Keputusan ditalangi atau ditutup? Biaya talangan yang membengkak dri 600an M jd 6,7M? Atau adanya dugaan duit talangan itu dicoleng / dibajak / digunakan oleh pihak yg tdk berhak kemudian dipakai kampanye? 2. Jika ada pencolengan, bagaimana mekanismenya? Uang tunai karungan dr LPS lgs dibagi-bagi ke para pencoleng tanpa masuk bank Century? Di trf dr BC lgs ke rekening para pencoleng? Membuat rekening baru di BC lalu memaksa pengelola BC (baru) merekayasa seolah-olah itu rekening lama yg punya dana milyaran? Atau menjadi markus dr rekening2 fiktif yg diciptakan Tantular cs, sehingga para pencoleng dapet fee markus pencairan dana rekening DPT yg seharusnya tidak boleh dicairkan itu? (Mirip kasus Budi Sampurna dg Susno Duaji, walau dlm hal ini rek BS bukan rekening fiktif DPT) 3. Jika masalahnya pencolengan dana, bukankah tidak ada bedanya BC ditalangi atau ditutup? Ditalangi: LPS keluar dana 6,7T (hmpr 2T diantaranya msh utuh dismpan di BI). Ditutup: LPS keluar dana 5,5T. Dua skema pengucuran dana ini kan sama2 rawan pencolengan. 4. Jika masalahnya pencolengan dana, atau besarnya dana (6,7T atau 5,5T), bukankah ga relevan lg memperdebatkan sistemik atau tidak. Outcomenya kan sama: keluar duit gede yg rawan pencolengan. 5. Jadi kenapa ga langsung saja selidik segi pencolengan itu, daripada puter2 ke masalah merger BC, sistemik atau tidak, non-aktif atau aktif. Bingung nih Salam Hardi drivit av Telkomsel Björnbär® -Original Message- From: prastowo prastowo Date: Tue, 22 Dec 2009 15:33:59 To: keuangan milis Subject: [Keuangan] Sekali lagi, soal Century Semoga belum bosan dg kasus Bank Century. Jika beberapa waktu lalu kita sempat berdebat soal apakah uang LPS itu uang negara atau bukan, ada perkembangan pendapat yg menarik dicermati. Ketua LPS menganggap itu bukan uang negara (di Gatra dan Tempo terbaru), sedangkan Ketua BPK dan Wakil ketua KPK (Bibit S Riyanto) berpendapat lain, bahwa uang LPS adalah uang negara, argumen keduanya agak berbeda. Mana yang benar? Soal sistemik - non sistemik. Jika orang luar dan pinggiran berdebat, mudah sekali jatuh ke ideologi tertentu, tapi hari-hari ini kita menyaksikan betapa para mantan pejabat BI saja berbeda soal ini. Burhanudin Abdullah dan Anwar Nasution seia sekata, sedangkan Miranda Gultom kadang seia kadang tidak sekata, alias bingung. Boediono sendiri keukeuh ini sistemik (baca detikcom hari ini). Mana yang benar? Entahlah. Kini yg sibuk berbantahan justru yg diasumsikan sekubu, seasumsi dan sepemikiran. Adakah perkembangan baru esok hari? entahlah. Yang jelas kita sedang dilanda kebingungan sistemik akibat para ahli berpendapat berbeda-beda, dg argumennya sendiri, dan makin lucu saja. Saya hanya awam yang masih mencoba sabar menanti akhir lakon nan lucu ini. Kira2 teori apa lagi yg hendak diperkenalkan kepada publik? salam Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] = Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com - Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 - Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com = Perhatian : - Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[Keuangan] Sekali lagi, soal Century
Semoga belum bosan dg kasus Bank Century. Jika beberapa waktu lalu kita sempat berdebat soal apakah uang LPS itu uang negara atau bukan, ada perkembangan pendapat yg menarik dicermati. Ketua LPS menganggap itu bukan uang negara (di Gatra dan Tempo terbaru), sedangkan Ketua BPK dan Wakil ketua KPK (Bibit S Riyanto) berpendapat lain, bahwa uang LPS adalah uang negara, argumen keduanya agak berbeda. Mana yang benar? Soal sistemik - non sistemik. Jika orang luar dan pinggiran berdebat, mudah sekali jatuh ke ideologi tertentu, tapi hari-hari ini kita menyaksikan betapa para mantan pejabat BI saja berbeda soal ini. Burhanudin Abdullah dan Anwar Nasution seia sekata, sedangkan Miranda Gultom kadang seia kadang tidak sekata, alias bingung. Boediono sendiri keukeuh ini sistemik (baca detikcom hari ini). Mana yang benar? Entahlah. Kini yg sibuk berbantahan justru yg diasumsikan sekubu, seasumsi dan sepemikiran. Adakah perkembangan baru esok hari? entahlah. Yang jelas kita sedang dilanda kebingungan sistemik akibat para ahli berpendapat berbeda-beda, dg argumennya sendiri, dan makin lucu saja. Saya hanya awam yang masih mencoba sabar menanti akhir lakon nan lucu ini. Kira2 teori apa lagi yg hendak diperkenalkan kepada publik? salam Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]