Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-25 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 10:25 AM 3/25/2010, you wrote:

Saudari Dyah Anggita Sari (or whoever you are)

Anda sudah memanipulasi tulisan saya, memangkas dan meng-edit-nya 
sedemikian rupa supaya sesuai dengan selera anda, dan melarikannya 
ke luar konteks - sekadar supaya anda bisa ngomong.

Terkutuklah anda.



 
  Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? 
 atau  siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat 
 diminum. Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin 
 berhemat dalam  mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air 
 harganya murah  maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita 
 pakai untuk mandi, mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram
  kebun.  Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang.

Iya kalo seperti Bapak Poltak yang mewakili orang orang kaya di 
Jakarta. Tetapi berapa persen masyarakat lapis bawah di Jakarta yang 
boro boro mau make air untuk mencuci mobil, naik mobil saja 
barangkali bisa terjadi kalo jadi joki three in one. Orang miskin di 
jakarta hanya bisa ternganga melihat harga air yang membumbung 
tinggi. Jika tidak kuat beli, maka pake air sungai yang akhirnya 
kena muntaber dan sakit. Kalau nggak ketolongan ya bisa mati. Ya 
bener juga sih cara ampuh metode neoliberalisme mengurangi orang 
miskin. Padahal UUD 45 jelas jelas mengamanatkan bahwa bumi air dan 
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan 
digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pedoman bijak 
leluhur kita yang kini sudah diabaikan penerusnya yang sudah 
terpukau dan terpesona oleh teori teori negeri barat yang tidak 
cocok diterapkan di sini.

Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak
pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM
terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas
jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku,
menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa
berpuluh atau beratus kilometer.Alhasil, yang dari satu kota - yang 
bisa dilayani cuman 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani

Saya nggak banyak komentar. Namun sudah ada pembahasan lebih lengkap 
di link di bawah yang membuktikan bahwa kenyataan hasil privatisasi 
air di jakarta tidaklah seindah mimpi mimpi anda:

http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/



Memo admin Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-25 Terurut Topik Oka Widana
All,
Saya kira penting menjaga agar diskusi tetap kondusif. Millis ini adalah millis 
pembelajaran. Tidak ada halangan apapun untuk urun rembug atau bertanya, selama 
tujuan akhirnya saling mencerahkan. Ada yg pintar, ada yg kurang pinter. Ada yg 
mancing2, dan ada yg mudah kepancing.

Kata2 bro Poltak dibawah, seharusnya tidak perlu disampaikan. Mungkin mbak 
Dyah, memang salah mengerti, mengingat masing2 orang cenderung memelihara 
pemahamannya sendiri.  Bilamana ada complaint mengenai member lain, silahkan 
melalui Moderator. 
Regards,

Oka Widana
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
Date: Thu, 25 Mar 2010 13:05:17 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
  Privatisasi Air di Jakarta sekarang

At 10:25 AM 3/25/2010, you wrote:

Saudari Dyah Anggita Sari (or whoever you are)

Anda sudah memanipulasi tulisan saya, memangkas dan meng-edit-nya 
sedemikian rupa supaya sesuai dengan selera anda, dan melarikannya 
ke luar konteks - sekadar supaya anda bisa ngomong.

Terkutuklah anda.



 
  Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? 
 atau  siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat 
 diminum. Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin 
 berhemat dalam  mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air 
 harganya murah  maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita 
 pakai untuk mandi, mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram
  kebun.  Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang.

Iya kalo seperti Bapak Poltak yang mewakili orang orang kaya di 
Jakarta. Tetapi berapa persen masyarakat lapis bawah di Jakarta yang 
boro boro mau make air untuk mencuci mobil, naik mobil saja 
barangkali bisa terjadi kalo jadi joki three in one. Orang miskin di 
jakarta hanya bisa ternganga melihat harga air yang membumbung 
tinggi. Jika tidak kuat beli, maka pake air sungai yang akhirnya 
kena muntaber dan sakit. Kalau nggak ketolongan ya bisa mati. Ya 
bener juga sih cara ampuh metode neoliberalisme mengurangi orang 
miskin. Padahal UUD 45 jelas jelas mengamanatkan bahwa bumi air dan 
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan 
digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pedoman bijak 
leluhur kita yang kini sudah diabaikan penerusnya yang sudah 
terpukau dan terpesona oleh teori teori negeri barat yang tidak 
cocok diterapkan di sini.

Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak
pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM
terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas
jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku,
menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa
berpuluh atau beratus kilometer.Alhasil, yang dari satu kota - yang 
bisa dilayani cuman 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani

Saya nggak banyak komentar. Namun sudah ada pembahasan lebih lengkap 
di link di bawah yang membuktikan bahwa kenyataan hasil privatisasi 
air di jakarta tidaklah seindah mimpi mimpi anda:

http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/




[Non-text portions of this message have been removed]





=
Millis AKI mendukung kampanye Stop Smoking
=
Alamat penting terkait millis AKI
Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan-indonesia.com 
Facebook AKI: http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
Arsip Milis AKI online: 
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian : 
Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: 
- Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



RE: Memo admin Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-25 Terurut Topik Ismed Hasibuan
Ya saya setuju dengan Moderator, kata-kata TERKUTUKLAH sangat tidak
nyaman di dengar apalagi di ucapkan oleh orang sepintar Sdr. Poltak...

Juga tidak ada hak seseoarang untuk mengutuk orang lain...

Maaf kalo dah lancang bersuara, saya orang yg tidak pintar, jd takut
bersuara, cuman walau gak pintar, saya rasanya gak nyaman ada kata-kata
seperti itu di forum yg katanya tempat orang-orang pintar dan
professional ini...

Salam
ismed

-Original Message-
From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Oka Widana
Sent: Thursday, March 25, 2010 1:54 PM
To: Millis AKI
Subject: Memo admin Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme
dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

All,

Saya kira penting menjaga agar diskusi tetap kondusif. Millis ini adalah
millis pembelajaran. Tidak ada halangan apapun untuk urun rembug atau
bertanya, selama tujuan akhirnya saling mencerahkan. Ada yg pintar, ada
yg kurang pinter. Ada yg mancing2, dan ada yg mudah kepancing.



Kata2 bro Poltak dibawah, seharusnya tidak perlu disampaikan. Mungkin
mbak Dyah, memang salah mengerti, mengingat masing2 orang cenderung
memelihara pemahamannya sendiri.  Bilamana ada complaint mengenai member
lain, silahkan melalui Moderator. 

Regards,



Oka Widana

Powered by Telkomsel BlackBerry(r)



-Original Message-

From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com

Date: Thu, 25 Mar 2010 13:05:17 

To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil

  Privatisasi Air di Jakarta sekarang



At 10:25 AM 3/25/2010, you wrote:



Saudari Dyah Anggita Sari (or whoever you are)



Anda sudah memanipulasi tulisan saya, memangkas dan meng-edit-nya 

sedemikian rupa supaya sesuai dengan selera anda, dan melarikannya 

ke luar konteks - sekadar supaya anda bisa ngomong.



Terkutuklah anda.







 

  Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? 

 atau  siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat 

 diminum. Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin 

 berhemat dalam  mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air 

 harganya murah  maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita 

 pakai untuk mandi, mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil,
menyiram

  kebun.  Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah
dibuang-buang.



Iya kalo seperti Bapak Poltak yang mewakili orang orang kaya di 

Jakarta. Tetapi berapa persen masyarakat lapis bawah di Jakarta yang 

boro boro mau make air untuk mencuci mobil, naik mobil saja 

barangkali bisa terjadi kalo jadi joki three in one. Orang miskin di 

jakarta hanya bisa ternganga melihat harga air yang membumbung 

tinggi. Jika tidak kuat beli, maka pake air sungai yang akhirnya 

kena muntaber dan sakit. Kalau nggak ketolongan ya bisa mati. Ya 

bener juga sih cara ampuh metode neoliberalisme mengurangi orang 

miskin. Padahal UUD 45 jelas jelas mengamanatkan bahwa bumi air dan 

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan 

digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pedoman bijak 

leluhur kita yang kini sudah diabaikan penerusnya yang sudah 

terpukau dan terpesona oleh teori teori negeri barat yang tidak 

cocok diterapkan di sini.



Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak

pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM

terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas

jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku,

menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa

berpuluh atau beratus kilometer.Alhasil, yang dari satu kota - yang 

bisa dilayani cuman 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani



Saya nggak banyak komentar. Namun sudah ada pembahasan lebih lengkap 

di link di bawah yang membuktikan bahwa kenyataan hasil privatisasi 

air di jakarta tidaklah seindah mimpi mimpi anda:



http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pe
ngetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/http://bemfisipui.wordpres
s.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-
air-di-indonesia/







[Non-text portions of this message have been removed]





=
Millis AKI mendukung kampanye Stop Smoking
=
Alamat penting terkait millis AKI
Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan-indonesia.com 
Facebook AKI: http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
Arsip Milis AKI online:
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian : 
Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: 
- Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada.
Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke

Re: Memo admin Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-25 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 01:53 PM 3/25/2010, you wrote:

Mas Oka,

Saya rasa ini masalah etika.

Coba baca bagian ini:

 Iya kalo seperti Bapak Poltak yang mewakili orang orang kaya di
 Jakarta. Tetapi berapa persen masyarakat lapis bawah di Jakarta yang
 boro boro mau make air untuk mencuci mobil, naik mobil saja

Tidakkah pernyataan di atas itu KEJI?  Apakah masih tersisa 
etika?  Apakah masih kontekstual dengan posting yang saya sampaikan?

Apa iya posting saya semata-mata mewakili sudut pandang orang kaya di Jakarta?
Tidakkah itu secara tidak langsung mengatakan saya tidak punya otak, 
hati dan perasaan?

Posting saya menyebutkan tentang apa yang terjadi dengan orang yang 
terpaksa beli air pikulan yang harganya berlipat-lipat kali.  Saya 
bicara tentang REALITA trade-off antara harga dan penggunaan 
air.  Saya bicara tentang bagaimana sebuah perusahaan perlu modal dan 
bagaimana modal digunakan untuk mengembangkan usaha.  Saya bicara realita.

Bukan masalah mahal-murahnya yang penting -- tetapi bagaimana air 
bersih DIPEROLEH dan DIPERLAKUKAN.  Kalau memang berharga - ya 
dihemat.  Kalau dibuang-buang - berarti dianggap tidak berharga.

Kalau pemerintah nggak sanggup mengusahakan - ya dicari 
pemecahannya.  Bukannya bermimpi bahwa pompa, pipa, dan penyaring air 
bisa muncul begitu saja - dan dengan tiba-tiba semua orang 
tercerahkan secara transcendental untuk menggunakan air secukupnya.

Air memang tercipta alami dan gratis.  Tetapi pipa, pompa dan 
penyaring air tidak demikian.

Kata-kata terakhir di atas muncul di majalah National Geographics 
Indonesia edisi bulan ini - yang kebetulan tema-nya juga tentang air.


All,

Saya kira penting menjaga agar diskusi tetap kondusif. Millis ini 
adalah millis pembelajaran. Tidak ada halangan apapun untuk urun 
rembug atau bertanya, selama tujuan akhirnya saling mencerahkan. Ada 
yg pintar, ada yg kurang pinter. Ada yg mancing2, dan ada yg mudah kepancing.

Kata2 bro Poltak dibawah, seharusnya tidak perlu disampaikan. 
Mungkin mbak Dyah, memang salah mengerti, mengingat masing2 orang 
cenderung memelihara pemahamannya sendiri.  Bilamana ada complaint 
mengenai member lain, silahkan melalui Moderator.

Regards,



Oka Widana



Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-25 Terurut Topik Sich Jerry
Smart analysis, Pak Poltak.

Regards,
SJ

--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Jhon Veter jhon_ve...@... 
wrote:

  
 
 Dear pak Poltak,
 
  
 
 Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau pun
 majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya, pahlawan
 kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk ….
 Malah win-win solution.
 
  
 
 Salam
 
  
 
 JV
 
  
 
   _  
 
 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak
 Hotradero
 Sent: 22 Maret 2010 6:53
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
 Privatisasi Air di Jakarta sekarang
 
  
 
   
 
 At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:
 
 Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.
 Coba kita analisa satu persatu:
 
 PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut 
 adalah Air untuk Minum.
 Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata 
 tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa 
 harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter 
 kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.
 
 Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 - 
 12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263 
 hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang 
 ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak 
 ribut soal harga air minum galonan.
 
 Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? atau 
 siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat diminum.
 
 Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam 
 mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah -- 
 maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita pakai untuk mandi, 
 mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram 
 kebun. Sedemikian borosnya, sampai kalau pipa / keran bocor saja 
 kita malas memperbaikinya. Dibiarkan saja bocor.
 
 Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang. Diboroskan.
 
 Air memang gratis - ada di mana-mana, tapi air bersih tidak pernah 
 bisa gratis.
 Mengapa? Karena selalu ada biaya ekonomi yang diperlukan untuk 
 membersihkan air. Menampungnya, Mengalirkannya.
 
 Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak 
 pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM 
 terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas 
 jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku, 
 menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa 
 berpuluh atau beratus kilometer.
 
 Alhasil, yang dari satu kota - yang bisa dilayani cuman 
 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani. Dan yang tidak terlayani ini 
 terpaksa membeli air bersih pikulan. Atau menampung air hujan. Atau 
 menyedot air tanah (sehingga permukaan air tanah jadi turun - air 
 asin merembes masuk dan akhirnya merusak lingkungan). Air pikulan 
 harganya berkali-kali lebih mahal daripada air PAM.
 
 Privasisasi Air adalah untuk mencapai jalan tengah.
 
 Dengan melibatkan sektor private/swasta, maka tersedia modal bagi 
 perusahaan air untuk mengembangkan jaringan. Buat beli pipa dan 
 memasangnya. Buat mengusahakan air baku.
 
 Harga air jadi naik? Ya wajar saja, kan pipa harus dibeli dan 
 dipasang. Air yang perlu dibersihkan dan dialirkan kan juga jadi 
 lebih banyak.
 
 Namun begitu, bagi ribuan rumah tangga dan jutaan orang yang 
 sebelumnya harus beli air pikulan -- harga itu tetap JAUH lebih 
 murah. Dan kualitasnya jauh lebih baik daripada air hujan yang 
 ditampung - atau air tanah yang makin tercemar (JUTAAN orang yang 
 tinggal di daerah Jakarta Utara - tahu persis seperti apa kualitas 
 air tanah di sana seperti apa).
 
 Harga yang lebih mahal juga akan membuat orang lebih menghargai 
 air. Kalau punya pipa yang bocor atau keran yang rusak -- akan 
 segera diperbaiki, karena membiarkannya akan sama dengan membuang-buang
 uang.
 
 Wajarkah kalau perusahaan air bersih beroleh laba? Wajar-wajar 
 saja. Toh dengan laba tersebut - maka akan diperoleh modal yang 
 lebih kuat. Modal yang lebih kuat akan berkonsekuensi belanja modal 
 (capex) yang lebih besar, yang berarti lebih banyak pipa yang bisa 
 dibeli dan lebih banyak air yang bisa dibersihkan. Dan ini berarti 
 lebih banyak lagi orang yang bisa beroleh akses terhadap air bersih 
 lewat pipa. Nggak perlu dipikul atau nampung air hujan. Perusahaan 
 air beroleh laba - sementara konsumen beroleh untung. Win-win situation.
 
 Dengan air yang lebih mahal - maka orang akan cenderung mandi 
 menggunakan shower. Mengapa? Karena mandi menggunakan bak dan 
 gayung bisa 5-10 kali lebih boros air.
 
 Selama orang masih mandi menggunakan bak dan gayung -- berarti air 
 bersih masih dianggap murah.
 Selama orang membiarkan pipa dan kerannya rusak -- berarti air bersih 
 masih dianggap murah.
 Air bocor

Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-24 Terurut Topik dyahanggitasari


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero hotrad...@... 
wrote:

 At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:
 

 
 Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan?  atau  siram 
 WC?  atau cuci mobil?  Nggak ada.  Air galonan cuma buat diminum. Ini 
 berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam  
 mengkonsumsinya.  Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah  maka kita 
 akan cenderung memboroskannya.  Kita pakai untuk mandi,  mencuci pakaian, 
 menyiram WC, mencuci mobil, menyiram 
 kebun.   Ini namanya munafik.  Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang. 


Iya kalo seperti Bapak Poltak yang mewakili orang orang kaya di Jakarta. Tetapi 
berapa persen masyarakat lapis bawah di Jakarta yang boro boro mau make air 
untuk mencuci mobil, naik mobil saja barangkali bisa terjadi kalo jadi joki 
three in one. Orang miskin di jakarta hanya bisa ternganga melihat harga air 
yang membumbung tinggi. Jika tidak kuat beli, maka pake air sungai yang 
akhirnya kena muntaber dan sakit. Kalau nggak ketolongan ya bisa mati. Ya bener 
juga sih  cara ampuh metode neoliberalisme mengurangi orang miskin.   Padahal 
UUD 45 jelas jelas mengamanatkan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang 
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarnya 
untuk kemakmuran rakyat. Pedoman bijak leluhur kita yang kini sudah diabaikan 
penerusnya yang sudah terpukau dan terpesona oleh teori teori negeri barat yang 
tidak cocok diterapkan di sini. 


Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak
pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM
terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas
jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku,
menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa
berpuluh atau beratus kilometer.Alhasil, yang dari satu kota - yang bisa 
dilayani cuman 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani

Saya nggak banyak komentar. Namun sudah ada pembahasan lebih lengkap di link di 
bawah yang membuktikan bahwa kenyataan hasil privatisasi air di jakarta 
tidaklah seindah mimpi mimpi anda:

http://bemfisipui.wordpress.com/2009/01/15/membaca-relasi-kuasa-dan-pengetahuan-dalam-privatisasi-air-di-indonesia/






Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-23 Terurut Topik Wong Cilik
Saya rasa banyak yang bukan neolib. Maksud anda neolib atau anti neolib ini
apa? Banyak nuansa dalam lib nolib, neolib, monopoli, dll...  jadi kalo
ngomong jangan terlalu ngambang dengan konsep-konsep yang namanya sering di
salah artikan masyarakat... Kalau cuma monopoli dan bukan monopoli sih ilmu
ekonomi umum biasa juga bahas begitu. Sudah sejak SMP dan jamak  jadi
tidak termasuk bahasan neolib dan sosialis atau komunis segala...

Ada satu konsep yang perlu dipelajari dan dipahami bila berkaitan dengan
'public goods' yakni eksternalitas.

2010/3/23 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo.com.sg

 Kira-kira demikian pandangan saya untuk orang-orang yang anti neolib
 padahal
 mereka kayanya dari neolib juga.



 Salam



 JV













 -Original Message-
 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Wong Cilik
 Sent: 22 Maret 2010 14:44
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
 Privatisasi Air di Jakarta sekarang



 Setuju sih...



 Walaupun kadang yang diajak jadi mitra swastanya kadang-kadang bisa

 kelewatan juga. Di negara lain (entah kongo atau mana di afrika gitu

 kale...) saya pernah lihat penduduknya malah kena kutuk...  Gara-garanya

 kenapa? Waktu ngajak mitra asing bangun saluran air/kebersihan, ternyata

 pemerintahnya malah kasi monopoli. Saking jahatnya mau nampung air ujan aja

 gak bole sama itu swasta.



 Sama lah dengan India jamannya Mahatma Gandhi. Seluruh hak pembuatan garam

 dimiliki swasta (inggris), sampai-sampai penduduk pantai mau jemur air laut

 buat garam sendiri juga gak boleh.



 Yah yang macam di atas ini sih gara-gara pemerintahnya bodo dan tangan
 besi.



 Kasus modern barangkali seperti studi kasusnya pak Palamu99...  soal
 stapled

 securities itu. Kasusnya kan masalah perusahaan infrastruktur/jalan tol

 kalau gak salah. Di australia karena banyak jalan alternatif, banyak yang

 lebih pilih jalan gratis walaupun akibatnya jalan alternatif tersebut jadi

 macet. Sudah di bangun tapi jalan tolnya sepi pengunjung gara-gara mahal.

 Yah yang macam begini kan jadi dilema juga...  ngundang investor bikin
 jalan

 tapi malah investornya merugi.



 2010/3/22 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo.com.sg



 

 

  Dear pak Poltak,

 

 

 

  Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau

  pun

  majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya,
 pahlawan

  kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk
 ..

  Malah win-win solution.

 

 

 

  Salam

 

 

 

  JV

 

 

 

   _

 

  From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

  [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak

  Hotradero

  Sent: 22 Maret 2010 6:53

  To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

  Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil

  Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

 

 

 

 

  At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

 

  Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.

  Coba kita analisa satu persatu:

 

  PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut

  adalah Air untuk Minum.

  Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata

  tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa

  harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter

  kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.

 

  Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 -

  12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263

  hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang

  ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak

  ribut soal harga air minum galonan.

 

  Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? atau

  siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat diminum.

 

  Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam

  mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah --

  maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita pakai untuk mandi,

  mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram

  kebun. Sedemikian borosnya, sampai kalau pipa / keran bocor saja

  kita malas memperbaikinya. Dibiarkan saja bocor.

 

  Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang.
 Diboroskan.

 

  Air memang gratis - ada di mana-mana, tapi air bersih tidak pernah

  bisa gratis.

  Mengapa? Karena selalu ada biaya ekonomi yang diperlukan untuk

  membersihkan air. Menampungnya, Mengalirkannya.

 

  Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak

  pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM

  terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas

  jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku,

  menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa

  berpuluh atau beratus

Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-23 Terurut Topik Hardi Darjoto
Kembali ke persoalan awal, jadi bagaimana baiknya untuk Indonesia dalam 
layanan dasar publik ini (air bersih, sampah rumah tangga, limbah rumah 
tangga, listrik). Apakah harus BUMN/D, atau swasta (asing / nasional) 
atau gabungan? Lalu bagaimana penetapan tarifnya, supaya layanan ini 
masih tetap terjangkau, tapi coveragenya juga minimal 70-80% populasi 
suatu wilayah.



On 23/03/2010 12:55, Wong Cilik wrote:
 2010/3/23heriseti...@ahlikeuangan-indonesia.com







Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-23 Terurut Topik Wong Cilik
Ya betul...  Pertanyaan awalnya sebenarnya Apakah 2 penyedia swasta ini
sudah memberikan hasil?

Mari tanyakan saja sama mereka...  kira-kira menurut mereka apa yang telah
mereka lakukan? Bisa saja mereka telah membuat terobosan ini itu, tapi masih
belum bisa dirasakan di masyarakat umum?

Kalau press indonesia tipenya seperti ini, cuma satu arah kan kesannya jelek
sekali. Yang dituduhkan adalah pihak swastanya, tapi kalau mereka tidak
diberi kesempatan untuk menjawab atau membela diri...  ini namanya apa coba?
Pengadilan sepihak oleh wartawan atau bagaimana? Ini kebebasan press yang
katanya perlu dilindungi sampai mati?

2010/3/23 Hardi Darjoto hardi...@gmail.com

 Kembali ke persoalan awal, jadi bagaimana baiknya untuk Indonesia dalam
 layanan dasar publik ini (air bersih, sampah rumah tangga, limbah rumah
 tangga, listrik). Apakah harus BUMN/D, atau swasta (asing / nasional)
 atau gabungan? Lalu bagaimana penetapan tarifnya, supaya layanan ini
 masih tetap terjangkau, tapi coveragenya juga minimal 70-80% populasi
 suatu wilayah.



[Non-text portions of this message have been removed]



RE: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-23 Terurut Topik Jhon Veter
 

Sore pak Wong Cilik,

 

No heart feeling pak … Pendapat dan permisalan saya tadi hanya menanggapi
tulisan dari Tempo yang merupakan awal dari perbincangan kita. Terima kasih.

 

Salam

 

JV

 

  _  

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Wong Cilik
Sent: 23 Maret 2010 13:00
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

  

Saya rasa banyak yang bukan neolib. Maksud anda neolib atau anti neolib ini
apa? Banyak nuansa dalam lib nolib, neolib, monopoli, dll... jadi kalo
ngomong jangan terlalu ngambang dengan konsep-konsep yang namanya sering di
salah artikan masyarakat... Kalau cuma monopoli dan bukan monopoli sih ilmu
ekonomi umum biasa juga bahas begitu. Sudah sejak SMP dan jamak jadi
tidak termasuk bahasan neolib dan sosialis atau komunis segala...

Ada satu konsep yang perlu dipelajari dan dipahami bila berkaitan dengan
'public goods' yakni eksternalitas.

2010/3/23 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo. mailto:jhon_veter%40yahoo.com.sg
com.sg

 Kira-kira demikian pandangan saya untuk orang-orang yang anti neolib
 padahal
 mereka kayanya dari neolib juga.



 Salam



 JV













 -Original Message-
 From: AhliKeuangan- mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
indone...@yahoogroups.com
 [mailto:AhliKeuangan- mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Wong Cilik
 Sent: 22 Maret 2010 14:44
 To: AhliKeuangan- mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
indone...@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
 Privatisasi Air di Jakarta sekarang



 Setuju sih...



 Walaupun kadang yang diajak jadi mitra swastanya kadang-kadang bisa

 kelewatan juga. Di negara lain (entah kongo atau mana di afrika gitu

 kale...) saya pernah lihat penduduknya malah kena kutuk... Gara-garanya

 kenapa? Waktu ngajak mitra asing bangun saluran air/kebersihan, ternyata

 pemerintahnya malah kasi monopoli. Saking jahatnya mau nampung air ujan
aja

 gak bole sama itu swasta.



 Sama lah dengan India jamannya Mahatma Gandhi. Seluruh hak pembuatan garam

 dimiliki swasta (inggris), sampai-sampai penduduk pantai mau jemur air
laut

 buat garam sendiri juga gak boleh.



 Yah yang macam di atas ini sih gara-gara pemerintahnya bodo dan tangan
 besi.



 Kasus modern barangkali seperti studi kasusnya pak Palamu99... soal
 stapled

 securities itu. Kasusnya kan masalah perusahaan infrastruktur/jalan tol

 kalau gak salah. Di australia karena banyak jalan alternatif, banyak yang

 lebih pilih jalan gratis walaupun akibatnya jalan alternatif tersebut jadi

 macet. Sudah di bangun tapi jalan tolnya sepi pengunjung gara-gara mahal.

 Yah yang macam begini kan jadi dilema juga... ngundang investor bikin
 jalan

 tapi malah investornya merugi.



 2010/3/22 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo. mailto:jhon_veter%40yahoo.com.sg
com.sg



 

 

  Dear pak Poltak,

 

 

 

  Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau

  pun

  majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya,
 pahlawan

  kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk
 ..

  Malah win-win solution.

 

 

 

  Salam

 

 

 

  JV

 

 

 

  _

 

  From: AhliKeuangan- mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
indone...@yahoogroups.com

  [mailto:AhliKeuangan- mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak

  Hotradero

  Sent: 22 Maret 2010 6:53

  To: AhliKeuangan- mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
indone...@yahoogroups.com

  Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil

  Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

 

 

 

 

  At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

 

  Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.

  Coba kita analisa satu persatu:

 

  PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut

  adalah Air untuk Minum.

  Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata

  tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa

  harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter

  kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.

 

  Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 -

  12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263

  hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang

  ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak

  ribut soal harga air minum galonan.

 

  Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? atau

  siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat diminum.

 

  Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam

  mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah --

  maka kita akan cenderung

Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-22 Terurut Topik Wong Cilik
Setuju sih...

Walaupun kadang yang diajak jadi mitra swastanya kadang-kadang bisa
kelewatan juga. Di negara lain (entah kongo atau mana di afrika gitu
kale...) saya pernah lihat penduduknya malah kena kutuk...  Gara-garanya
kenapa? Waktu ngajak mitra asing bangun saluran air/kebersihan, ternyata
pemerintahnya malah kasi monopoli. Saking jahatnya mau nampung air ujan aja
gak bole sama itu swasta.

Sama lah dengan India jamannya Mahatma Gandhi. Seluruh hak pembuatan garam
dimiliki swasta (inggris), sampai-sampai penduduk pantai mau jemur air laut
buat garam sendiri juga gak boleh.

Yah yang macam di atas ini sih gara-gara pemerintahnya bodo dan tangan besi.

Kasus modern barangkali seperti studi kasusnya pak Palamu99...  soal stapled
securities itu. Kasusnya kan masalah perusahaan infrastruktur/jalan tol
kalau gak salah. Di australia karena banyak jalan alternatif, banyak yang
lebih pilih jalan gratis walaupun akibatnya jalan alternatif tersebut jadi
macet. Sudah di bangun tapi jalan tolnya sepi pengunjung gara-gara mahal.
Yah yang macam begini kan jadi dilema juga...  ngundang investor bikin jalan
tapi malah investornya merugi.

2010/3/22 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo.com.sg



 Dear pak Poltak,



 Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau
 pun
 majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya, pahlawan
 kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk ….
 Malah win-win solution.



 Salam



 JV



  _

 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak
 Hotradero
 Sent: 22 Maret 2010 6:53
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
 Privatisasi Air di Jakarta sekarang





 At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

 Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.
 Coba kita analisa satu persatu:

 PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut
 adalah Air untuk Minum.
 Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata
 tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa
 harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter
 kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.

 Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 -
 12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263
 hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang
 ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak
 ribut soal harga air minum galonan.

 Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? atau
 siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat diminum.

 Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam
 mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah --
 maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita pakai untuk mandi,
 mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram
 kebun. Sedemikian borosnya, sampai kalau pipa / keran bocor saja
 kita malas memperbaikinya. Dibiarkan saja bocor.

 Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang. Diboroskan.

 Air memang gratis - ada di mana-mana, tapi air bersih tidak pernah
 bisa gratis.
 Mengapa? Karena selalu ada biaya ekonomi yang diperlukan untuk
 membersihkan air. Menampungnya, Mengalirkannya.

 Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak
 pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM
 terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas
 jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku,
 menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa
 berpuluh atau beratus kilometer.

 Alhasil, yang dari satu kota - yang bisa dilayani cuman
 30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani. Dan yang tidak terlayani ini
 terpaksa membeli air bersih pikulan. Atau menampung air hujan. Atau
 menyedot air tanah (sehingga permukaan air tanah jadi turun - air
 asin merembes masuk dan akhirnya merusak lingkungan). Air pikulan
 harganya berkali-kali lebih mahal daripada air PAM.

 Privasisasi Air adalah untuk mencapai jalan tengah.

 Dengan melibatkan sektor private/swasta, maka tersedia modal bagi
 perusahaan air untuk mengembangkan jaringan. Buat beli pipa dan
 memasangnya. Buat mengusahakan air baku.

 Harga air jadi naik? Ya wajar saja, kan pipa harus dibeli dan
 dipasang. Air yang perlu dibersihkan dan dialirkan kan juga jadi
 lebih banyak.

 Namun begitu, bagi ribuan rumah tangga dan jutaan orang yang
 sebelumnya harus beli air pikulan -- harga itu tetap JAUH lebih
 murah. Dan kualitasnya jauh lebih baik daripada air hujan yang
 ditampung - atau air tanah yang makin tercemar (JUTAAN orang yang
 tinggal di daerah Jakarta Utara - tahu persis seperti apa kualitas
 air tanah di sana seperti apa).

 Harga yang lebih mahal juga akan membuat orang lebih menghargai
 air. Kalau punya pipa yang bocor atau keran yang rusak -- akan
 segera diperbaiki

RE: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-22 Terurut Topik Jhon Veter
 

Kapitalisasi itu saya rasa berbeda dengan monopoli. Kalo monopoli kan tidak
ada persaingan, sementara kapitalisasi berbicara tentang memberikan
kesempatan kepada semua pihak. Sebagai contoh untuk kapitalisasi kita bisa
lihat pada kasus toko sembako. Misal di sebuah tempat hanya ada satu toko
sembako maka jelas ia dapat mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya karena
memang setiap orang butuh barang yang toko ini jual. 

 

Selanjutnya kemudian karena melihat keuntungan yang besar maka muncullah
toko sembako lain yang ingin ikut merasakan keuntungan besar tersebut.
Setelah toko-toko sembako lain muncul maka mau tidak mau akan ada persaingan
harga sampai di sebuah titik dimana para toko sembako seakan-akan sepakat
tidak akan menurunkan harga di bawah itu lagi. Harga kesepakatan inilah yang
membuat harga menjadi efisien.

 

Apabila kemudian muncul pemain baru toko sembako di daerah tersebut dan
kemudian menurunkan harga secara gila maka itu biasanya hanya terjadi sesaat
saja ... pada akhirnya kebutuhan akan profit margin akan berbicara dan harga
kembali ke tingkat efisien tersebut. Sebaliknya jika pemain lama atau pemain
baru tidak dapat mengikuti harga efisien tersebut maka sudah pasti toko
tersebut akan gulung tikar karena ditinggal pembelinya.

 

Nah yang jad masalah itu kalo di daerah tersebut ada LSM ... dengan nama
Kongsi Sembako Murah (KosemMur). Di mata LSM harga di toko sembako
mashhh mahal. Menurutnya pemerintah harus menurunkan harga karena rakyat
tidak bisa membeli sembako, bahkan sedengnya kadang mereka bilang
neoliberalisme hanya menguntungkan para pedagang toko sembako saja ...
wakakak. Apakah dia tidak tahu satu toko sembako minimum memperkerjakan 3
orang karyawan dan setidaknya ada 10 orang yang hidupnya bergantung dari
profit toko tersebut?

 

Kira-kira demikian pandangan saya untuk orang-orang yang anti neolib padahal
mereka kayanya dari neolib juga.

 

Salam

 

JV

 

 

 

 

 

 

-Original Message-
From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Wong Cilik
Sent: 22 Maret 2010 14:44
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

Setuju sih...

 

Walaupun kadang yang diajak jadi mitra swastanya kadang-kadang bisa

kelewatan juga. Di negara lain (entah kongo atau mana di afrika gitu

kale...) saya pernah lihat penduduknya malah kena kutuk...  Gara-garanya

kenapa? Waktu ngajak mitra asing bangun saluran air/kebersihan, ternyata

pemerintahnya malah kasi monopoli. Saking jahatnya mau nampung air ujan aja

gak bole sama itu swasta.

 

Sama lah dengan India jamannya Mahatma Gandhi. Seluruh hak pembuatan garam

dimiliki swasta (inggris), sampai-sampai penduduk pantai mau jemur air laut

buat garam sendiri juga gak boleh.

 

Yah yang macam di atas ini sih gara-gara pemerintahnya bodo dan tangan besi.

 

Kasus modern barangkali seperti studi kasusnya pak Palamu99...  soal stapled

securities itu. Kasusnya kan masalah perusahaan infrastruktur/jalan tol

kalau gak salah. Di australia karena banyak jalan alternatif, banyak yang

lebih pilih jalan gratis walaupun akibatnya jalan alternatif tersebut jadi

macet. Sudah di bangun tapi jalan tolnya sepi pengunjung gara-gara mahal.

Yah yang macam begini kan jadi dilema juga...  ngundang investor bikin jalan

tapi malah investornya merugi.

 

2010/3/22 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo.com.sg

 

 

 

 Dear pak Poltak,

 

 

 

 Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau

 pun

 majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya,
pahlawan

 kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk
..

 Malah win-win solution.

 

 

 

 Salam

 

 

 

 JV

 

 

 

  _

 

 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

 [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak

 Hotradero

 Sent: 22 Maret 2010 6:53

 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

 Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil

 Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

 

 

 

 

 At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

 

 Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.

 Coba kita analisa satu persatu:

 

 PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut

 adalah Air untuk Minum.

 Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata

 tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa

 harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter

 kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.

 

 Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 -

 12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263

 hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang

 ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak

 ribut soal harga air minum galonan.

 

 Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi

Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-22 Terurut Topik herisetiono
Memang benar. Dalam iklim kapitalisasi dibuka persaingan yang sehat sehingga 
iklim usaha akan makin efisien. Bisnis akan makin berkembang yang diikuti 
dengan peningkatan perolehan pajak. Pendapatan dari pajak ini pada akhirnya 
digunakan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Jhon Veter jhon_ve...@yahoo.com.sg
Date: Tue, 23 Mar 2010 08:40:16 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: RE: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil 
Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

Kapitalisasi itu saya rasa berbeda dengan monopoli. Kalo monopoli kan tidak
ada persaingan, sementara kapitalisasi berbicara tentang memberikan
kesempatan kepada semua pihak. Sebagai contoh untuk kapitalisasi kita bisa
lihat pada kasus toko sembako. Misal di sebuah tempat hanya ada satu toko
sembako maka jelas ia dapat mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya karena
memang setiap orang butuh barang yang toko ini jual. 

 

Selanjutnya kemudian karena melihat keuntungan yang besar maka muncullah
toko sembako lain yang ingin ikut merasakan keuntungan besar tersebut.
Setelah toko-toko sembako lain muncul maka mau tidak mau akan ada persaingan
harga sampai di sebuah titik dimana para toko sembako seakan-akan sepakat
tidak akan menurunkan harga di bawah itu lagi. Harga kesepakatan inilah yang
membuat harga menjadi efisien.

 

Apabila kemudian muncul pemain baru toko sembako di daerah tersebut dan
kemudian menurunkan harga secara gila maka itu biasanya hanya terjadi sesaat
saja ... pada akhirnya kebutuhan akan profit margin akan berbicara dan harga
kembali ke tingkat efisien tersebut. Sebaliknya jika pemain lama atau pemain
baru tidak dapat mengikuti harga efisien tersebut maka sudah pasti toko
tersebut akan gulung tikar karena ditinggal pembelinya.

 

Nah yang jad masalah itu kalo di daerah tersebut ada LSM ... dengan nama
Kongsi Sembako Murah (KosemMur). Di mata LSM harga di toko sembako
mashhh mahal. Menurutnya pemerintah harus menurunkan harga karena rakyat
tidak bisa membeli sembako, bahkan sedengnya kadang mereka bilang
neoliberalisme hanya menguntungkan para pedagang toko sembako saja ...
wakakak. Apakah dia tidak tahu satu toko sembako minimum memperkerjakan 3
orang karyawan dan setidaknya ada 10 orang yang hidupnya bergantung dari
profit toko tersebut?

 

Kira-kira demikian pandangan saya untuk orang-orang yang anti neolib padahal
mereka kayanya dari neolib juga.

 

Salam

 

JV

 

 

 

 

 

 

-Original Message-
From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Wong Cilik
Sent: 22 Maret 2010 14:44
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

Setuju sih...

 

Walaupun kadang yang diajak jadi mitra swastanya kadang-kadang bisa

kelewatan juga. Di negara lain (entah kongo atau mana di afrika gitu

kale...) saya pernah lihat penduduknya malah kena kutuk...  Gara-garanya

kenapa? Waktu ngajak mitra asing bangun saluran air/kebersihan, ternyata

pemerintahnya malah kasi monopoli. Saking jahatnya mau nampung air ujan aja

gak bole sama itu swasta.

 

Sama lah dengan India jamannya Mahatma Gandhi. Seluruh hak pembuatan garam

dimiliki swasta (inggris), sampai-sampai penduduk pantai mau jemur air laut

buat garam sendiri juga gak boleh.

 

Yah yang macam di atas ini sih gara-gara pemerintahnya bodo dan tangan besi.

 

Kasus modern barangkali seperti studi kasusnya pak Palamu99...  soal stapled

securities itu. Kasusnya kan masalah perusahaan infrastruktur/jalan tol

kalau gak salah. Di australia karena banyak jalan alternatif, banyak yang

lebih pilih jalan gratis walaupun akibatnya jalan alternatif tersebut jadi

macet. Sudah di bangun tapi jalan tolnya sepi pengunjung gara-gara mahal.

Yah yang macam begini kan jadi dilema juga...  ngundang investor bikin jalan

tapi malah investornya merugi.

 

2010/3/22 Jhon Veter jhon_ve...@yahoo.com.sg

 

 

 

 Dear pak Poltak,

 

 

 

 Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau

 pun

 majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya,
pahlawan

 kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk
..

 Malah win-win solution.

 

 

 

 Salam

 

 

 

 JV

 

 

 

  _

 

 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

 [mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak

 Hotradero

 Sent: 22 Maret 2010 6:53

 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

 Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil

 Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

 

 

 

 

 At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

 

 Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.

 Coba kita analisa satu persatu:

 

 PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut

 adalah Air untuk Minum

Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-21 Terurut Topik Hardi Darjoto
Kalo soal air bersih perkotaan, saya kira baik model privat maupun bumd 
sama-sama kurang berhasil. Contoh yang bumd: Lima belas tahun tinggal di 
Bekasi, baru minggu lalu ada pengumuman BAKAL dipasang jaringan air 
bersih. Dulu, 1980-an, ortu saya juga talak-3 dengan PAM Bandung 
karena airnya sering ga ngocor.

Mungkin persoalannya bukan privat-vs-bumd. Soal tata-kota. Dengan 
pertumbuhan kota-kota di Indonesia yang seenaknya sendiri tanpa arah, 
bagaimana penyedia layanan publik (air bersih) bisa optimal? Dan tidak 
hanya air bersih, semua urusan layanan publik bermasalah: jaringan air 
kotor, transportasi masal, jalan raya, telekom kabel. Kalo telekom radio 
/ seluler sih enak, karena menggunakan medium udara sebgaia 
infrastruktur. Tapi kan air ga bisa dikirim lewat radio / udara?

Salam
Hardi

On 21/03/2010 22:49, dyahanggitasari wrote:



 Koran Tempo hari ini di halaman pertama atas dalam kutipan beritanya 
 di halaman A5- A9 menyatakan:

 Setelah lebih dari 10 tahun, semua target yang tertuang di kontrak 
 kerja sama nyaris tak ada yang bisa dipenuhi pihak swasta

 Lebih jauh lagi dari artikel di Tempo Interaktif pada Januari 2009 
 tertulis :Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (Kruha), 
 Hamong Santono menilai rencana kenaikan tarif layanan air Jakarta 
 sebesar 22,7 persen tidak wajar. Privatisasi air dinilai gagal. 
 Pasalnya sejak privatisasi pada 1998, tidak ada perbaikan kualitas 
 layanan air bersih dari dua operator swasta,

 Jadi apa untungnya ekonomi model neo liberal diterapkan di negeri ini?

 e http://docs.yahoo.com/info/terms/
 .

 


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-21 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.
Coba kita analisa satu persatu:

PAM = Perusahaan Air Minum.  Ini berarti output perusahaan tersebut 
adalah Air untuk Minum.
Pertanyaannya:  Apakah airnya bisa langsung diminum?  Ternyata 
tidak.  Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu.  Berapa 
harganya?  Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter 
kubik.  Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.

Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan?  Rp. 5000 - 
12000 per galonan (isi 19 liter).  Ini berarti harganya Rp. 263 
hingga Rp. 630 per liter.  Saya jadi heran, kalau ada orang yang 
ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak 
ribut soal harga air minum galonan.

Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan?  atau 
siram WC?  atau cuci mobil?  Nggak ada.  Air galonan cuma buat diminum.

Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam 
mengkonsumsinya.  Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah -- 
maka kita akan cenderung memboroskannya.  Kita pakai untuk mandi, 
mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram 
kebun.  Sedemikian borosnya, sampai kalau pipa / keran bocor saja 
kita malas memperbaikinya.  Dibiarkan saja bocor.

Ini namanya munafik.  Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang.  Diboroskan.

Air memang gratis - ada di mana-mana, tapi air bersih tidak pernah 
bisa gratis.
Mengapa?  Karena selalu ada biaya ekonomi yang diperlukan untuk 
membersihkan air.  Menampungnya,  Mengalirkannya.

Dulu PAM yang melakukannya.  Tapi karena harga jual air-nya tidak 
pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM 
terkuras.  Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas 
jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku, 
menampung, membersihkan, dan mengalirkannya.  Jangan kata beli pipa 
berpuluh atau beratus kilometer.

Alhasil, yang dari satu kota - yang bisa dilayani cuman 
30-40%-nya.  Sisanya tidak terlayani.  Dan yang tidak terlayani ini 
terpaksa membeli air bersih pikulan.  Atau menampung air hujan.  Atau 
menyedot air tanah (sehingga permukaan air tanah jadi turun - air 
asin merembes masuk dan akhirnya merusak lingkungan).  Air pikulan 
harganya berkali-kali lebih mahal daripada air PAM.

Privasisasi Air adalah untuk mencapai jalan tengah.

Dengan melibatkan sektor private/swasta, maka tersedia modal bagi 
perusahaan air untuk mengembangkan jaringan.  Buat beli pipa dan 
memasangnya.  Buat mengusahakan air baku.

Harga air jadi naik?  Ya wajar saja, kan pipa harus dibeli dan 
dipasang.  Air yang perlu dibersihkan dan dialirkan kan juga jadi 
lebih banyak.

Namun begitu, bagi ribuan rumah tangga dan jutaan orang yang 
sebelumnya harus beli air pikulan -- harga itu tetap JAUH lebih 
murah.   Dan kualitasnya jauh lebih baik daripada air hujan yang 
ditampung - atau air tanah yang makin tercemar (JUTAAN orang yang 
tinggal di daerah Jakarta Utara - tahu persis seperti apa kualitas 
air tanah di sana seperti apa).

Harga yang lebih mahal juga akan membuat orang lebih menghargai 
air.  Kalau punya pipa yang bocor atau keran yang rusak -- akan 
segera diperbaiki, karena membiarkannya akan sama dengan membuang-buang uang.

Wajarkah kalau perusahaan air bersih beroleh laba?  Wajar-wajar 
saja.  Toh dengan laba tersebut - maka akan diperoleh modal yang 
lebih kuat.  Modal yang lebih kuat akan berkonsekuensi belanja modal 
(capex) yang lebih besar, yang berarti lebih banyak pipa yang bisa 
dibeli dan lebih banyak air yang bisa dibersihkan.  Dan ini berarti 
lebih banyak lagi orang yang bisa beroleh akses terhadap air bersih 
lewat pipa.  Nggak perlu dipikul atau nampung air hujan.  Perusahaan 
air beroleh laba - sementara konsumen beroleh untung.  Win-win situation.

Dengan air yang lebih mahal - maka orang akan cenderung mandi 
menggunakan shower.  Mengapa?  Karena mandi menggunakan bak dan 
gayung bisa 5-10 kali lebih boros air.

Selama orang masih mandi menggunakan bak dan gayung -- berarti air 
bersih masih dianggap murah.
Selama orang membiarkan pipa dan kerannya rusak -- berarti air bersih 
masih dianggap murah.
Air bocor yang menetes tiap 2 detik -- volumenya akan setara dengan 
16,35 liter per hari - hampir sebanyak air galonan.

Sebesar itulah air yang terbuang.  Per hari.  Hanya dari satu titik kebocoran.

Dan selama masih ada air yang terbuang percuma... jangan ribut soal harga.

Kalau nggak mau dibilang munafik.




Kalo soal air bersih perkotaan, saya kira baik model privat maupun bumd
sama-sama kurang berhasil. Contoh yang bumd: Lima belas tahun tinggal di
Bekasi, baru minggu lalu ada pengumuman BAKAL dipasang jaringan air
bersih. Dulu, 1980-an, ortu saya juga talak-3 dengan PAM Bandung
karena airnya sering ga ngocor.

Mungkin persoalannya bukan privat-vs-bumd. Soal tata-kota. Dengan
pertumbuhan kota-kota di Indonesia yang seenaknya sendiri tanpa arah,
bagaimana penyedia layanan publik (air bersih) bisa optimal? Dan 

RE: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil Privatisasi Air di Jakarta sekarang

2010-03-21 Terurut Topik Jhon Veter
 

Dear pak Poltak,

 

Pandangan inilah yang harusnya diketahui publik, terkadang di Koran atau pun
majalah kebanyakan pandangan dari LSM yang gak tahu juntrungannya, pahlawan
kesiangan lah. Padahal yang namanya kapitalisasi itu gak selamanya buruk ….
Malah win-win solution.

 

Salam

 

JV

 

  _  

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Poltak
Hotradero
Sent: 22 Maret 2010 6:53
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Millis AKI- stop smoking] Antara Neoliberalisme dan hasil
Privatisasi Air di Jakarta sekarang

 

  

At 11:36 PM 3/21/2010, you wrote:

Betul, masalah adalah lebih kompleks daripada yang terlihat.
Coba kita analisa satu persatu:

PAM = Perusahaan Air Minum. Ini berarti output perusahaan tersebut 
adalah Air untuk Minum.
Pertanyaannya: Apakah airnya bisa langsung diminum? Ternyata 
tidak. Masih perlu diolah dengan cara dimasak dulu. Berapa 
harganya? Untuk Jakarta rata-rata sekitar Rp. 6600 per meter 
kubik. Ini sama setara dengan Rp. 6,6 per liter.

Berapa yang kita bayar untuk beli air minum galonan? Rp. 5000 - 
12000 per galonan (isi 19 liter). Ini berarti harganya Rp. 263 
hingga Rp. 630 per liter. Saya jadi heran, kalau ada orang yang 
ribut soal air PAM yang hampir 50-100 kali lebih murah -- tapi nggak 
ribut soal harga air minum galonan.

Ah iya, apakah di antara kita ada yang mandi pakai air galonan? atau 
siram WC? atau cuci mobil? Nggak ada. Air galonan cuma buat diminum.

Ini berarti mahalnya harga air berakibat kita semakin berhemat dalam 
mengkonsumsinya. Dan juga sebaliknya, bila air harganya murah -- 
maka kita akan cenderung memboroskannya. Kita pakai untuk mandi, 
mencuci pakaian, menyiram WC, mencuci mobil, menyiram 
kebun. Sedemikian borosnya, sampai kalau pipa / keran bocor saja 
kita malas memperbaikinya. Dibiarkan saja bocor.

Ini namanya munafik. Mau harga murah, tapi malah dibuang-buang. Diboroskan.

Air memang gratis - ada di mana-mana, tapi air bersih tidak pernah 
bisa gratis.
Mengapa? Karena selalu ada biaya ekonomi yang diperlukan untuk 
membersihkan air. Menampungnya, Mengalirkannya.

Dulu PAM yang melakukannya. Tapi karena harga jual air-nya tidak 
pernah menutup biaya produksi jadinya tekor - akibatnya modal PAM 
terkuras. Dengan modal yang terkuras, PAM tidak bisa memperluas 
jaringan - karena tidak ada duit untuk mengusahakan air baku, 
menampung, membersihkan, dan mengalirkannya. Jangan kata beli pipa 
berpuluh atau beratus kilometer.

Alhasil, yang dari satu kota - yang bisa dilayani cuman 
30-40%-nya. Sisanya tidak terlayani. Dan yang tidak terlayani ini 
terpaksa membeli air bersih pikulan. Atau menampung air hujan. Atau 
menyedot air tanah (sehingga permukaan air tanah jadi turun - air 
asin merembes masuk dan akhirnya merusak lingkungan). Air pikulan 
harganya berkali-kali lebih mahal daripada air PAM.

Privasisasi Air adalah untuk mencapai jalan tengah.

Dengan melibatkan sektor private/swasta, maka tersedia modal bagi 
perusahaan air untuk mengembangkan jaringan. Buat beli pipa dan 
memasangnya. Buat mengusahakan air baku.

Harga air jadi naik? Ya wajar saja, kan pipa harus dibeli dan 
dipasang. Air yang perlu dibersihkan dan dialirkan kan juga jadi 
lebih banyak.

Namun begitu, bagi ribuan rumah tangga dan jutaan orang yang 
sebelumnya harus beli air pikulan -- harga itu tetap JAUH lebih 
murah. Dan kualitasnya jauh lebih baik daripada air hujan yang 
ditampung - atau air tanah yang makin tercemar (JUTAAN orang yang 
tinggal di daerah Jakarta Utara - tahu persis seperti apa kualitas 
air tanah di sana seperti apa).

Harga yang lebih mahal juga akan membuat orang lebih menghargai 
air. Kalau punya pipa yang bocor atau keran yang rusak -- akan 
segera diperbaiki, karena membiarkannya akan sama dengan membuang-buang
uang.

Wajarkah kalau perusahaan air bersih beroleh laba? Wajar-wajar 
saja. Toh dengan laba tersebut - maka akan diperoleh modal yang 
lebih kuat. Modal yang lebih kuat akan berkonsekuensi belanja modal 
(capex) yang lebih besar, yang berarti lebih banyak pipa yang bisa 
dibeli dan lebih banyak air yang bisa dibersihkan. Dan ini berarti 
lebih banyak lagi orang yang bisa beroleh akses terhadap air bersih 
lewat pipa. Nggak perlu dipikul atau nampung air hujan. Perusahaan 
air beroleh laba - sementara konsumen beroleh untung. Win-win situation.

Dengan air yang lebih mahal - maka orang akan cenderung mandi 
menggunakan shower. Mengapa? Karena mandi menggunakan bak dan 
gayung bisa 5-10 kali lebih boros air.

Selama orang masih mandi menggunakan bak dan gayung -- berarti air 
bersih masih dianggap murah.
Selama orang membiarkan pipa dan kerannya rusak -- berarti air bersih 
masih dianggap murah.
Air bocor yang menetes tiap 2 detik -- volumenya akan setara dengan 
16,35 liter per hari - hampir sebanyak air galonan.

Sebesar itulah air yang terbuang. Per hari. Hanya dari satu titik kebocoran.

Dan selama masih ada air yang terbuang percuma... jangan